Ayu mengangkat kepala, membalas tatapan wanita itu. Dia dan wanita itu kini saling memandang.
“Aku adalah kepala selir di sini. Kau bukan siapapun. Bagaimana bisa, berani berbicara seperti itu kepadaku?!”
Nada keras yang wanita itu keluarkan, tidak membuat Ayu takut sama sekali. Ayu malah semakin menatapnya dengan sangat berani.
“Aku adalah wanita, sama denganmu. Apa perbedaan kita?” tanya Ayu santai. Dia sedikit memperlihatkan senyumannya.
“Aku Sriwati. Panggil aku, Wati. Kau sangat cantik. Ayu Sekar, nama yang sangat bagus sesuai orangnya. Kau tegas. Kali ini aku memaafkanmu, Ayu. Tapi tidak untuk ke dua kalinya.” Kali ini Wati menjawab dengan sedikit menahan amarahnya kepada Ayu yang masih saja tidak takut.
Wati mengarahkan bola mata ke arah pelayan yang akan membawa Ayu bergabung dengan selir lainnya di aula wanita. Aula khusus para wanita yang boleh tinggal di sana. Bahkan hanya Adipati dan Jenderal Iblis, dengan beberapa pengawal terpilih yang bisa melewatinya.
“Jangan pegang aku! Kakiku bisa berjalan tanpa seseorang yang akan menggandengku!” protes Ayu tegas. Dia menampis semua tangan pelayan yang langsung menundukkan kepala. Wati menganggukkan kepalanya, memberi tanda agar pelayan membiarkan Ayu melakukan hal itu.
Masih dengan sangat angkuh, Ayu berjalan masuk ke dalam ruangan yang terdapat semua wanita cantik untuk siap bersaing, di dalam aula yang sangat luas dan megah, dengan beberapa kamar menurut level. Selir yang sudah terpilih menemani Adipati, mereka termasuk level atas, mendapat kamar yang sangat mewah dan bagus. Jika selir yang masih baru dan belum pernah mendapat giliran masuk ke kamar Adipati, termasuk level bawah. Namun, ada satu ruangan yang masih kosong, hanya untuk selir jika mendapatkan gelar selir kesayangan ketika menemani Adipati bermalam selama lebih dari dua hari.
“Kenapa ruangan itu kosong?” tanya Ayu kepada Wati yang masih saja meliriknya.
“Kau tidak akan bisa ke sana. Kau, perempuan pemberontak, dan Adipati tidak mau dengan wanita seperti itu,” jawab Wati dengan senyuman ejekan. Senyuman yang malah membuat Ayu semakin tertantang untuk memiliki kamar itu.
“Apakah kau yakin?” kata Ayu dengan mengangkat salah satu alisnya.
“Kamarmu di sana. Kau akan mandi dan bergabung dengan semua selir level bawah.” Wati melirik Ayu yang masih melihat lantai atas. Semua selir sudah bermalam dengan Adipati akan berada di lantai atas.
“Jika kau mau di sana, perbaiki sifatmu. Aku melihat dirimu memberontak, akan tidak baik bagimu,” bisik Wati membuat Ayu kembali menatapnya tajam.
Ayu masih saja memandang ke atas. Dia membenarkan kebaya merah yang agak sedikit berantakan di tubuhnya. Setelah puas memandang para selir level atas, Ayu berjalan mengikuti pelayan yang membawanya ke sebuah kamar, berisikan lima orang wanita. Ayu mendapatkan ranjang paling pojok. Namun, dia merasa lega karena bisa melihat luar istana dari jendela yang mengarah langsung ke taman kerajaan di sebelah ranjang yang akan dia tiduri.
“Hai, aku Siti. Kau?” Seorang gadis berambut coklat, tidak begitu tinggi, berjalan mendekati Ayu mengulurkan tangannya.
“Aku Ayu Sekar,” jawab Ayu membalas uluran tangan Siti.
“Kau baru datang?” tanya Siti sekali lagi sambil memandang Ayu yang membereskan semua baju di dalam kotak kayu berukir khas, bawaannya.
“Yah, lamaran itu tidak aku mengerti. Kita wanita di perlakukan seperti ini,” jawab Ayu sinis.
“Kau tahu, apa gosip terbaru?” ucapan Siti yang semakin membuat Ayu menarik perhatiannya. Dia ingin sekali mengetahui bagaimana keadaan istana dan membuatnya bisa mendapatkan giliran untuk mendekati Adipati dengan mudah.
Ayu menghentikan gerakannya seketika. Dia memandang Siti dengan serius.
“Kau bisa mengatakan sesuatu kepadaku?”
“Jadi, kau mau mendengarnya?” tanya Siti meyakinkan Ayu.
“Tentu saja.”
Ayu dengan serius menatap Siti yang semakin mendekat dan berbisik di telinganya, karena beberapa wanita di kamar itu, mengamati gerak-gerik mereka.
“Adipati, selalu saja membuat selir yang masuk ke dalam kamarnya keluar dengan menangis. Bahkan, ada yang bilang, dia tidak pernah melihat wajah selir jika melakukan hubungan. Punggung yang selalu di lihat Adipati. Jika selir yang masuk tidak sesuai dengannya, akan di pukul hingga lebam. Adipati tidak suka di sentuh dan di pandang. Aku tidak bisa membayangkan jika aku yang mendapat giliran ke dalam kamarnya.” Siti menggelengkan kepalanya sambil memejam. Dia sangat ketakutan.
Ayu hanya diam tidak mengatakan apapun kepada Siti. Dia melanjutkan menata semua pakaiannya dengan rapi, hingga Wati masuk ke dalam kamar, memanggil mereka semua.
“Plok, plok, plok!”
Sambil berdiri tegak dan mengangkat wajahnya, Wati menepuk tangan seperti biasa, yang menandakan calon selir untuk bersiap belajar kesopanan.
“Kalian, bersiaplah berkumpul di aula! Kita akan belajar menjadi selir yang di inginkan Adipati.”
“Bukankah, selama ini tidak ada yang cocok dengan Adipati? Apa yang bisa membuatmu yakin, Adipati bisa menerima salah satu dari kami? Lihatlah! Pengajaranmu tidak berhasil sama sekali. Tidak ada satu selir, pun yang menjadi istri sah Adipati Wiryo!”
Wati mengepalkan ke dua tangan, menatap Ayu karena penghinaan yang dia lontarkan kepadanya. “Kau, sangat banyak bicara!” bentaknya sambil mengulurkan jari yang berwarna merah karena ketebalan pewarna yang dia pakai, kepada Ayu. Wati berjalan cepat dan akan melayangkan tangannya ke pipi kanan Ayu, tapi suara lantang sang pengawal raja menghentikan segera.
“Raja Adipati Wiryo akan melewati ruangan. Semua menunduk!” hentakan beberapa pengawal yang semakin dekat, membuat semua selir segera keluar kamar berbaris di luar, menundukkan kepalanya menunggu Adipati melewati mereka.
Suara langkah kaki berat sudah semakin dekat. Ayu masih saja menundukkan kepala dan hanya bisa melihat jenis sepatu yang mereka pakai.
“Aku akan membuat Adipati memandangku,” batinnya.
Suara berat dari langkah kaki dengan memakai sepatu berwarna emas semakin cepat berjalan hingga melewati semua selir yang menunduk. Mereka masih saja sangat ketakutan dan menunduk hingga, “Adipati Wiryo, tunggu!”
Ayu berteriak memanggil nama Adipati dengan sangat lantang, membuatnya berhenti melangkah. Adipati diam, masih belum menolehkan pandangannya. Dia membenarkan jubahnya yang agak bergeser. Adipati perlahan membalikkan tubuh, menatap Ayu yang masih mengangkat wajahnya.
Perlahan, kakinya melangkah, sambil menatap tajam ke dua mata bulat hitam Ayu yang masih belum berkedip.
“Adipati Wiryo …”
Ayu sengaja menjatuhkan tubuhnya saat sang Adipati hanya berjarak satu senti dengannya. Dengan sigap, Adipati menangkapnya. Suara lembut Ayu saat memanggil namanya, membuat Adipati semakin menatap tajam.
Mereka saling memandang beberapa detik, hingga Adipati kembali tersadar dalam lamunannya. Tubuh Ayu perlahan di lepasnya, hingga dia kembali berdiri. Sedikit senyuman yang Ayu berikan, membuat Adipati melotot kepada Ayu.
Adipati kembali membalikkan tubuhnya, berjalan meninggalkan lorong aula. Sang Jenderal yang berada di sebelah Adipati, masih diam berdiri menatap Ayu yang juga membalas tatapannya. Tangan kekar Jenderal mengarah kepada Wati yang segera menghampirinya. Sang jenderal membisikkan sesuatu di telinga Wati sambil melirik tajam ke arah Ayu. Dia mencengkeram pedang, lalu berjalan memperlihatkan amarahnya.
Wati berjalan cepat menuju Ayu, menyeretnya hingga berada di ruang bawah tanah. Wati melempar tubuh Ayu masuk ke dalam penjara.
“Argh …,” teriak Ayu sambil tersungkur ke tanah.
“Kau akan bermalam di sini, sampai sang jenderal mengijinkanmu keluar. Aku sudah memperingatkanmu!”
Wati meninggalkan Ayu yang di penuhi amarah. Dia berdiri, menatap tajam di pintu yang sudah bergembok rapat.
“Aku tidak akan melupakan kejadian ini. Aku akan perlahan menghabisi kalian satu, per-sa-tu,” batinnya penuh dendam.
Ayu diam menahan nafas yang semakin sesak akibat udara dingin menusuk tubuhnya. Dia menahannya hingga mengeratkan ke dua tangan untuk menghangatkan tubuh yang mulai menggigil.
"Kau, wanita yang sangat kuat kelihatannya."
Suara seseorang mengejutkan dirinya. Ayu segera melihat wanita tua dengan rambut yang sudah sangat memutih, berada di pojok ruangan menutup tubuhnya dengan selimut yang sangat usang bercampur tanah.
"Siapa kau?" tanya Ayu penasaran sambil berjalan mendekatinya.
"Aku adalah mantan kepala selir di istana ini. Jika kau mau mengetahui informasi mengenai semua istana ini, akulah jawabannya."
Ayu tersenyum masih menatap wanita tua itu.
"Jadi kau bisa menolongku?" tanya Ayu.
"Aku bisa," jawabnya.
Ayu perlahan mendekati wanita tua yang berada di dalam penjara bersama dirinya. Dia duduk di sebelahnya.“Siapa kau?” tanyanya.Wanita itu tidak langsung menjawabnya. Dia hanya tersenyum memandang Ayu yang sangat berantakan. Wanita itu menyingkirkan rambut Ayu yang menutupi wajahnya. Dia memandang Ayu dengan sangat serius. Jarinya, perlahan mengikuti pola wajah Ayu.“Apa yang kau lakukan?” tanya Ayu sekali lagi.Wanita itu menghela nafasnya. Dia menggeleng sambil tersenyum. “Kau akan bisa menjadi ratu. Aku mengira, kau pasti ke sini karena melakukan pemberontakan kepada mereka.”“Aku sangat ingin membalas semua orang. Aku membenci Adipati. Dia membawa semua gadis untuk melayaninya. Hanya dia. Lalu, bagaimana dengan masa depan mereka. Apakah mereka harus berada di sini sepanjang hidupnya hanya untuk Adipati? Aku akan merubah semua peraturan itu. Satu-satunya cara, aku harus menjadi ratu,” gerutu Ayu ke
Ayu masuk ke dalam kamarnya. Siti berlari mendekatinya. Sementara, Wati dengan beberapa pelayan wanita, berjalan cepat menyiapkan pemandian khusus.“Ayu, apa kau baik-baik saja?” tanya Siti sambil memutari tubuh Ayu dengan serius, menatapnya dari atas sampai bawah. Empat wanita lainnya yang sekamar dengan Ayu juga mendekatinya.“Ayu, apa kau tahu jika kau akan menampilkan bakatmu malam ini? Itu tandanya kau akan segera berada di dalam kamar sang Adipati. Tadi pagi ada surat yang mengharuskan kau tampil.”Ayu diam kaku terkejut mendengar Siti dengan sangat bersemangat bercerita. “Apa kau yakin dengan yang kau katakan?” Ayu tersenyum memandang semua wanita yang segera menganggukkan kepalanya saat mendengar dia bertanya dengan serius tentang apa yang di katakan Siti barusan.“Ayu, kau sangat cantik, dan pasti akan menjadi selir terbaik. Kami akan berada di pihakmu.” Siti semakin bersemangat, apa lagi akan sanga
Ayu berjalan dengan sangat cantik akan menuju ke kamar Adipati. Beberapa pengawal dan pelayan, serta Wati juga berjalan mengawalnya. Di dalam kamar. Adipati berdiri menghadap jendela kamarnya. Dia mencengkeram jubah yang menutupi dadanya.“Aku sangat bergetar. Tidak pernah aku merasa seperti ini.” ucapnya berusaha mengatur detakan jantungnya.Ayu telah sampai di depan pintu kamar Adipati. Dia terkejut melihat Jenderal berjaga di sana. Jenderal berjalan mendekati Ayu dan memutari tubuhnya sambil menatap setiap sudutnya.“Apa yang anda lakukan, Jenderal?, apakah aku tidak sesuai dengan kriteriamu?”Jenderal menghentikan langkahnya. Dia mengernyit. Tidak di sangkanya, Ayu bisa berkata demikian kepadanya. Satu-satunya wanita yang berani melakukan protes terhadap dirinya hanya dengan tidak setuju dengan sikap yang dia lakukan.“Aku tidak menyangka kau berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang sangat berani. Kali ini akan ak
Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap
Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.“Aku sudah salah mengira dia lemah.”Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti