"Eh suka Bu, suka sekali, bahkan saking sukanya saya sering juga merawat kuda-kuda milik Paman Adhinata dan para murid-muridnya.""Oh iya ..? Kalau begitu rawat juga dong kuda-kuda milik Ibu .. dan sekalian kalo misalnya kamu ingin mendirikan perguruan silat di sini Ibu juga mendukung.""Tidak Bu, Santana tidak ingin mendirikan perguruan silat, karena menurut saya dari pada mendirikan perguruan silat baru mendingan saya ikut membesarkan perguruan milik Paman Adhinata saja yang memang sudah memiliki banyak murid," jawab Santana beralasan, padahal alasan sebenarnya itu karena sampai saat ini Santana masih belum menemukan sosok yang mampu untuk menerima ilmu kesaktian yang ia miliki."Kok gitu Santana? Kamu kurang percaya diri ya ..?" tanya Putri Nirmala Sari menggoda."Mmm begitulah, tapi gini-gini kan berani melawan Raja Arya Dipasena," balas Santana dengan pedenya."Hehehe iya deh .. Ibu percaya .. jadi beneran kamu ini ada rencana balik lagi ke hutan Barong?" tanya Putri Nirmala dan
"Benar Gusti Pangeran ... akan hamba perkenalkan mereka satu persatu .." mulailah Adhinata memperkenalkan ketujuh pendekar itu dengan menyebutkan namanya asal-muasalnya hingga keahlian yang mereka miliki, dan betapa kagumnya Pangeran Santana begitu mendengarkan penjelasan dari Adhinata, karena ternyata para pendekar yang berjumlah tuju itu tidak cuma ahli dalam urusan kesaktian saja akan tetapi mereka juga memiliki kemampuan dalam urusan tata negara, mulai dari masalah hukum, ekonomi, peribadatan dan juga ahli negosiasi."Hmmm ... aku senang sekali mendengarnya Paman Adhinata .. sebelumnya saya ucapkan dulu selamat datang dan juga selamat bergabung kepada Tuan-tuan Pendekar ..." ucap Santana sambil memandangi wajah ketujuh para pendekar itu secara bergantian, dan meskipun terbilang masih amat sangat muda namun kewibawaan Pangeran Santana nampak tidak bisa ditutup-tutupi lagi, setidaknya itulah yang juga dirasakan oleh para pimpinan pendekar-pendekar itu, mereka semua nampak kompak men
"Tuan Adhinata sebenarnya juga tidaklah keliru .. yah .. cuma penempatannya saja yang kurang pas, karena saya juga yakin kalau sanggahan Tuan itu juga berdasarkan asas nurani .. yang tidak bisa melihat kezaliman yang terus berlarut-larut," terang Pendekar Jaya Kesuma terdengar cukup bijak, sebuah ucapan yang menggambarkan tentang keahliannya sebagai seorang negosiator yang ulung."Baiklah .. berarti untuk tugas ini gimana kalian berdua benar-benar sudah siap kan?" tanya Pangeran Santana meyakinkan."Dengan sepenuh hati Gusti Pangeran .." jawab keduanya dengan kompak."Baiklah .. untuk yang lain saya minta supaya mempersiapkan masing-masing pasukannya, jadi apabila sewaktu-waktu ada perintah untuk bergerak kalian semua sudah siap!""Baik Gusti Pangeran, akan kami laksanakan apa yang Gusti titahkan .."Begitulah akhirnya .. setelah berpamitan Adhinata dan Pendekar Jaya Kesuma pun segera bergegas keluar dan kemudian langsung mengambil kudanya."Gimana Tuan Adhinata? Apakah kita langsung
"Adhinata .. kenapa malah dia yang datang ...? Kenapa kok beda dengan kabar yang disampaikan oleh setan Noyo Genggong ...? Lagian ada apa Adhinata kembali lagi ke sini? Apakah dia ada hubungannya dengan yang disampaikan oleh setan Noyo Genggong? Mungkinkah sekarang Adhinata sudah menjadi bagian dari perampok dan tergabung dalam komplotan Bojapradata?" ucap Raja Arya Dipasena bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Baiklah dari pada penasaran, lebih baik aku segera menemui mereka saja."Lalu Raja Arya Dipasena pun segera bergegas menuju ruang balai tempat penerimaan tamu kerajaan. Sementara itu di ruang balai tempat penerimaan tamu nampak Adhinata memperhatikan setiap sudut ruangan, dan tidak cuma itu mata mantan wakil Patih Kerajaan Karmajaya itu juga mengawasi bagian luar ruangan, nampaknya ksatria jomblo itu sedang berusaha untuk mengingat kembali masa lalunya sewaktu masih tinggal di dalam lingkungan istana itu.'Hmmm ... rupanya sudah banyak perubahan yang dilakukan oleh Raja Arya D
