Share

Chap 03: Gold and Blood

Gerbang raksasa mulai terlihat dari kejauhan, menjulang tinggi menutupi pilar besar yang menyangga gedung. Sesaat kemudian kereta itu berhenti. Memberi petuah pada Martin agar menjaga anak yang ia bawa selagi dia menghadiri pertemuan, tuan muda itupun keluar. Lalu membawa tungkai panjangnya melangkah ke dalam acara. Para prajurit penjaga langsung menyambut kemudian mempersilahkannya masuk.

Di balik pintu, permadani bak sutra tergelar diatas kaki para bangsawan yang saling bercengkrama dengan segelas wine di tangan mereka. Kenyataan bahwa pakaian rakyat yang bahkan tak seindah apa yang mereka injak tersebut membuat tuan muda itu terdiam.

"Zeindalr Elmardillo!" Seruan seseorang langsung membuat pandangannya beralih. Terlihat pria berbadan gempal tengah tersenyum lebar kepadanya dari atas tangga. "Pewaris tunggal keluarga Elmardillo Fanarlta!" Lanjutnya, kemudian turun dengan cepat.

Beberapa orang menoleh ke arahnya karena penasaran, ingin melihat secara langsung bagaimana rupa tuan besar paling muda yang berhasil memegang kekuasaan di salah satu wilayah terbesar mereka.

Tertawa bangga setelah berhasil mengumpulkan bangsawan berpengaruh ke dalam pertemuan, pria bertubuh gempal itu kemudian menepuk bahunya bagaikan teman lama. Zein membalas dengan senyum ramah.

"Apa kabar, tuan Henry Grandes?" Tanya Zein, tuan pemilik acara itu terlihat begitu senang.

"Oh, aku sangat baik tuan Zein. Aku tidak menyangka dapat bertemu denganmu secara langsung." Gelaknya, "kau lebih muda dari dugaanku."

Zein tertawa kecil. Pin kecil yang dikenakan Henry sedikit menarik perhatiannya. "Senang bertemu denganmu. Ku harap hubungan kita terjalin semakin baik." Usai berkata demikian, tiba-tiba desis penuh amarah terdengar di daun telinga, Zein melirik sekilas.

"Apakah dia.." Batin Zein, menelisik pandangan arwah yang sedari tadi mengikutinya itu pada Henry. Sekelebat bayangan tentang dua orang yang hampir menabraknya di gang tadi mengingatkannya pada pin kecil yang Henry kenakan. Pin yang menunjukkan identitas sebagai salah satu anggota pemerintahan Grandes. 

Sosok hitam itu terus menggeram dibalik bahunya. Mata merah itu terlihat menyala-nyala, menahan benci yang begitu membara saat melihat manusia gempal itu masih dapat tersenyum begitu lebar setelah apa yang ia perbuat.

"Belum saatnya." Bisikan lembut Zein berhasil membuat arwah itu kembali tenang.

Mereka membicarakan banyak hal, "Baiklah, selamat menikmati acara ini Zeindalf. Aku akan kembali menyapa yang lain." Ucap Henry kemudian. Mengundurkan diri tanpa menyadari sebuah rencana mengiringi senyum tipis dibibir sang tuan muda. 

-0-

Anak-anak itu berlarian dengan nafas tersengal-sengal. Satu persatu dari mereka berhasil lolos dari kejaran dua orang lelaki dewasa yang mengenakan seragam aparatur keamanan. Membuat mereka berdecih kesal. 

"Hoi, berhenti!" Seru salah seorang dari mereka. Berdalih para anak kecil itu begitu mengganggu jalanan kota karena mengemis iba, mereka mengejarnya hanya untuk memukuli anak-anak itu agar kembali ke lingkungan kumuh. Tempat seharusnya mereka berada. 

Anak-anak yang tersisa masih berusaha lari dari kejaran. Tubuh kecil dan kurus mereka gesit hingga membuat pria-pria dewasa itu kelelahan. Namun sial akhirnya mereka memasuki sebuah gang buntu, dan merekapun terkepung. 

"Mau lari kemana lagi kalian, hah?!" Bentak pria dengan wajah garang. Nafasnya terengah, tapi rautnya nampak puas karena berhasil menangkap buruan. Lima anak kecil yang berada dihadapan mereka hanya bisa menangis sembari beringsut menjadi satu, saling memeluk dengan pandangan takut. 

"Kemari!" Teriaknya lagi. Tak ada satupun yang bergerak, hingga harus ditarik paksa dan diangkat dengan kasar. 

