Share

Franz Jadi Penculik

Di kediaman Darma, Darma sedang duduk dikursi kebesarannya bak seorang raja. Tiba-tiba rasa santainya dikejutkan dengan laporan anak buahnya.

"Tuan Darma, saya telah menyelidiki Franz ternyata dia menyamar menjadi Ali." suara anak buah Darma pelan. Ia berposisi berjongkok dan menunduk hormat.

"Berita yang membosankan sudah sana pergi!" teriak Darma menggelegar membuat seisi rumah mendengarnya.

"Tuan, saya belum selesai bicara." ucap anak buah Darma dengan keringat dingin di tubuhnya.

"Katakanlah!" teriak Darma dengan intonasi yang lebih kuat dari sebelumnya. Membuat anak buah Darma bernyali ciut. Ia hanya terdiam karena merasakan ketakutan.

"Katakan!" suara Darma semakin kuat, ia seperti singa yang ingin menerkam rusa.

"Anak Tuan yang bernama Franz menculik putri Menir rival abadi Tuan," suara gugup, ia bahkan tak berani melihat Tuannya.

"Apa! Franz jadi penculik?" tanya Darma sambil bangkit dari kursi kebesaraannya. Mungkin inilah berita terbaik untuk Darma sehingga ia mau berdiri dari kursi kebesaraannya.

"Iya betul Tuan," suara pelan anak buah Darma.

"Hahaha," tawa iblis Darma memenuhi ruangan, suasana marah seketika berubah menjadi suasana senang dihati Darma.

"Anak itu ternyata sudah tahu cara menjadi jahat. Mengapa tidak dari dulu aku usir dia dari rumah? Berarti kata-kataku benar, dunia memang kejam. Mungkin Franz sudah merasakan kejamnya dunia," Darma tersenyum puas ternyata dunia telah membuat Franz menjadi jahat. Padahal sebenarnya Franz tak menculik tapi justru dia yang diculik. Inilah babak baru kesalahpahaman.

"Sudah sana pergi, gajimu akan saya tambah 5 kali lipat. Hahaha," tawa iblis Darma dan melambaikan tangan.

Karena merasa senang, ia menemui istrinya di dapur. Walaupun Ayunda sudah sangat kaya raya tapi ia tetap harus memasak untuk suaminya. Ini bukan tanpa alasan karena suaminya memang menyukai masakan Ayunda, bukan hanya itu saja Darma banyak dibenci oleh banyak orang hal ini pernah terjadi percobaan pembunuhan yang dilakukan pelayan Darma pada dirinya. Semenjak hari itu, Ayunda lah yang bertugas untuk memasak dan menyediakan minuman untuk Darma sang mafia yang merupakan rival abadi Menir.

"Sayang ada berita bagus," tersenyum memekuk istrinya dari belakang.

"Apa?" mematikan kompor karena ia sudah selesai masak. Kemudian Ayunda berbalik.

"Anak sulung kita telah berubah menjadi jahat. Bukankah itu kabar baik dan menggembirakan?" tanya Darma dengan sorot mata penuh bahagia.

Nak, ibu tak percaya kamu berubah jadi jahat. Bukankah kamu anak Ibu yang paling baik? Batin Ayunda yang menolak kata-kata Darma suaminya.

"Itu sangat menggembirakan, aku senang akhirnya anakmu menjadi orang yang kau impikan," Kilah Ayunda agar Darma mau mengakui putranya.

"Putraku sama seperti diriku, ia hanya manja dirumah, itu yang menyebabkan ia menjadi baik. Sekarang tidak sia-sia rasanya aku mengusirnya dari rumah. Dia benar-benar belajar jadi jahat." tersenyum bahagia, sosok iblis yang dikenal banyak orang kini tersenyum manis dihadapan istrinya.

"Sayang suruh anak kita pulang!" mata Ayunda berbinar. Ia benar-benar rindu anak pertamanya.

"Sabar Sayang, Franz masih melakukan kejatannya. Jangan disuruh pulang dulu," ucap Darma tersenyum.

"Mengapa kamu sangat bahagia?" tanya Ayunda sedih karena permintaannya dapat penolakan.

"Karena anak Menir ada digenggaman kita, sekarang aku lah yang menjadi penguasa satu-satunya. Rival abadiku sekarang ditimpa musibah. Apakah ini tidak membuatku bahagia?" tanya Darma dengan sorot mata menyeramkan.

"Tentu saja, itu membuatmu senang." menjawab takut, ia harus menyetujuin perkataan Darma karena ia tahu sendiri siapa suaminya itu.

