Share

Kembali Ke Rumah Abian

"Cuma beberapa hari aja, Bi," bujuk Inung.

Abian tak menyahut. Dia menatap Emily dengan pandangan yang tajam. Sementara Emily cuma bisa diam. Dia merasa dipaku dengan tatapan tajam itu.

Apakah yang ada dalam kepala laki-laki itu? Apakah yang dia pikirkan tentang aku? Pasti di matanya aku hanyalah seorang gadis bodoh yang cengeng. Yang meratap sedih karena kehilangan cinta. Tapi sesungguhnya bukan cinta yang membuatku terluka seperti ini. Tapi dikhianati oleh orang terkasihlah yang membuatku jatuh. Perasaan dikhianati itulah yang sungguh menyakitkan dan membuatku ingin lari dari kenyataan.

"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan, Emily?" Abian kembali melontarkan pertanyaan itu.

Emily pun menggeleng pelan. Pertanyaan itu memang seakan tak mempunyai jawaban. Sebab tak akan ada orang yang tahu kapan hatinya bisa kembali kuat setelah dihantam oleh pukulan yang sehebat itu?

"Saya bukannya jahat. Saya cuma nggak mau dapat teguran dari Pak RT atau bahkan digerebek warga dituduh yang macam-macam. Lalu nanti ujung-ujungnya saya dipaksa harus nikahin kamu," kata Abian lagi.

"Apa salahnya sekalian lo nikahin, Bi?" sambar Adam asal bicara.

"Ah, gila lo, Dam," sahut Abian pelan. "Lagi pula bukan selera gue cewek cengeng begini," lanjutnya tanpa basa-basi.

Emily ingin protes. Ingin marah dengan kata-kata Abian itu. Seenaknya saja mulutnya berucap tanpa menjaga perasaanku sama sekali, bisik hati Emily kesal. Lagi pula siapa yang mau menikah dengan dia? Aku hanya butuh tempat untuk bersembunyi. Tempat dimana aku bisa lari dari hidupku yang lalu. Menghilang tanpa jejak sampai hati ini kembali kuat. Sungguh aku pun tak kan sanggup bersuamikan laki-laki bermulut ketus seperti dia.

"Saya cuma butuh tempat untuk sembunyi. Bukannya ingin mencari suami," kata Emily akhirnya.

Abian pun menoleh dan kembali memusatkan tatapannya pada Emily.

"Kamu emang belum siap untuk jadi istri. Kamu masih cengeng dan belum bisa berpikir secara dewasa," sahut Abian kembali menusuk.

Emily diam. Dia ingat, dia butuh pertolongan dari Abian. Jadi tak perlu mendebatnya. Biarkan saja dia bicara apa yang dia mau. Yang penting dia mau berbaik hati mengizinkannya untuk tinggal.

"Jadi gimana, Bi?" tanya Inung setelah sekian lama menunggu jawaban.

Abian menghela napas panjang. Sepertinya dia berat untuk menjawab. Tapi kemudian terdengar juga jawaban darinya.

"Tapi nggak lebih dari seminggu. Cukup, kan?"

Inung melirik sekilas pada Emily. Lalu dia menatap pada Abian dan mengangguk. "Oke, Bi, seminggu," katanya tersenyum.

"Tapi kita harus lapor RT dulu biar nggak ada masalah nanti," kata Abian lagi.

"Kita bilang Emily siapa sama Pak RT?" Inung bertanya lagi. 

"Bilang aja dia teman lo, Nung. Lagi butuh tumpangan untuk sementara. Dan lo nggak bisa tampung dia di rumah lo karena nggak ada kamar lagi. Kamar lo yang satunya lo jadiin gudang, kan?"

Inung pun menoleh pada Emily. "Kamu setuju, kan? Sepertinya itu alasan yang terbaik," tanyanya.

Emily mengangguk. "Ya, Mbak Inung," sahutnya setuju. Rasanya itu memang alasan yang terbaik yang bisa mereka berikan nanti.

Sebetulnya satu minggu tak kan cukup untuk menyembuhkan luka. Tapi tak apa. Berharap saja keajaiban itu datang memberiku kekuatan. Sebab aku tak bisa menuntut pertolongan yang lebih dari ini. 

Akhirnya malam itu mereka bertiga datang menemui Pak RT, selepas Abian menutup tokonya. Pukul delapan, mereka mengetuk rumah Pak RT yang tampak sepi. Tapi dari dalam terdengar suara televisi yang menyala. Itu berarti rumah itu tak kosong. 

Sekali lagi Abian mengetuk pintu dan mengucap salam. Kemudian terdengar suara seorang perempuan menyahut dari dalam. Dan tak lama seraut wajah perempuan paruhbaya pun muncul dan menyambut mereka dengan senyuman dan tatapan mata yang sedikit bingung. Mungkin karena ini adalah kali pertama Abian datang menemui suaminya yang menjabat sebagai ketua RT di sana. Apa lagi Abian datang bersama dengan seorang gadis cantik yang tidak dikenalnya.

