Ayu Sekar bunga desa dengan kecantikannya yang paripurna. Dia akan menjalani seleksi pemilihan selir Adipati di istana. Ayu resah dengan surat yang mengharuskan dia datang ke pondok wanita utama kerajaan. Dia duduk di depan meja makan sambil mengamati ibunya yang sedang mengaduk kopi buat bapaknya. Dia berjalan pelan berdiri di belakang ibunya.
“Bu, apa aku harus menikahi Adipati Wiryo. Aku ini akan jadi istri keberapa, Bu? selirnya banyak dan bagaimana nanti aku akan menjalani pernikahan itu?”
“Kamu tinggal nikah aja. Adipati itu kan orang paling berkuasa. Kamu itu seharusnya bersyukur di pilih menjadi calon istrinya Adipati.”
“Tapi Bu, aku masih sangat muda dan baru lulus sekolah. Apa aku harus langsung menikah?”
Ibu Ayu masih saja menambah gula. Bapaknya suka sekali dengan kopi manis. Ibunya berjalan meletakkan kopi itu di atas meja persis di hadapan bapaknya. Tapi, bapak Ayu masih saja diam dengan serius tanpa memperhatikan perkataannya.
“Bu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Ayu sekali lagi dengan memastikan apakah dia memang benar akan menikahi Adipati berkuasa itu.
“Yang harus kamu lakukan ya menikah, Ayu. Pak, kau harus menjelaskan kepada anakmu yang cerewet ini! Ibu bingung mau ngomong apa?!” bentak ibunya kesal.
Ayu duduk lemas di atas kursinya. Yang dia dengar, sang Adipati orang yang sangat pendiam, dingin, dan jarang sekali tertawa. Setiap selir yang masuk ke kamarnya, tidak ada semalam sudah keluar dengan cepat. Bahkan ada yang menangis saat keluar dari kamar sang Adipati. Cerita itu sudah menyebar sampai ke luar istana. Ayu sangat resah mendengar gosip itu.
“Bu, aku ini tidak bisa menikah. Kenapa bukan kakak saja, Bu?” protes Ayu yang sama sekali tidak di hiraukan ibunya.
“Aku tidak akan menikahi Adipati tua itu!” Kakak Ayu yang bernama Sriasih datang dengan suara tegasnya.
“Aku tidak bisa adikku sayang. Kau lah yang harus menikah. Dan jangan bikin ibu tegang. Turuti surat lamaran Adipati. Jika kita tidak menuruti, apa yang akan terjadi dengan keluarga kita?” katanya santai sambil mengelus rambut Ayu yang masih saja terurai.
Sriasih masih saja meyakinkan Ayu agar mau menerima lamaran yang di ajukan untuknya. Lamaran Adipati yang datang ke keluarga Ayu yang merupakan bangsawan dan terkenal memiliki anak yang paling ayu, membuat Sang Penguasa itu melayangkan lamarannya.
“Bu, kapan aku harus ke sana?”
“Kemana, Ayu?”
“Datang ke lamaran Adipati, Bu.”
“Nanti akan ada yang menjemputmu, Ayu. Dan kau tinggal di rumah selir dulu. Nanti di sana kau akan di siapkan. Tapi, belum tahu kapan kau akan masuk ke dalam kamarmu dengan Adipati. Tunggu di panggil.”
Ayu semakin lemas mendengar apa yang di katakan ibunya. “Apa seperti antrian gitu, Bu? Sang Penguasa kok jahat gitu!”
“Bagaimanapun juga Adipati adalah penguasa, dan kita bisa apa dengan melanggarnya. Yang bisa kita lakukan hanya menurutinya.” Ibu Ayu memegang pipinya. Dia berusaha menenangkan hati anaknya yang sangat resah.
