Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”
Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.
Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.
Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap
Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.“Aku sudah salah mengira dia lemah.”Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti
Jenderal Iblis tidak tahan dengan wajah Ayu yang sangat cantik. Dia menikmati bibir Ayu dengan sendirinya saat Ayu semakin mendekatkan wajahnya. “Mm ….”Ayu akhirya mendapatkan bibir sang Jenderal. Dia membiarkan bibir itu sedikit menikmati bibirnya dalam waktu beberapa detik hingga, “Jenderal, apa yang kau lakukan?” tanya Ayu berpura-pura terkejut.Jenderal itu melotot, mendorong tubuh Ayu hingga sedikit kesakitan. “Hah, kau menyakitiku. Apa salahku?”“Maafkan aku!” Jenderal segera melepaskan Ayu melangkah cepat akan meninggalkan kamarnya.“Rahasiakan ini!”Jenderal menghentikan langkahnya saat Ayu meneriakkan sesuatu yang menahan perhatiannya. “Aku mau merahasiakan ini. Aku tidak akan memberitahukan siapapun.” ucap Ayu sekali lagi menegaskan.“Lupakan kejadian ini! Aku tidak mau kita salah paham.”Jenderal masih saja berpaling. Dia tidak kemba
Ayu dengan lihainya masuk ke dalam aula khusus ibu Suri. Dia menarikan tarian merak yang sangat indah. Wati sangat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Bagaimana bisa dia muncul?” Wati terus membatin. Dia mencengkeram kebayanya. Perasaannya mulai resah.“Aku pasti akan mendapat masalah setelah ini. Rose, iya, dia pasti membantu Ayu melakukan ini. Dia adalah mantan kepala selir, dan aku melupakan itu.”Wati semakin melotot melihat Rose tersenyum sinis ke arahnya. Dia diam kaku sambil terus memandangnya. Rose berjalan menghampiri ibu Suri yang masih saja menikmati tarian Ayu. Namun, Intan adik sang Adipati, melirik Rose dengan mengernyit.“Ibu Suri, lama tidak bertemu hamba.” Rose menundukkan kepalanya masih dengan tersenyum. Dia terus memasang wajah cerianya.“Rose, kau semakin segar saja.” sapaan ibu Suri sambil mengamati Rose dari atas hingga bawah. Dia tidak percaya Rose bisa semakin bugar setelah kel
Ayu tersenyum sambil membayangkan Jenderal Iblis. Dia sudah melamunkan rencananya untuk segera mendekati sang Jenderal. Rose menatapnya sambil membelai pipi Ayu perlahan. “Kau akan merubah keadaan ini. Aku sangat yakin itu. Perlahan, tapi pasti. Itulah yang harus kau lakukan, Ayu.”“Perlahan, tapi pasti. Aku akan selalu mendengarkanmu, Rose. Aku sangat sedih melihat aula wanita. Aku ingin merubah segalanya. Mereka semua sangat menyedihkan. Mereka menghabiskan waktu hingga tua dan di keluarkan dari aula nantinya. Itu adalah kehidupan yang harus di rubah. Itu sangat mengerikan.”Rose semakin tersenyum. Dia memeluk Ayu dengan erat. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Ayu. “Kau selalu membuatku tenang Rose. Aku sangat beruntung bertemu denganmu.”“Aku akan menjagamu sampai kau bisa meraih itu semua.”Rose perlahan melepaskan pelukannya. Dia memandang Ayu dengan tajam. “Kau akan menghadapi salah sa
Matahari mulai bersinar. Perlahan, sinar ke emasannya, membuat semua atap rumah terlihat dengan jelas hingga sampai di istana yang sangat megah. Dari celah-celah jendela kamar Ayu, sinar itu menggelitik wajahnya hingga terbangun.“Rose, kenapa kau tidak membangunkan aku dengan cepat!” Ayu masih saja menguap. Dia mengusap ke dua matanya yang masih terasa sangat lengket.“Mana mungkin aku membangunkan wanita yang mendengkur saat tidur nyenyaknya.” Rose mulai menarik selimut Ayu.“Benarkah?” Ayu mengernyit sambil memandang Rose.“Yah, dengkuranmu sangat keras.” balas Rose sambil mempersiapkan semua keperluan Ayu.“Apakah aku juga mendengkur saat bermalam dengan Adipati?” tanyanya sendiri penasaran.“Tanyakan kepadanya nanti malam!” perkataan Rose yang membuatnya terkejut.“Dia pulang?” tanyanya sambil melotot ke arah Rose.“Kemungkinan hari i