"Aku akan mengadakan pesta besar," tersenyum dan berlalu pergi.

***

Ali!" teriak Dilah memanggil Franz.

"Apa Nona?" menunduk hormat.

"Aku lapar," ucap Dilah tanpa ragu, ia memegangi perutnya karena lapar.

"Persediaan di rumah ini sudah habis," ucap Franz dengan suara lembut.

"Aku ada ide agar kita bisa makan," tersenyum misterius sambil membisikkan sesuatu di telinga Franz.

Dilah dan Franz menaiki mobil mereka mencari sesuatu agar bisa makan malam ini. Mereka tidak punya uang untuk makan kali ini.

"Ali ada pesta!" teriak Dilah girang.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Franz mengerutkan dahi

"Kita kesana dan makan," tersenyum manis menjawab pertanyaan Franz.

"Ini salah Nona, kita tidak diundang," ucap Franz takut, pria bernama Franz ini sangat takut sekali dengan dosa.

"Kamu mau makan tidak, kalau mau kelaparan malam ini ya sudah," ucap Dilah kesal, ia melipat tangannya dan mengerutkan bibirnya.

"Baiklah, aku menurut apa yang kau katakan." ucap Franz canggung.

"Ayo turun!" Dilah menarik tangan Franz agar turun dari mobil.

Setelah turun dari mobil mereka langsung ke pesta tersebut. Dilah melihat pakaian yang melekat ditubuh Franz yang kurang bagus untuk menghadiri pesta. Dilah terus berpikir bagaimana agar orang percaya bahwa mereka diundang. Dilah melihat seorang laki-laki sedang mabuk berat entah siapa itu ia mengambil jas yang melekat ditubuhnya dan meninggalkan pria yang mabuk tersebut.

"Ini Ali pakai jas!" ucap Dilah sambil memberikan jas pada Franz.

"Baiklah," tersenyum dan memakai jas.

"Ini sisir dulu rambutmu agar tampak rapi," saran Dilah.

"Baik," Franz menyisir rambut dan berkaca pada mobil.

Setelah mereka terlihat rapi dan seperti tamu undangan mereka masuk ke pesta tersebut.

"Kalian ini siapa?" tanya pemilik pesta.

"Kami saudara jauh yang datang, ini suamiku Ali," tersenyum manis sambil menggandeng Franz mesra.

"Suami?" tanya Franz pelan sambil mengerutkan dahinya.

"Huss!" suara pelan Dilah sambil menunjukkan wajah juteknya.

"Oh saudara jauh, mungkin kami belum pernah melikat kalian. Ya sudah silahkan masuk!" mereka mempersilahkan masuk Franz dan Dilah.

Mereka langsung mengambil hidangan yang banyak untuk mengisi perut yang sudah kelaparan sejak tadi. Mereka makan dengan elegant, dan terlihat mesra agar tipuan mereka tak ketahuan.

"Baguskan ideku?" tanya Dilah sambil memakan hidangan pesta.

"Iya Nona, tapi kita tak membawa kado atau hadiah apapun," tunduk Franz takut.

"Sudah tenang saja," tersenyum manis

Setelah puas makan dan perut kenyang mereka sempat-sempatnya berfoto dengan penggantin tersebut.

"Kami boleh ikutan foto?" tanya Dilah tersenyum.

"Boleh," senyum pengantin wanita.

"Nona kita sudah numpang makan apa tidak tahu malu kita ikutan berfoto dengan mereka?" bisik Franz takut.

"Diamlah Ali, kita lagi berperan sebagai suami istri lagi pula mereka tidak keberatan." suara pelan Dilah yang geram melihat Franz yang terus takut.

Cekrek! Cekrek! Cekrek

Franz dan Dilah bergaya di depan kamera bersama pengantin yang tengah berbahagia. Franz saat berfoto terlihat canggung tapi Dilah terus menyenggolnya agar mau menurut akhirnya ia tersenyum terpaksa.

Setelah berfoto dengan pengantin mereka langung pulang ke rumah tanpa singgah kemana pun.

***

Pesta selesai digelar, sepasang suami istri dan orang tua mereka melihat album foto mereka.

"Ibu ini siapa?" tanya Gina wanita yang menikah. Menunjuk wajah Franz dan Dilah.

"Tidak tahu mungkin saudara atau krabat suamimu," tersenyum menjawab.

"Mas, mereka ini siapa?" tanya Gina yang bingung dan masih menunjuk wajah Franz dan Dilah.

"Mas juga tidak tahu Gina mungkin saudara jauh." tersenyum lembut.

"Oh.. Mungkin saja," tersenyum manis di depan suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status