Bapak Ayu akhirnya berdiri, dan menghampirinya. “Ayu, kita ini kan bawahan raja Adipati. Bagaimanapun juga, menjadi selirnya itu adalah yang paling tidak boleh di tolaknya. Jadi, kau itu harus menuruti raja. Nanti akan ada libur. Kau bisa pulang ke rumah. Sampai saat ini belum ada selir yang resmi menjadi ratu Adipati. Sapa tahu, kau nanti yang menjadi ratu itu. Nasib tidak ada yang tahu.”
Ayu masih saja lemas. Dia segera berdiri, berjalan masuk ke dalam kamarnya. “Aku akan membuat Adipati melirikku. Paling tidak aku akan membuat diriku berharga di sana. Tapi, aku tidak tahu bagaimana rupa Adipati. Dia selalu saja lewat di hadapan kami dengan memakai kereta dan walaupun dia keluar, kami harus benar-benar menundukkan kepala.”
Ayu menatap wajahnya di depan cermin. Dia masih saja resah membayangkan bagaimana dirinya akan melakukan malam pertama dengan orang yang jauh lebih tua dengannya. Bahkan mungkin sekitar puluhan tahun jaraknya.
"Aku tidak tahu gosip itu adalah benar atau tidak. Semoga dia tidak benar-benar tua," gerutunya kesal.
Pagi menjelang. Ibu Ayu mengetuk pintu kamarnya. Dia segera membukanya. “Ayu, kau harus segera ke istana. Utusan kerajaan mengutusmu untuk datang ke sana. Sekarang mandilah! Dalam tiga puluh menit, kita harus siap denganmu!”
Ibu Ayu mendandaninya dengan sempurna. Dia memang adalah kembang desa yang banyak di incar oleh pria. Namun, kekuasaan Adipati yang memiliki segalanya. Ayu memakai kebaya kuning, dan sanggul dengan hiasan bunga kamboja yang sangat cantik.
Beberapa kuda dan kereta kencana sudah datang. Jenderal dan beberapa pengawal gagah dengan memakai jubah hitam dan pedang yang ada di tangan kanan mereka, membuat semua orang menundukkan kepalanya. Jenderal tertinggi istana sendiri yang di tugaskan Adipati untuk menjemput Ayu. Jenderal itu di juluki nama Jenderal Iblis.
“Selamat datang jenderal.” Bapak dan ibu Ayu serta kakaknya Sriasih menunduk dengan cepat. Ayu sedikit melirik dan menatap mata hitam bulat sang jenderal. “Di mana calon selir raja?!” tanyanya dengan tegas.
“Saya yang bernama Ayu Sekar.” Dengan tegas, Ayu maju ke depan. Dia sangat berani melakukannya. Semua selir yang akan menjadi penghibur raja tidak ada yang pernah melakukan hal itu. Sang jenderal tersenyum, menatap Ayu dari atas sampai bawah.
Orang tua Ayu di sebelah Sriasih kakaknya, sangat kawatir dengan apa yang Ayu lakukan. Dia sudah melanggar aturan sang Adipati. Jenderal gagah dengan mata tajamnya mendekati Ayu yang masih berdiri dengan mengangkat wajahnya.
“Tidak aku pungkiri, kau lah yang paling cantik. Kali ini, aku memaafkanmu. Lain kali, pedang ini akan menghunusmu, wanita.”
Jenderal Iblis, itulah julukannya karena sudah sering memenangkan peperangan dan membuat semua musuh ketakutan karena kehebatannya dalam memainkan pedang. Dia mengarahkan tangannya agar pengawal membuka pintu kereta kencana yang akan membawa Ayu ke istana. Tanpa berbicara lagi, jenderal menaiki kudanya yang dengan cepat melesat di ikuti kereta dan semua pengawal dengan gagah namun menakutkan.
“Aku tidak menyangka anak kita yang sangat kalem itu, bisa seperti itu, Pak.” ucap ibu Ayu dengan gelisah. “Iya Bu, semoga saja dia bisa selalu membawa kabar baik kepada kita.” Bapak ayu dengan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Sementara Sriasih hanya diam menatap kereta yang tidak dia sangka sangat mewah dari biasanya yang dia lihat.