Siapakah gadis itu? Dari pandangan matanya seolah dia mengatakan itu. Sebab sorot matanya tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya itu. Sementara bibirnya terus dipaksakan untuk mengurai sebuah senyuman ramah untuk ketiga tamunya itu.

Perempuan itu pun mempersilakan ketiga tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamunya yang tak lebih besar dari ruang tamu di rumah Abian. Lalu kemudian dia bergegas masuk ke dalam untuk memanggil suaminya. Tak lama dia kembali bersama seorang laki-laki yang mengenakan kopiah dan sarung. Sepertinya laki-laki itu baru selesai mengerjakan shalat.

Dialah Pak RT Karim, yang baru beberapa bulan menjabat sebagai ketua RT di lingkungan mereka. Orangnya ramah dan karismatik. Dia duduk dihadapan ketiga tamunya itu dengan sebuah senyuman ramah. Tatapan matanya pun terlihat ramah. Tidak penuh selidik dan tanda tanya seperti istrinya tadi.

"Ada keperluan apakah?" Pak RT Karim bertanya dengan sikap yang sopan.

Abian pun langsung menjelaskan apa maksud tujuannya datang ke sana malam itu. Dia ingin melapor tentang kedatangan Emily sebagai teman Inung sekaligus ingin meminta izin karena Emily akan menginap selama satu minggu di rumahnya. Dan Abian pun menjelaskan kalau dia akan tinggal di rumah Inung selama Emily berada di rumahnya nanti.

Pak RT Karim pun mengangguk mengerti. Lalu dia berpaling pada Emily, tersenyum ramah sambil berkata, "Maaf, boleh saya lihat KTP-nya?"

Emily menoleh pada Inung dengan gugup. Sebab dia pergi tak membawa identitas apa pun. Hanya selembar baju yang melekat di badan.

"Oh, maaf, Pak Karim. Tapi teman saya ini pergi dari rumah tidak membawa KTP serta identitas lainnya. Maklumlah dia bertengkar dengan orangtuanya," kata Inung sedikit berbohong.

Pak RT Karim pun mengangguk seolah bisa memaklumi. "Jadi bertengkar dengan orangtua dan kabur dari rumah?"

Inung mengangguk.

"Jadi akan tinggal di rumah Abian selama satu minggu?"

"Ya, Pak Karim. Saya yang akan menemani Emily di rumah Abian nanti. Sedang Abian akan tinggal di rumah saya. Karena rasanya tidak pantas kalau Emily satu atap dengan Abian. Bisa jadi fitnah nanti," sahut Inung segera.

"Ya, ya. Bujang dan gadis tinggal satu atap? Harus panggil penghulu dulu," kata RT Karim sedikit berkelakar.

Inung pun tertawa sementara Abian dan Emily tersenyum kikuk mendengar kelakar RT Karim itu. Dan setelah itu, sedikit perbincangan basa-basi terjadi di antara mereka. Tapi Emily hanya jadi pendengar. Begitu pun Abian yang hanya sesekali saja menyela. Hanya Inung yang aktif meladeni kata-kata atau pun canda RT Karim. Dia memang lebih bawel jika dibandingkan dengan Abian.

Sepuluh menit kemudian mereka pun pamit pulang. Mereka langsung menuju rumah Abian.

"Kamu tahu? Kalau bukan karena kasihan sama kamu, saya nggak akan mau melakukan semua ini," kata Abian dengan wajah dingin pada Emily ketika mereka telah berada di rumah Abian.

"Ya, Mas Abi. Terima kasih karena telah menolong saya," sahut Emily pelan.

"Sekarang kamu tinggal baik-baik di rumah saya. Tenangkan hati kamu dan jangan berpikiran yang macam-macam. Saya nggak mau kalau kamu sampai stres nanti." Lagi-lagi Abian berkata dengan kalimat yang sedikit tajam menusuk hati.

Emily pun cuma diam memandang laki-laki penolongnya itu. Sepertinya dia mulai terbiasa dengan lidah tajam Abian. Biarkan saja. Mungkin memang sebaiknya tak dimasukan ke dalam hati agar tak menyakitkan. Yang penting Abian sudah berbaik hati mau menolongnya. Bahkan hingga dua kali mau memberikan tempat untuknya.

"Kalau Abian bicara, jangan dimasukan ke hati, ya. Abian kalau bicara memang suka ketus. Tapi hatinya baik," bisik Inung pada Emily.

Emily pun mengangguk dan tersenyum. Ya, aku tahu laki-laki ini memang berhati baik.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Angel Gusi
keren ,next up tor
goodnovel comment avatar
Dwi Pudjiwanti
thx..dah up date...semangat..lanjut..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status