Share

Tebusan 100 Juta

Menir mendatangi kediaman calon menantunya. Ia tergesa-gesa membawa berita buruk tentang tebusan 100 juta.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" suara Reno mencekam.

"Ini Bapak Reno," suara Menir lesu ia takut sekali akan terjadi sesuatu pada Dilah anak semata wayangnya.

"Ada apa?" tanya Reno dingin.

"Penculik meminta 100 juta sebagai uang tebusan." ucap Menir ketakutan.

"Apa?" teriak Reno dan melempar secangkir kopi yang barusan ia minum kesembarang arah.

"Iya Reno, penculiknya sangat berani." ucap Menir gemetaran.

"Sebenarnya ingin sekali kau kubunuh Menir. Tapi karena rasa cintaku pada Dilah membuatku mengurungkan niatku. Ini semua karena dirimu Menir, seandainya saja kau memberi gaji dan pesagon pada pemuda itu pasti semua ini tak akan terjadi." suara Reno berteriak pada Menir. Tanpa rasa sopan ia berkata sekeras itu pada orang tua yang seharusnya dihormati.

"Maafkan saya Nak Reno, saya akan membawa putriku untukmu." suara Menir terdengar sedih. Hatinya benar-benar tersayat.

"Cih, kata-kata menjijikanmu itu membuatku sakit kepala. Lebih baik cepat cari solusinya?" teriak Reno sambil memukul meja didepannya.

"Saya punya ide Nak Reno, Nak Reno kan punya pabrik percetakan uang palsu. Akan lebih baik kita bayar tebusan dengan uang palsu." senyum misterius Menir sambil menggosok kedua tangannya.

"Wah... Pak Tua Menir kau sangat pintar sekali. Tidak salah kau akan menjadi mertuaku." senyum iblis Reno.

Sebentar lagi kau akan jadi milikku Dilah Sayang. Aku yakin pemuda itu tak akan menyentuhmu. Yang ia butuhkan adalah uang. Tawa jahat Reno terdengar.

Reno dan Menir menyiasati strategi untuk membodohi penculik Dilah. Menir mengirim pesan kepada Ali (Franz) agar bertemu dengannya esok hari. Mereka bersedia bertemu di desa F.

"Setelah memberikan uang palsu ini. Aku akan menghabisinya. Enak saja dia menculik sayangku dihari pernikahan kami." tawa jahat Reno mengudara.

"Iya Nak Reno kalau perlu buat dia menderita." ucap Menir tambah memprovokasi Reno.

Reno menyiapkan pasukan untuk mengalahkan Ali (Franz) besok. Reno tersenyum puas setelah rencananya matang dan akan dialokasikan besok.

Reno mendatangi tempat hiburan malam dan berpesta serta berpoya-poya. Inilah fakta selanjutnya tentang Reno. Ia begitu kejam dan suka berpoya-poya.

"Hei Reno tak ingin mencicipi wanita di sini?" tanya Tito sambil meneguk minuman beralkohol.

"Tentu saja. Seorang Reno tak mungkin tak bersenang-senang dengan wanita di sini." tawa Reno yang tak beraturan karena pengaruh minuman beralkohol.

"Baiklah jagoan, bersenang-senanglah," ucap Tito, Tito langsung merangul seorang wanita cantik dan mereka menuju kamar sedangkan Reno  memilih wanita cantik yang menggaihrahkan menurutnya.

"Aku pilih kamu," sambil mencolek tubuh wanita tersebut.

"Tarifku mahal loh," ujar wanita tersebut sambil membasahi bibirnya.

"Aku akan membayarnya. Buatlah aku senang malam ini." tersenyum dan tangannya mulai kesembarang arah.

"Kamar yuk biar tak ada yang melihat." ucap wanita seksi dan menggoda.

"Oke," tersenyum dan masuk ke kamar.

Pria seperti Reno memang tidak pantas untuk wanita manapun. Selain ia kejam dan tak punya hati. Ia juga sangat senang melakukan dosa besar bersama wanita-wanita yang bukan muhrimnya.

Pagi hari Reno keluar dari tempat hiburan malam. Sudah saatnya ia bertemu dengan penculik tersebut. Sudah tidak sabar rasanya ingin menusuk dan merobek tubuh penculik tersebut. Reno berjalan angkuh dan berkumpul di markas.

Franz menunjukkan pesan singkat dari Menir pada Dilah. Ia merasa sedih harus menghantarkan Dilah pada ayahnya. Seiring berjalannya waktu, Franz mulai menaruh hati pada putri Menir. Franz sedikit menitihkan air mata kemudian menyekanya dan tersenyum. Mungkin Dilah sudah saatnya kembali tak mungkin ia berduaan dengan wanita yang bukan muhrimnya terus-menerus.