"Dasar anak-anak hina, sekarang kalian tidak bisa lari lagi hahaha!" Tertawa keras tanpa rasa bersalah, bocah yang masih terangkat itu menatap bengis penuh kebencian. Tangan kecilnya berusaha menggapai wajah si prajurit, ingin sekali mencakar rupa jeleknya. Tapi tak cukup sampai dan malah makin membuat pria sangar itu tertawa senang. 

Sosok prajurit lainnya nampak menatap satu persatu anak-anak itu. Kemudian matanya menyipit ketika mendapati seorang gadis kecil diantara mereka. Senyumnya mengembang menakutkan. Bocah lelaki yang menyadari adiknya tengah diincar, semakin mempererat dekapan. Tak akan membiarkan siapapun menyentuh adik perempuannya. 

"Kak Vinz, aku takut.." Bisik gadis kecil itu, ketakutan. Badannya bergetar didalam pelukan sang kakak.

Perlahan, prajurit itu mendekati mereka. Kemudian menarik gadis kecil itu dengan paksa. 

"Lepaskan adikku!"

"Kakak tolong aku!"

Mereka memberontak. Anak lelaki itu berusaha keras menarik sang adik dari cengkraman pria yang terus saja tersenyum jahat. Namun badannya yang lebih pendek tak mampu meraih sang adik, kepalanya ditahan oleh telapak yang memiliki tenaga jauh lebih besar darinya.

Dengan bejat, lelaki itu mulai mendekatkan wajahnya ke anak perempuan itu. Sang kakak secara spontan menggigit tangan prajurit sampai lelaki itu berteriak kesakitan. Merasa emosi, pria itu langsung menendangnya hingga terpental dan menabrak dinding. 

Rasa sakit yang mendera kepala dan tubuhnya membuat ia tak mampu bergerak. Tangisan demi tangisan memenuhi gang buntu tersembunyi itu. Satu persatu anak-anak tak berdosa dihukum dengan cara yang keji, dilukai kejam hanya karena mengiba demi dapat mengisi perut yang kelaparan. 

Sakitnya pukulan dan tendangan tak terasa ketika mata bocah lelaki itu menatap sang adik diperlakukan tak senonoh oleh salah satu prajurit. Gadis kecil itu tak berdaya dibawah kungkungan pria bejat yang tak berhenti melakukan hal hina padanya. Teriakannya terus menggema tanpa bisa diselamatkan oleh sang kakak, hingga perlahan tangisannya mulai melemah. Dan sang kakakpun melihat adiknya meregang nyawa. 

"GRETTA...!"

Bayang-bayang kematian adiknya yang mengenaskan terus menerus terulang dipikiran Vinz. Anak lelaki itu diam tak bergerak memendam rasa benci dan kemarahan yang teramat sangat.

Sedangkan sang penjaga-Martin berdiri menyandar di pagar, hanya memperhatikan anak itu yang terus mengusap air matanya dari balik kaca kereta. Ia tak ingin bertanya, bahkan dia tak punya niatan sedikitpun untuk mencampuri urusannya. Tetapi setelah terikat sebagai bawahan Zein, tuannya itu mau tak mau harus membuatnya berperan untuk menuntaskan masalah-masalah tidak penting manusia.

"Hah, merepotkan." Keluhnya, menggaruk kepala. Rasanya ia ingin pergi dan menjelajahi gunung di depan sana. Mencari beberapa rusa, lalu mencabiknya, dan memakannya dengan nikmat.

Namun tentunya Zein tidak akan membiarkannya pergi disaat seperti ini. Tuan mudanya itu pasti sudah membuat sebuah rencana untuk mengatasi para manusia yang mengganggu sisi kemanusiaannya. 

Ntah apa yang Zein pikirkan, tapi dia tak pernah puas dengan apa yang telah ia dapatkan. Manusia itu tidak mencari harta dan kekayaan seperti manusia lainnya. Alih-alih mengikat Demon untuk membantunya melebarkan kekuasaan, pria muda itu malah menjadikan mereka menjadi anak buah untuk membantunya membasmi kejahatan. Harga dirinya sebagai The king of Horse Demon harus ia relakan ketika Zein berhasil mengalahkannya dan menyegel namanya dalam sebuah kitab perjanjian.

"Martin." Panggilan mendadak seperti biasanya. Martin berdiri meregangkan tubuhnya. Setelah melakukan perbincangan dengan kuda kereta-yang tentunya hanya dia dan kuda-kuda itu yang mengerti, ia kemudian menghampiri bocah yang masih saja menangis di dalam kereta. Mengintip nya dengan mata merah menyala. 

"Hey bocah, keluarlah. Misi kita akan dimulai."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status