Jenderal semakin mendekatkan wajahnya. Dia melirik bibir Ayu yang sedikit terbuka. Warnanya yang merah merekah, membuat Jenderal sudah tahan lagi. “Mmm ….”
Bibirnya mendarat di bibir Ayu. Perlahan, Ayu membalasnya. Ke dua bibir mereka akhirnya bersatu. Jenderal semakin mengeratkan pelukannya. Ayu memainkan bibirnya dengan baik. Sang Jendral terbuai hingga semakin menikmatinya. Permainan bibirnya agak semakin liar. Dia mulai perlahan memainkan tangannya. Sentuhan lembut dari tangan Jenderal, sedikit membuat Ayu terkejut, hingga bibirnya terdiam.
Ayu perlahan melepaskan bibirnya. Dia menatap Jenderal yang masih saja menderu. Kini, leher mulus Ayu menjadi sasaran bibir kuat Jenderal. Dia menarik Ayu hingga berada di bawah pohon. Ayu berdiri hingga tubuhnya menempel di sebuah pohon yang sangat besar dengan dedaunan lebat. Ke dua tangan kuat Jenderal berada di antara tubuhnya. Mereka saling memandang tajam. Perlahan, dagu Ayu di pegangnya. Jenderal dingin
Ayu bersama Adipati, masih saja bersenang-senang di dalam kamarnya. Jenderal Iblis merenung di ruangannya. Dia selalu saja memikirkan Ayu yang sudah menempati hatinya. Jenderal selama puluhan tahun tidak pernah mencintai wanita. Bahkan, meliriknya saja tidak. Hatinya hanya di penuhi amarah jika semua musuhnya menyerang. Apa lagi, dia yang selalu menjaga Adipati kemanapun berada.“Aku sudah salah. Aku tidak mungkin akan membuka hatiku untuknya,” batin Jenderal yang masih saja merenung dengan hatinya sendiri.Adipati kali ini benar-benar merasakan hatinya yang sangat lama hilang. Dia tidak pernah merasakan cinta dengan wanita siapapun. Adipati setiap hari hanya melakukan kegiatan istana yang mengharuskan dia memutuskan semua permasalahan yang ada di dalamnya.Adipati terus memandang Ayu di hadapannya. Jari jemarinya mengikuti pola wajah Ayu yang sangat cantik. Ayu memejamkan ke dua matanya, menikmati jari kuat yang perlahan membuatnya bergetar. “
Jenderal masih saja menatap Ayu. Dia kembali memegang pipi Ayu, dan sedikit mengelusnya. “Makan malam, berarti masalah untukmu. Kau akan mendapat masalah baru. Setiap selir yang mendapat undangan ibu Suri, selalu saja akan membuat Adipati marah.”Perkataan Jenderal yang membuat Ayu langsung mengernyit. Namun, dia berusaha terlihat santai. “Lindungi aku!” permintaan singkat dari Ayu yang membuat Jenderal menganggukkan kepalanya.“Kau, dalam perlindunganku.” Ciuman singkat Jenderal kembali dia berikan. Ayu menerimanya dengan senyumannya. Ayu berusaha membuat Jenderal sangat percaya jika dia menginginkan hatinya.Ayu kembali berjalan di belakang Jenderal. Dia masuk ke dalam aula wanita. Semua selir selalu menyambutnya, kecuali selir level atas. “Ayu, kau akan mendapat undangan ibu Suri. Semoga tidak akan ada hal apapun yang terjadi denganmu,” ucap salah satu selir yang mendukung Ayu, bersama dengan semua selir lainnya
Pintu ruangan dengan kayu jati yang sangat kokoh, di hiasi ukiran khas Jawa di setiap sudutnya, membuat pintu itu sangat indah. Ayu mulai melangkah masuk ketika pengawal membukanya. Adipati berdiri dengan tersenyum, segera mengulurkan tangannya. Dia sedikit menggeleng, mengagumi kecantikan Ayu. Bahkan Ibu Suri dan Intan, sangat terpana tidak berucap. Mereka hanya memandang dari atas sampai bawah di seluruh tubuh Ayu.“Seperti biasanya, wajahmu bagaikan sinar bulan yang menerangi indahnya dunia.” Pujian Adipati yang membuat Ayu semakin tersenyum. Namun, tidak dengan ibu Suri dan Intan, yang hanya diam meliriknya sinis, mendengar perkataan Adipati.Ayu duduk tepat di sebelah Adipati. Ibu Suri dan Intan berada di hadapannya. Meja bulat dengan kain merah sebagai penghias, membuatnya tampak sangat indah. Makanan lezat dan buah-buahan, tersaji dengan lengkap. Tidak lupa bunga mawar yang masih segar dengan aromanya yang khas, membuat ruangan semakin sempurna. Karp