Sementara itu para prajurit yang ditugaskan membawa Adhinata dan Pendekar Jaya Kesuma nampak berlaku sangat kasar pada dua utusan Pangeran Santana itu."Hayo, yang cepat jalannya!" bentak prajurit pengawal sambil mendorong-dorong tubuh Adhinata dan Pendekar Jaya Kesuma. Lalu setelah beberapa saat berjalan menyusuri lorong yang gelap akhirnya mereka pun tiba di penjara bawah tanah, ditempatkan di sana karena Adhinata dan Pendekar Jaya Kesuma dianggap orang yang sangat berbahaya bagi kekuasaan Raja Arya Dipasena.Gruuak,, grak,, gubrak,,!! suara pintu besi penjara bawah tanah itu terdengar cukup keras dan bising."Hayo, cepat masuk!"Dugs, dugs!"Aduh, aduh ..!" Adhinata dan Pendekar Jaya Kesuma ditendang dari arah belakang hingga membuat dua orang utusan Pangeran Santana itu jatuh tersungkur masuk ke dalam ruang penjara yang cukup gelap itu.Memang keadaan penjara bawah tanah itu samasekali tidak diberi penerangan lampu oleh pemerintah kerajaan jadi kondisinya sangat gelap, dan kalau l
Lalu dengan garangnya Raja Arya Dipasena pun langsung menghardik Pendekar Jaya Kesuma."Hei kau Jaya Kesuma! Dimana Adhinata?!""Dia telah berhasil lolos dari tempat ini Arya Dipasena," jawab Jaya Kesuma dengan santainya."Kurang ajar! Bahkan kau juga sudah berani menyebut namaku dengan tanpa Raja!" bentak Raja Dipasena."Yah, itu memang sudah seharusnya! Karena kamu memang tidak pantas menyandang gelar sebagai seorang Raja, juih najis memanggilmu dengan sebutan Raja!" balas Jaya Kesuma dengan tanpa merasa takut sedikitpun."Bedebah! Kau sudah benar-benar bosan hidup Jaya Kesuma! Rasakan ini ...! Hiyyat .. hiyyat ..!" dengan rasa amarah yang memuncak Raja Dipasena pun langsung menyerang Jaya Kesuma dengan mendaratkan tendangan ke arah wajahnya, meskipun dalam suasana yang gelap namun itu bukanlah penghalang bagi pendekar selevel Arya Dipasena untuk menyasar pada sasaran yang tepat."Dugs ...!""Uuah ...!" tendangan keras itu benar-benar telak menghantam kepala Pendekar Jaya Kesuma hin
"Aku belum kalah, aku tidak akan menyerah, aku masih kuat!" ucap Pendekar Jaya Kesuma sambil kembali berdiri, lalu setelah itu ia nampak memutar tubuhnya dan kemudian meloncat ke belakang, dan dalam sekejap, Pendekar Jaya Kesuma mulai menyerang dengan senjata yang tiba-tiba saja muncul digenggamnya, senjata yang berupa tongkat besi putih itu terjulur dan mengarah ke dada Raja Arya Dipasena, mendapat serangan yang begitu cepat Raja Dipasena nampak kaget dan belum siap hingga akhirnya tongkat besi putih itu berhasil bersarang di dada Raja Karmajaya itu.Raja Arya Dipasena berseru tertahan ketika ujung senjata lawan telah berada sejengkal di depan dadanya."Kecepatan seperti apa yang ada pada Jaya Kesuma ini?" ucap Raja Arya Dipasena bertanya heran dalam hatinya, kemudian iapun meloncat panjang beberapa langkah ke belakang dengan keris Ki Ageng Damar Wilis yang telah tergenggam erat di tangannya, lantas dengan cekatan Raja Karmajaya itu mengibaskan untuk menangkis serangan-serangan yang
Kemudian dua dedemit itu pun langsung memanggil rekan-rekannya sesama dedemit untuk bersama-sama menyerang Adhinata, dan tidak butuh waktu lama maka para dedemit-dedemit itupun langsung datang dan mengepung Adhinata, mendapat kepungan dari para dedemit gunung dan laut dengan cara yang tiba-tiba nampak Adhinata yang masih asyik dengan acara ngintipnya itu pun langsung terkejut. Menyadari dengan adanya bahaya yang mengancam maka Adhinata pun segera bersiap untuk menjaga hal-hal buruk yang tidak diinginkan."Heh Adhinata! Jangan suka mengintip pertarungan orang lain! Atau kau milih aku congkel matamu?!" tanya salah satu dedemit dengan bernada menggertak."Hoh makhluk jelek, kalian rupanya? Kebiasaan kalian memang tidak pernah berubah," sergah Adhinata."Apa?!" sahut tanya sang Demit."Sudah datang tidak permisi, badannya bau, muka jelek!" ujar Adhinata kembali mengejek Dedemit itu, dan sebenarnya benar apa yang dikatakan oleh Adhinata .. bahwa perwujudan para Dedemit itu sangatlah tidak