"Nona, ini pesan singkat dari ayahmu." ucap Franz dengan nada sedih.

"Bisakah kita mengulur waktu, besok saja untuk menggembalikanku. Aku ingin membuat kenangan indah bersamamu." ujar Dilah tersenyum walaupun ia belum merasakan perasaan apapun pada Franz tapi ia merupakan wanita baik akan tetapi agak sedikit angkuh.

"Baiklah," ucap Franz kemudian ia mengetik pesan singkat di ponselnya.

"Kurang ajar! Bisa-bisa penculik itu mengulur waktu." kesal Menir, wajah Menir sudah merah padam ingin marah.

Akhirnya negoisasi pun terjadi, Reno dan Menir setuju jika Dilah dikembalikan besok mengingat Franz terus mengancam dan Reno masih dalam keadaan malas. Karena lelah melayani nafsunya semalam.

***

Dilah dan Franz keluar rumah dan berjalan-jalan untuk menghabiskan waktu berdua sebelum akhirnya berpisah besok.

"Nona, apa tidak apa-apa kau pulang besok. Aku sangat menghawatirkanmu." ucap Franz sedih, ia ingin berlama-lama dengan Dilah. Karena ada benih cinta yang tumbuh dihatinya.

"Tenang saja! Aku akan kabur nanti setelah kembali ke rumah. Yang terpenting kau mendapatkan uang itu dan buatlah bisnis besar untuk mengalahkan ayahmu," senyum Dilah agar Franz tak khawatir padanya.

"Iya Nona, itulah tekatku untuk membuktikan ke ayahku." ucap Franz penuh kobaran semangat.

"Siapakah ayahmu itu dan mereka tinggal dimana?" tanya Dilah penasaran.

"Nona tak perlu tahu," tersenyum menggaruk kepala walaupun tak gatal.

"Iya sudah," kesal Dilah dan mengerutkan bibirnya.

Maafkan aku Nona, aku tak ingin kau tahu siapa aku sebenarnya. Batin Franz.

"Ali aku lapar,' ucap Dilah sambil memegang perutnya.

"Lapar ya?" Franz ke sungai yang mengalir tenang dan terdapat anak-anak yang memancing ikan.

"Bisa pinjam pancingan dan umpan?" tanya Franz tersenyum ramah anak tersebut menganggukkan dan memberi pancingan beserta umpan.

Franz melambaikan tangan agar Dilah mendekatinya. Dilah pun mendekati Franz dan duduk disampingnya.

"Kita pancing ikan agar kita bisa makan," Franz melempar mata pancingannya dan mulai memancing.

"Semoga dapat banyak ikan. Aamiin," gumam Dilah berdoa dan ditanggapi senyum oleh Franz sambil berdoa dalam lubuk hatinya.

Benar saja doa Franz dan Dilah dikabulkan mereka mendapakan banyak ikan hingga 7 kilo. Mereka menjual ikan tersebut untuk membeli beras, bumbu, dan menyisakan ikan untuk lauk mereka.

Mereka pulang ke rumah dengan perasaan senang. Franz dan Dilah mulai memanggang ikan dan memasak nasi. Kemudian mereka makan dengan lahap. Sekarang Dilah mulai terbiasa makan makanan sederhana semenjak ia diculik eh maksudnya menculik Franz.

"Ali, terima kasih atas segalanya telah menyelamatkanku dari pernikahan yang paling aku benci." ungkap Dilah kemudian ia mengambil air putih.

"Sama-sama, tapi sebenarnya Nona lah yang menyelamatkan diriku yang hampir terbunuh." senyum Franz melihat Dilah yang duduk disampingnya.

"Nona, jika kau kembali pada ayahmu. Pasti kau akan menikah dengan calon suamimu." ucap Franz khawatir.

"Aku tidak bodoh, pagi-pagi sekali aku sudah merencanakan sesuatu untuk kabur setelah ayah tersenyum memandangku dan hendak mengadakan pernikahanku yang tertunda." senyum Dilah angkuh.

"Mau kabur kemana?" tanya Franz yang sangat ingin tahu rencana Dilah.

"Ke hatimu," ucap Dilah pura-pura serius.

"Benarkah?" berbinar mengangap itu gombal.

"ya ke suatu tempatlah." senyum Dilah meledek.

"Pelit sekali kau memberi tahuku," ujar Franz kesal.

"Nanti setelah aku berhasil kabur dan rencana berjalan lancar aku akan menghubungimu," ucap Dilah sambil menarik hidung Franz yang mancung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status