“Mungkin aku akan merubahnya jika Adipati itu bisa membuatku semakin berkuasa,” batin Sriasih masih diam memandang kereta Ayu hingga menghilang.
Dalam kereta, Ayu diam menyiapkan tenaganya untuk menghadapi apa yang akan ada di hadapannya, dan tidak di sangkanya. Kereta kencana sampai di hutan. Roda yang semula berputar kencang melambat seketika. Ayu merasakan hal yang sangat aneh. Dia sedikit membuka tirai jendelanya. “Kenapa berhenti?” tanyanya dalam hati.
“Siapa pria yang menghadang jenderal dengan pedangnya?” Ayu melihat seorang pemuda dengan tudung dan cadar hitam menghadang mereka.
“Serahkan semua harta kalian!” Dia mengarahkan pedang yang sangat tajam ke wajah Jenderal yang sama sekali tidak bergerak. “Jenderal, aku tidak akan memerintahkan ke dua kalinya.”
Dengan cepat Sang Jenderal, menghunuskan pedangnya. Sekali tebas, pemuda itu kehilangan kepalanya. “Jangan, sudah cukup!” teriak Ayu. Dia membuka kereta kencananya. “Tolong, kali ini biarkan yang lain hidup!” jenderal itu menarik Ayu, memasukkan ke dalam keretanya.
Sang Jenderal menatap tajam wajah Ayu. Dia semakin mendekatkan wajahnya. “Jangan mentang-mentang kau akan menjadi selir raja, bertindak seenaknya sendiri. Aku bisa saja membuangmu dan mengatakan jika kau melarikan diri. Dan kau tahu akibatnya, keluargamu akan tewas.”
Jenderal melepaskan tangannya, hingga Ayu terlempar ke dalam kereta. “Aku tidak akan melupakan apa yang kau katakan, Jenderal! Akan aku buat Sang Adipati memenggal kepalamu. Tunggulah saatnya tiba!” batin Ayu dengan amarahnya.
Sang Jenderal dengan keahlian pedangnya, menghabisi semua perampok yang menghadang mereka. Bahkan dia tidak mengenal rasa kasihan jika yang menyerangnya adalah remaja. Semua nyawa puluhan orang itu melayang. Salah satu pengawal segera berlari menunduk, memberikan kain hitam untuk membersihkan pedang Sang Jenderal yang masih terdapat cairan darah, setelah menyelesaikan pertarungannya.
“Ayo berangkat! Jangan membuat Adipati raja menunggu kita!” Dia berbicara dengan sangat lantang.
“Hiya ….” Kuda gagah hitam miliknya dengan sekali pukulan, melesat dengan kencang.
Kereta kencana akhirnya sampai di istana yang sangat megah. Kepala selir menyambutnya di depan gerbang. Dia adalah wanita tua dengan pakaian kebaya merah dan dandanan yang sangat tebal. Jalannya sangat anggun. Semua akan menunduk jika melewatinya, kecuali Ayu yang selalu mengangkat wajahnya dan melanggar semua aturan.
“Tundukkan kepalamu!” bentaknya dengan tatapan tajam ke arah Ayu.
“Untuk, apa?” Ayu membalas tatapan tajamnya.
Ayu mengangkat kepala, membalas tatapan wanita itu. Dia dan wanita itu kini saling memandang.“Aku adalah kepala selir di sini. Kau bukan siapapun. Bagaimana bisa, berani berbicara seperti itu kepadaku?!”Nada keras yang wanita itu keluarkan, tidak membuat Ayu takut sama sekali. Ayu malah semakin menatapnya dengan sangat berani.“Aku adalah wanita, sama denganmu. Apa perbedaan kita?” tanya Ayu santai. Dia sedikit memperlihatkan senyumannya.“Aku Sriwati. Panggil aku, Wati. Kau sangat cantik. Ayu Sekar, nama yang sangat bagus sesuai orangnya. Kau tegas. Kali ini aku memaafkanmu, Ayu. Tapi tidak untuk ke dua kalinya.” Kali ini Wati menjawab dengan sedikit menahan amarahnya kepada Ayu yang masih saja tidak takut.Wati mengarahkan bola mata ke arah pelayan yang akan membawa Ayu bergabung dengan selir lainnya di aula wanita. Aula khusus para wanita yang boleh tinggal di sana. Bahkan hanya Adipati dan Jenderal Iblis, d
Ayu perlahan mendekati wanita tua yang berada di dalam penjara bersama dirinya. Dia duduk di sebelahnya.“Siapa kau?” tanyanya.Wanita itu tidak langsung menjawabnya. Dia hanya tersenyum memandang Ayu yang sangat berantakan. Wanita itu menyingkirkan rambut Ayu yang menutupi wajahnya. Dia memandang Ayu dengan sangat serius. Jarinya, perlahan mengikuti pola wajah Ayu.“Apa yang kau lakukan?” tanya Ayu sekali lagi.Wanita itu menghela nafasnya. Dia menggeleng sambil tersenyum. “Kau akan bisa menjadi ratu. Aku mengira, kau pasti ke sini karena melakukan pemberontakan kepada mereka.”“Aku sangat ingin membalas semua orang. Aku membenci Adipati. Dia membawa semua gadis untuk melayaninya. Hanya dia. Lalu, bagaimana dengan masa depan mereka. Apakah mereka harus berada di sini sepanjang hidupnya hanya untuk Adipati? Aku akan merubah semua peraturan itu. Satu-satunya cara, aku harus menjadi ratu,” gerutu Ayu ke
Ayu masuk ke dalam kamarnya. Siti berlari mendekatinya. Sementara, Wati dengan beberapa pelayan wanita, berjalan cepat menyiapkan pemandian khusus.“Ayu, apa kau baik-baik saja?” tanya Siti sambil memutari tubuh Ayu dengan serius, menatapnya dari atas sampai bawah. Empat wanita lainnya yang sekamar dengan Ayu juga mendekatinya.“Ayu, apa kau tahu jika kau akan menampilkan bakatmu malam ini? Itu tandanya kau akan segera berada di dalam kamar sang Adipati. Tadi pagi ada surat yang mengharuskan kau tampil.”Ayu diam kaku terkejut mendengar Siti dengan sangat bersemangat bercerita. “Apa kau yakin dengan yang kau katakan?” Ayu tersenyum memandang semua wanita yang segera menganggukkan kepalanya saat mendengar dia bertanya dengan serius tentang apa yang di katakan Siti barusan.“Ayu, kau sangat cantik, dan pasti akan menjadi selir terbaik. Kami akan berada di pihakmu.” Siti semakin bersemangat, apa lagi akan sanga
Ayu berjalan dengan sangat cantik akan menuju ke kamar Adipati. Beberapa pengawal dan pelayan, serta Wati juga berjalan mengawalnya. Di dalam kamar. Adipati berdiri menghadap jendela kamarnya. Dia mencengkeram jubah yang menutupi dadanya.“Aku sangat bergetar. Tidak pernah aku merasa seperti ini.” ucapnya berusaha mengatur detakan jantungnya.Ayu telah sampai di depan pintu kamar Adipati. Dia terkejut melihat Jenderal berjaga di sana. Jenderal berjalan mendekati Ayu dan memutari tubuhnya sambil menatap setiap sudutnya.“Apa yang anda lakukan, Jenderal?, apakah aku tidak sesuai dengan kriteriamu?”Jenderal menghentikan langkahnya. Dia mengernyit. Tidak di sangkanya, Ayu bisa berkata demikian kepadanya. Satu-satunya wanita yang berani melakukan protes terhadap dirinya hanya dengan tidak setuju dengan sikap yang dia lakukan.“Aku tidak menyangka kau berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang sangat berani. Kali ini akan ak
Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap