Ayu berjalan dengan sangat cantik akan menuju ke kamar Adipati. Beberapa pengawal dan pelayan, serta Wati juga berjalan mengawalnya. Di dalam kamar. Adipati berdiri menghadap jendela kamarnya. Dia mencengkeram jubah yang menutupi dadanya.
“Aku sangat bergetar. Tidak pernah aku merasa seperti ini.” ucapnya berusaha mengatur detakan jantungnya.
Ayu telah sampai di depan pintu kamar Adipati. Dia terkejut melihat Jenderal berjaga di sana. Jenderal berjalan mendekati Ayu dan memutari tubuhnya sambil menatap setiap sudutnya.
“Apa yang anda lakukan, Jenderal?, apakah aku tidak sesuai dengan kriteriamu?”
Jenderal menghentikan langkahnya. Dia mengernyit. Tidak di sangkanya, Ayu bisa berkata demikian kepadanya. Satu-satunya wanita yang berani melakukan protes terhadap dirinya hanya dengan tidak setuju dengan sikap yang dia lakukan.
“Aku tidak menyangka kau berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang sangat berani. Kali ini akan aku lepaskan.” ucapan pelan namun tegas dari mulut Jenderal sebelum membukakan pintu kamar Adipati.
“Ceklek.”
“Adipati, Ayu sudah ada di luar kamar anda.”
Adipati menarik nafasnya. Dia masih saja mengaturnya agar tidak terlihat lemah di hadapan mereka semua. “Bawalah masuk, dan kalian semua boleh pergi.” ucapnya masih memandang luar istana dari jendela.
Jenderal mengarahkan tangannya, membuat Wati menarik Ayu agar masuk ke dalam kamar Adipati. Semua orang menundukkan kepalanya, pergi dari kamar. Pengawal menutup pintu perlahan. Ayu berdiri di belakang Adipati yang masih diam menatap jendela. Dia tidak berkata apapun, masih berdiri tegak.
Adipati mulai sedikit menggerakkan ke dua tangannya yang terasa dingin akibat bergetar. Dia masih saja sangat penasaran dengan Ayu. Namun, dia tidak mau terlihat lemah di hadapannya.
“Siapa namamu?” tanyanya masih saja tidak berbalik menghadap Ayu.
“Bukankah anda sudah mengetahuinya. Jenderal sudah sangat keras memanggil namaku.”
Adipati mengernyit tidak percaya mendengar perkataan dari mulut Ayu. Akhirnya ada seorang wanita yang berani dengannya. Tubuh tegap, tinggi, kekar, serta atletis milik Adipati perlahan berbalik. Kini mereka saling berhadap-hadapan.
Ke dua mata mereka saling memandang. Adipati semakin bergetar melihat kecantikan yang terpancar dari dalam diri Ayu yang tidak pernah di lihatnya. Dia perlahan berjalan mendekati Ayu. Tangan kanan Adipati memegang dagu Ayu dan sedikit mengangkatnya. Bibir Ayu di sentuhnya dengan salah satu jarinya. Wajah mereka sekarang hanya berjarak satu senti.
Mata bulat hitam milik Adipati masih saja terus memandang wajah Ayu. Namun, perlahan Ayu menampis tangan Adipati, dengan sedikit memberikan sentuhan lembut di kulitnya. Dia membalikkan tubuhnya dengan cepat, berjalan menuju pintu kamar Adipati.
“Maafkan hamba Adipati. Hamba menolak.”
“Ceklek.”
Ayu membuka pintu kamar Adipati. “Jika anda menginginkanku, jemputlah hamba di kamar hamba. Wanita mahkluk paling lembut dan mereka membutuhkan hati untuk di cintai, bukan nafsu. Jemputlah, aku!"
Jenderal sangat terkejut melihat Ayu. Dia akan menarik Ayu kembali ke dalam, namun dia hentikan saat sang Adipati mengangkat tangan kanannya untuk membiarkan apa yang Ayu lakukan.
“Biarkan dia!” perintah Adipati.
Jenderal hanya diam menundukkan kepalanya. Dia masih tidak mengerti dengan perlakuan Adipati yang tidak seperti biasanya.
Dengan wajah yang masih terangkat angkuh, Ayu berjalan menyusuri lorong. Dia membuka pintu aula wanita. “Brak.”
Wati melotot melihatnya. “Apa yang dia lakukan?!” bentaknya.
Wati berjalan cepat menghampiri Ayu yang sekali lagi membuat keributan. Semua wanita di lantai atas berhamburan keluar melihat Ayu yang masih santai berjalan menuju kemarnya. Tidak kecuali wanita di lantai bawah yang saling berbisik tidak mengerti dengan kejadian yang mereka lihat.
“Ayu, aku bilang berhenti!” teriakan Wati yang akhirnya membuat Ayu menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamarnya.
“Aku menolaknya. Dia membiarkanku pergi.” jawaban Ayu yang mengejutkan semua wanita di aula. Wati menarik Ayu hingga masuk ke dalam kamarnya.
“Dia?, kau pikir siapa yang kau sebut?!” Wati menarik lengan Ayu yang segera cepat menampisnya.
“Jangan kau sentuh aku!” balas Ayu.
“Kau hanya sepuluh menit di dalam. Kau akan mengalami banyak masalah. Aku jamin itu.”
“Kita lihat saja nanti. Dan kau akan melihatnya. Aku hanya akan menerimanya, jika dia menjemputku ke sini. Jika tidak, aku tidak akan mau menemaninya.” jawaban santai Ayu semakin membuat Wati tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Wati berjalan keluar dari kamar Ayu. Dia sangat frustasi dengan apa yang Ayu lakukan. "Dia sudah akan sangat membuatku dalam masalah besar." gerutu Wati sambil memegang kepalanya.
Sementara, Adipati merasa tidak tenang semalaman di dalam kamarnya. Dia selalu saja membayangkan wajah Ayu yang semakin membuatnya terpana. Jenderal yang masih berjaga di dalam kamarnya, merasa resah dengan tingkah Adipati yang berubah seketika.
“Adipati, anda harus beristirahat. Besuk aka nada pertemuan dengan para pejabat tinggi.” Jenderal berusaha menenangkan Adipati yang masih saja meminum araknya hingga tidak tersisa.
“Dia sudah membuatku gila. Aku tidak bisa menghilangkan wajahnya dalam pikiranku.” jawaban Adipati yang membuat Jenderal semakin gelisah. Dia tidak mau melihat Adipati yang sangat perkasa dan di takuti banyak sekali kerajaan lain karena keberaniannya, menjadi lemah akibat wanita.
“Adipati, hamba akan membawa Ayu kembali ke kamar anda secepatnya.”
“Tidak!”
Jenderal tidak mengerti dengan apa yang di katakan Adipati. “Apa yang harus hamba lakukan untuk membuat anda bisa tenang?” tanyanya masih dengan menundukkan kepalanya.
“Kau tidak perlu melakukan apapun.” jawabnya masih dengan berdiri memikirkan perkataan Ayu sebelum meninggalkan kamarnya.
"Jemputlah, Aku!"
Waktu berjalan selama dua hari. Ayu masih saja menjadi bahan ejekan semua wanita terutama selir atas yang selalu menyindirnya jika dia adalah wanita yang paling singkat berada di dalam kamar Adipati, berarti dia adalah wanita paling buruk sepanjang masa. Namun, Ayu masih saja diam.
“Aku tahu. Kau pasti tidak bisa tenang memikirkanku, Adipati.” batin Ayu yang selalu tidak menghiraukan semua wanita yang bergosip tentangnya.
Wati selalu saja memarahi, dan memusuhi Ayu sejak kejadian kemaren. Bahkan semua teman sekamarnya, ikut memusuhinya kecuali Siti yang masih saja setia dengannya.
"Ayu, kau akan mendapat masalah besar. Tapi kau sangat santai. Apa kau merencanakan sesuatu?"
"Lihat saja nanti. Kau akan tahu. Mereka semua akan tunduk di hadapanku, termasuk Wati menyebalkan itu."
Siti semakin tersenyum, dan dia yakin jika Ayu pasti akan mengalami keberhasilan dari semua rencana yang dia lakukan.
Adipati di dalam kamarnya masih saja tidak mau melakukan kegiatan apapun. Dia menyerahkan semuanya kepada Jenderal yang menggantikan posisinya untuk menjalani semua pertemuan kerajaan. Adipati masih saja memikirkan perkataan Ayu yang saat itu membuatnya tidak tenang.
"Jemputlah aku! Apa dia sengaja akan memperlihatkan kepada semua wanita?" batin Adipati masih diam berdiri tegak menghadap jendelanya menatap halaman istana yang sangat luas.
Seorang wanita level atas tiba-tiba menyeret Ayu dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Kau. Terlalu sombong. Lihatlah sekarang. Kau bukan siapa-siapa."
"Hahaha....," semua wanita di aula tertawa melihat Ayu tersungkur di lantai.
Wati hanya melihatnya, dan tidak melerai mereka. Semua pelayan juga hanya diam menatap Ayu yang masih saja belum berdiri tersungkur di lantai akibat dorongan yang semakin kuat menyerangnya dengan tiba-tiba.
"Kalian akan mendapatkan balasannya, terutama dirimu!" teriak Ayu yang akhirnya berdiri sambil menunjukkan salah satu jarinya ke arah wanita yang membuatnya tersungkur.
"Aku akan selalu mengingat wajahmu." ucap Ayu pelan masih menatap semua wanita yang terlibat menyakitinya.
"Brak....!"
Semua mata terkejut melihat Adipati tiba-tiba masuk ke dalam aula wanita yang tidak pernah di lakukannya sama sekali. Semua wanita di dalamnya, termasuk Wati dan pelayan setianya, segera menundukkan kepalanya.
Ayu sambil berdiri, masih menatap Adipati yang berada di hadapannya diam berdiri tegak. Perlahan Adipati melangkah hingga mendekati Ayu.
"Aku sudah menjemputmu." bisiknya membuat Ayu tersenyum.
Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap
Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.“Aku sudah salah mengira dia lemah.”Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti
Jenderal Iblis tidak tahan dengan wajah Ayu yang sangat cantik. Dia menikmati bibir Ayu dengan sendirinya saat Ayu semakin mendekatkan wajahnya. “Mm ….”Ayu akhirya mendapatkan bibir sang Jenderal. Dia membiarkan bibir itu sedikit menikmati bibirnya dalam waktu beberapa detik hingga, “Jenderal, apa yang kau lakukan?” tanya Ayu berpura-pura terkejut.Jenderal itu melotot, mendorong tubuh Ayu hingga sedikit kesakitan. “Hah, kau menyakitiku. Apa salahku?”“Maafkan aku!” Jenderal segera melepaskan Ayu melangkah cepat akan meninggalkan kamarnya.“Rahasiakan ini!”Jenderal menghentikan langkahnya saat Ayu meneriakkan sesuatu yang menahan perhatiannya. “Aku mau merahasiakan ini. Aku tidak akan memberitahukan siapapun.” ucap Ayu sekali lagi menegaskan.“Lupakan kejadian ini! Aku tidak mau kita salah paham.”Jenderal masih saja berpaling. Dia tidak kemba
Ayu dengan lihainya masuk ke dalam aula khusus ibu Suri. Dia menarikan tarian merak yang sangat indah. Wati sangat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Bagaimana bisa dia muncul?” Wati terus membatin. Dia mencengkeram kebayanya. Perasaannya mulai resah.“Aku pasti akan mendapat masalah setelah ini. Rose, iya, dia pasti membantu Ayu melakukan ini. Dia adalah mantan kepala selir, dan aku melupakan itu.”Wati semakin melotot melihat Rose tersenyum sinis ke arahnya. Dia diam kaku sambil terus memandangnya. Rose berjalan menghampiri ibu Suri yang masih saja menikmati tarian Ayu. Namun, Intan adik sang Adipati, melirik Rose dengan mengernyit.“Ibu Suri, lama tidak bertemu hamba.” Rose menundukkan kepalanya masih dengan tersenyum. Dia terus memasang wajah cerianya.“Rose, kau semakin segar saja.” sapaan ibu Suri sambil mengamati Rose dari atas hingga bawah. Dia tidak percaya Rose bisa semakin bugar setelah kel
Ayu tersenyum sambil membayangkan Jenderal Iblis. Dia sudah melamunkan rencananya untuk segera mendekati sang Jenderal. Rose menatapnya sambil membelai pipi Ayu perlahan. “Kau akan merubah keadaan ini. Aku sangat yakin itu. Perlahan, tapi pasti. Itulah yang harus kau lakukan, Ayu.”“Perlahan, tapi pasti. Aku akan selalu mendengarkanmu, Rose. Aku sangat sedih melihat aula wanita. Aku ingin merubah segalanya. Mereka semua sangat menyedihkan. Mereka menghabiskan waktu hingga tua dan di keluarkan dari aula nantinya. Itu adalah kehidupan yang harus di rubah. Itu sangat mengerikan.”Rose semakin tersenyum. Dia memeluk Ayu dengan erat. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Ayu. “Kau selalu membuatku tenang Rose. Aku sangat beruntung bertemu denganmu.”“Aku akan menjagamu sampai kau bisa meraih itu semua.”Rose perlahan melepaskan pelukannya. Dia memandang Ayu dengan tajam. “Kau akan menghadapi salah sa