"Aku ingin menikahinya, Ibu," kata Adipati masih dengan memandang Ayu yang terkejut hingga dia mengernyit.Lamaran Adipati saat itu juga, membuat seluruh orang yang berada di dalam ruangan serontak menarik nafas seketika. Ibu Suri segera menyikap selendangnya. Dia mengangkat wajahnya, berjalan mendekati Adipati yang masih saja menatap Ayu tiada henti.“Apa-apaan ini? Kau tidak bisa merubah peraturan istana yang sudah berjalan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan, ibumu ini menjalani proses yang sangat sulit untuk menjadi ratu di sini. Ibu harus menjalani selama tiga puluh hari lamanya. Ayahmu saat itu menahan hatinya, walaupun ingin sekali menikahi ibumu. Kau tidak akan aku ijinkan menikahi selir Ayu, kecuali dia menjalani peraturan yang seharusnya,” katanya tegas.Perkataan keras, bercampur wajah yang mengkerut akibat kemarahannya, ibu Suri membuat Adipati menatapnya tajam. Itu adalah pertama kalinya Adipati melakukan itu. Selama ini, Adipati
Mahkota dengan sangat indah sudah berada di kepala Ayu. Mahkota yang sama sekali tidak pernah ada selama ini. Mahkota calon ratu yang akan segera menjadi milik Ayu. Mahkota itu menjulang tinggi hingga Ayu merasa berat membawanya. Tapi seakan dia lupakan itu semua. Dia memejamkan ke dua matanya. Ayu menarik nafas perlahan, menghembuskan berirama. Keinginannya untuk mencapai puncak kurang selangkah. Mahkota impian semua selir sudah ada di hadapannya.“Sangat berat, persis dengan beban kehidupan yang akan aku lakukan,” batinnya.Senyuman perlahan mulai dia tunjukkan. Bibirnya melebar perlahan. Nafas yang penuh dengan getaran, dia segera atur dengan baik. Adipati di sebelahnya menatapnya dengan tersenyum tiada henti. Ayu yang sangat cantik, lebih terpancar kecantikannya, dengan mahkota indah bertaburan sembilan puluh sembilan berlian yang mengitarinya.“Kau sangat cantik, ratuku.”Adipati memeluknya dari belakang. Perlahan mengecup leh
Ayu datang , memasuki aula wanita. Sebelumnya, di dalam kamar Adipati, Ayu meminta ijin memakai mahkota dengan alasan agar tidak ada selir yang mengganggunya. Adipati tidak berbicara hanya terus menatap Ayu. Kali ini dia merasakan sesuatu yang sangat aneh di dalam tatapan Ayu. “Kau punya hati untukku?” tanyanya serius. Ke dua matanya menyorot tepat di bola mata Ayu yang diam seketika.“Siapa yang tidak memiliki hati untuk penguasa. Apakah hamba harus membukanya untuk orang lain?” jawaban Ayu yang senantiasa membuat Adipati yakin jika Ayu adalah wanita pujaan yang mencintainya. Dia berdiri dari duduknya. Adipati membuka kotak itu, tempat di mana mahkota khusus tersimpan. Dia dengan sangat hati-hati mengambilnya perlahan. Adipati memesannya khusus saat dia bertemu pejabat istana yang memiliki keahlian membuat mahkota jenis apapun.“Kau boleh memakainya jika memang perlu. Ini hanya mahkota sementara. Aku akan membuatkan mahkota yang sebenarny
Seorang pelayan wanita berada di depan pintu kamar Ayu. Siti mempersilahkannya masuk. Rose dengan cepat segera menghampiri pelayan itu yang masih saja menundukkan kepalanya.“Apa yang mau kau katakan?”Pelayan itu masih saja belum bersuara. Dia seperti bergemetar. Ayu mengernyit menatapnya. Dia akhirnya berdiri dan menghampirinya. “Jangan takut! Aku mau kau berbicara dengan sangat pelan,” kata Ayu sambil memegang pundaknya.Pelayan itu mulai perlahan mengangkat wajahnya yang sangat pucat. “Maafkan aku selir Ayu! Aku sudah lancang menuju kamar selir. Aku hanya tidak mau selir Ayu terkena masalah. Aku melihat wajah selir sangat tulus. Aku sudah berada di sini selama bertahun-tahun, dan aku baru mengetahui jika selir adalah sebenarnya wanita baik. Aku mendengar Wati akan merencanakan hal buruk kepada selir. Dia akan mencegah selir masuk ke kamar Adipati malam ini. Wati akan membuat selir Bunga yang akan bermalam di dalam kamar Adipati.
Ayu tergeletak dengan bersimpuh darah. Jenderal bersamaan dengan Adipati melompat menuju tubuh Ayu yang sudah tergeletak di lantai. Namun, Ayu masih saja tersadar karena hanya lengannya yang terkena.“Siapa yang melakukannya?!” teriakan Adipati sambil menghunus pedangnya tingi-tinggi. Dia melihat sekitar. Jenderal berlari menyusuri hutan yang berada di sekitar. Semua pengawal berpencar mencari pemanah yang sudah melakukan hal buruk kepada Ayu.Adipati kembali menatap Ayu yang merintih kesakitan. Dia melempar pedang yang di bawanya. Adipati mengangkat tubuh Ayu hingga di atas kuda. Wajah Ayu semakin pucat. Bibirnya membiru.“Hiya ….”Dengan hentakan tangan yang kuat, Adipati membuat kuda segera berlari kencang. Wajah Adipati di penuhi amarah melihat Ayu yang akhirnya pingsan dalam pelukannya. Adipati terus mengendarai kudanya dengan tangan satu. Sementara, tangan satunya memegang tubuh Ayu yang sudah tidak berdaya. Dia semaki