Share

Chap 04: The First Step

"Selamat malam tuan dan nyonya, jamuan makan malam bersama akan segera dimulai. Silahkan menuju balairung utama untuk acara selanjutnya."

Seruan pembawa acara membuat perhatian para bangsawan beralih. Mereka kemudian berjalan bersama menuju tempat jamuan makan malam. Dibalik ramainya tamu, Henry Grandes terlihat terburu-buru menaiki tangga. Kemudian berbelok memasuki salah satu ruangan yang ada. 

Disisi tembok, Martin menelisik pembicaraan Henry dari luar. Dirinya yang menyamarkan diri sebagai salah satu prajurit penjaga bebas memasuki gedung untuk memperlancar rencana sang tuan.

Di dalam ruangan, nampak tuan Henry dan dua orang prajurit tengah berbincang. Prajurit-prajurit itu terlihat tegang dan ketakutan ketika berbicara kepada tuan Henry. 

"T-tidak mungkin!" Henry berteriak, Martin semakin menajamkan pendengaran. "Aku sudah membasmi mereka waktu itu, dan kalianlah yang aku tugaskan. Bagaimana bisa mereka masih ada, dan bahkan muncul disini, hah?!"

Dua orang prajurit yang tengah dimarahi itu hanya bisa terdiam. Mereka kebingungan, termasuk Henry yang merasa ganjil dengan apa yang terjadi sekarang. 

"T-tapi mereka ada diluar, tuan. Anak-anak pengemis itu berkumpul diluar gerbang dan kini mulai mencoba masuk melalui pagar.." Jelas salah seorang prajurit. Wajah garangnya menciut dihadapan tuannya yang merasa begitu marah. 

Tuan Henry mendecih kesal. Tangannya menggaruk kepala sembari berjalan kesana kemari, berusaha berpikir keras. Sesaat kemudian ia terdiam, berhasil mendapatkan sebuah ide cemerlang. 

"Bunuh.." Ucapnya, membuat pandangan kedua prajurit itu beralih padanya. "Bunuh mereka semua. Dan singkirkan mereka dari sini!"

Para prajurit itu nampak terkejut, sebelum akhirnya tuan Henry benar-benar tersulut amarah karena bawahannya itu tak bergerak sama sekali dari tempatnya. 

"Cepat lakukan sekarang, atau kalianlah yang akan aku singkirkan!" Teriaknya. Kedua prajurit itu seketika bergegas keluar ruangan. 

Martin yang berjaga diluar pintu menunduk ketika mereka melewatinya. Mata merahnya menyala, sesaat kemudian melebur menjadi bayangan. 

"Biarkan kami masuk!"

"Buka!"

"Buka gerbangnya!!"

Teriakan-teriakan anak kecil terus bergema di telinga, dan benar-benar membuat dua prajurit itu kebingungan.

"Cepat pergi dari sini!" Usir mereka. Mereka terlihat sibuk menghadapi anak-anak kecil di depan gerbang. Merasa kewalahan, salah satu dari mereka meminta bantuan prajurit lain yang tengah berjaga.

"Kenapa kalian diam saja? Cepat bantu aku mengusir mereka!" Teriaknya. Namun prajurit lainnya malah nampak kebingungan. Mereka semua saling berpandangan, kemudian menatap rekan mereka yang bertingkah aneh sedari tadi.

"Cepatlah bantu aku mengusir anak-anak itu! Mereka akan mengganggu acara tuan bila tidak disingkirkan dari sini!" Celotehnya. Tapi lagi-lagi para rekan prajuritnya diam tak berkutik dan malah melihatnya dengan tampang heran, sedangkan anak-anak pengemis itu mulai bertindak lebih. Membuatnya semakin merasa panik.

"Aish! Kalian memang tidak bisa diandalkan!" Teriak prajurit itu akhirnya. Ia memilih pergi dan membantu temannya yang tengah berusaha mengusir anak-anak itu. Ia bersumpah akan melaporkan prajurit-prajurit disini kepada tuan Henry agar mereka segera dipecat karena tidak mau membantu mengatasi masalah ini.

"Apa yang dia maksud?" Ucap salah satu prajurit yang tengah berjaga didepan pintu kepada teman disampingnya. "Anak-anak pengemis?" Tanyanya lagi.

"Entahlah." Temannya menjawab sembari menatap dua prajurit tadi yang mulai menghilang ke dalam hutan. "Aku bahkan tidak melihat siapa-siapa.."

-0-

Ruangan lebar itu kini begitu berisik, para tamu ramai memperbincangkan sang tuan rumah yang masih belum muncul dalam acara.

Sedangkan disamping itu, tuan Henry begitu sibuk berjalan kesana kemari. Keningnya penuh dengan keringat menunggu prajurit-prajurit tadi kembali. Ia begitu cemas bila pertemuan ini hancur karena hadirnya para tikus yang akan mempermalukan harga dirinya sebagai pemimpin di wilayah Resalf.

Tidak ada yang boleh menjatuhkan posisinya. Semua kekayaan dan kenikmatan ini tidak akan pernah ia biarkan terlepas dari genggamannya, apalagi hanya karena sampah-sampah Resalf yang tidak berharga. Begitu berbahaya bila ada seekor tikus yang memasuki istananya, dia pasti akan malu ketika kegagalan dalam pemerintahannya terlihat oleh semua konglomerat yang ada disini. Dia sama sekali tidak mau hal itu terjadi.

"Tuan Henry."

Panggilan seseorang langsung membuat sang tuan menoleh. Senang mengira itu adalah prajurit yang sedang ia tunggu-tunggu, ternyata ia harus menelan kecewa ketika itu adalah prajurit lainnya.

"Ah, ya. Ada apa?" Tanya tuan Henry.

"Para tamu sudah menunggu, tuan. Jamuan makan malam akan dimulai sebentar lagi." Ujarnya.

"Oh baiklah, baik. Aku akan ke bawah sekarang juga."

"Dan tuan.."

Belum sempat berjalan keluar, prajurit itu kembali berucap. "Ada seseorang yang ingin menemui anda."

Dari belakang punggungnya, seorang bocah tiba-tiba melangkah ke hadapannya. Membuat tuan Henry terkejut seketika.

"Ke-kenapa ada pengemis kumuh disini?!" Teriakannya menggema mengisi ruangan. Anak yang ia teriaki tak bergeming sama sekali, dan malah menatapnya dengan pandangan tajam. Tiada rasa takut yang terlihat sedikitpun di dalam iris hazel itu.

"Apa-apaan tatapan itu?! Tidak sopan sama sekali, dasar manusia miskin!" Bentaknya. "Kau bahkan tidak pantas menginjakkan kaki di gedung ku yang megah ini. Atau kau terpesona karena rumahmu yang kumuh itu tidak bisa sedikitpun dibandingkan dengan kekayaanku, hah?" Pria itu tergelak tanpa berdosa.

Ucapan demi ucapan yang terlontar dari bibir tuan Henry semakin lama membuat sosok kecil dibelakang Martin itu bergetar marah. Tangannya terkepal erat dan gemetar hebat. Perlahan, kaki kecilnya mulai melangkah ke depan, tubuhnya seketika berubah dikelilingi aura hitam.

"Balaskan dendammu, Gretta.." Dan bisikan itu seketika membuat iris matanya berubah merah menyala.

"AAAAAAARGH!"

BRAK!

Sebuah debuman keras tiba-tiba mengangetkan seluruh manusia yang berada dalam acara. Para bangsawan mendadak panik dan spontan berdiri, keadaan menjadi semakin ramai dan berisik dari sebelumnya. Ketakutan membalut mereka dengan rasa penasaran teramat sangat. 

Mereka kemudian berjalan berduyun-duyun menuju keluar gedung dimana sumber suara berasal. Sesampainya di depan, mereka dikejutkan dengan pemandangan tuan Henry yang mengenaskan.

"Pergi!"

"Jauhkan pengemis ini dariku, pergi!!"

"Pergi kau dasar pengemis hina! Lepaskan aku!"

Pria itu terus menjerit tanpa henti, wajahnya yang berlumuran darah dengan kaca yang menempel di kulitnya makin membuat para bangsawan ketakutan sekaligus merasa jijik dengannya.

"Kalian!" Tiba-tiba pria gempal itu membentak para tamu yang berkumpul menyaksikannya. "Tolong bantu aku menyingkirkan pengemis ini!"

Tuan Henry terus menggeliat, berusaha melepaskan dekapan pengemis yang menempel di punggungnya. Lehernya bagaikan tercekik saat tangan dingin itu terkalung begitu erat menjepit nafasnya. Perihnya luka yang ia dapat ketika terjatuh dari lantai dua menambah penderitaan yang ia rasakan, namun semua orang hanya berdiri tanpa memberinya pertolongan.

"Bantu aku melepaskan pengemis ini, kumohon!" Rintihnya lagi. Tiada yang berani mendekatinya. Semua merasa ngeri ketika melihat pria itu menjerit-jerit dihadapan mereka, bahkan para prajurit hanya bisa menyaksikan sang tuan tanpa bisa meolong sedikitpun.

Akhirnya, salah seorang bangsawan maju mewakili mereka semua.

"Mohon maaf tuan Henry, kami sangat ingin membantu. Tapi kami bahkan tidak tau apa yang harus kami lakukan." Ucapnya. "Pengemis yang kau maksud itu.. tidak ada."

Henry Grandes terdiam. Wajahnya menyiratkan ngeri teramat dalam. Matanya tak mampu bergerak ketika hembusan dingin perlahan menyapu lehernya.

"Hihihi!" Dan sebuah kikikan terdengar seiring dengan munculnya sosok rupa mengerikan tepat di samping wajahnya. "Matilah kau.. Henry."

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status