Share

Biswara

Namun dia tidak merasa sakit sedikit pun apalagi terluka. Tidak sama sekali. 

Setelah tubuh dan kepalanya menghantam dinding Goa itu, Jakawulung seperti tersadar dari kegilaannya, dia bahkan merasa sangat malu dengan mayat sakti itu, karena baru saja dia telah lancang dan berani untuk menendang mayat Eyang Reksa Jagat, padahal kekuatan yang dimilikinya juga berasal dari mayat sakti itu. 

Dan dia juga telah sadar bahwa untuk sekedar menyentuhnya pun dia tidak akan pernah bisa apalagi sampai menendang. 

Bahkan dia sendiri juga sudah merasakan ganjaran dari tindakan kurang ajarnya itu. 

"Oh iya, dari pada aku menghancurkan tembok dan bebatuan ini bukankah lebih baik aku menghancurkan batu yang menutupi mulut Goa itu? Yah, aku akan coba menghancurkan batu itu," ujar Jakawulung sambil bergegas menuju ke mulut Goa. 

Dan tidak lama kemudian Jakawulung pun sudah berdiri di depan batu besar itu, karena tidak ingin membuang-buang waktu lalu dia pun segera mengambil ancang-ancang untuk menghancurkan batu itu. 

"Hiyyaaatt ...! Hiyyaaatt ...!" teriak Jakawulung sambil memukul batu besar itu. 

Diluar nalar Jakawulung, batu yang telah mengurung dirinya selama berhari-hari itu kini bisa dia hancurkan hanya dengan satu kali pukulan saja. 

Duuuaarrr.....

Batu itu pun hancur berkeping-keping dan berhamburan di lantai dan dinding Goa. 

"Aku berhasil ... huahahahaha ..." teriak Jakawulung kegirangan. Ruangan dalam Goa yang semula suram kini berubah jadi terang benderang. 

Jakawulung pun bermaksud untuk keluar, lalu diapun melangkahkan kakinya dengan perasaan yang girang. Namun sungguh diluar dugaannya begitu dia telah sampai ke mulut Goa tiba-tiba kakinya terhenti dan tidak bisa meneruskan langkahnya. 

"Ah, celaka! Ternyata pintu Goa ini telah dipagari gaib, kira-kira siapa yang telah memasang pagar gaib ini?" tanya Jakawulung keheranan. 

"Apakah Eyang Reksa sendiri yang telah memagari? Atau kira-kira ada kekuatan lain yang melakukannya?" lanjut ujar Jakawulung. 

Dia tahu bahwa pagar gaib itu tidaklah mudah untuk bisa dibobol selama dia tidak dapat izin dari orang yang memasangnya. 

Dengan sangat kecewa Jakawulung pun kembali meratapi nasib sialnya itu. 

'Oh Dewa Jagat Batara... kirimkan lah orang yang bisa membukakan pintu gaib ini, jangan kau biarkan aku binasa sia-sia,' ratap Jakawulung dalam do'anya. 

Begitulah akhirnya Jakawulung mendiami Goa Arga Pura untuk beberapa waktu lamanya, dia bisa bertahan hidup dengan kekuatan yang diperolehnya dari mayat sakti Eyang Reksa Jagat. 

Sementara itu setelah sepeninggal Eyang Reksa Biswara menjalani hari-harinya dengan berkebun dan berburu. Dia rajin menanam sayur dan palawija di kebun peninggalan Eyang Reksa, untuk kemudian kalau sudah panen dia ambil secukupnya dan selebihnya dia jual ke pasar untuk dibelikan lagi beras dan keperluan lainnya.

Biswara adalah cucu angkat Eyang Reksa, dia ditolong Eyang Reksa sewaktu rumahnya disatroni oleh perampok beberapa tahun silam, ketika itu dia masih berumur tujuh tahun. 

Dan orang tuanya telah tewas dibunuh oleh para perampok itu karena melawan, sedangkan dia sendiri diikat dan dikurung di dalam kamar.

Tidak cukup sampai disitu, kemudian para perampok itupun membakar rumah tersebut, sebelum akhirnya meninggalkan dan membiarkan dua mayat korbannya itu hangus terbakar. 

Dan beruntung Biswara bisa selamat karena ditolong oleh eyang Reksa meskipun agak terlambat dikarenakan tubuhnya telah terbakar, dan luka bakar yang dideritanya itu pun cukup serius karena hampir seluruh tubuhnya mengalami luka bakar semua, bahkan wajahnya juga sudah melepuh ikut terbakar. 

Lalu oleh Eyang Reksa tubuh Biswara dibawa kepondok tempat tinggalnya yang berada di kaki gunung Argapura.

Butuh waktu yang cukup lama Eyang Reksa menyembuhkan luka bakar yang diderita oleh Biswara, dan ketika lukanya itu telah sembuh wajahnya pun telah mengalami kerusakan yang mengakibatkan dia tidak bisa dikenali lagi.

Pada hari itu, di pagi yang masih buta Biswara terlihat sudah terbangun dari tidurnya, karena hari ini dia hendak memanen tanaman di kebunnya itu, maka begitu selesai mencuci muka dia memasak air untuk sekedar membuat minuman hangat. 

Biswara yang memang hidup seorang diri kini sudah menginjak usia dua puluh tahun, dia yang mengalami cacat karena kebakaran itu merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan orang, maka hari-harinya pun dihabiskan untuk bekerja di ladang, dan hanya sesekali saja bertemu dengan Kakek Sumitro untuk sekedar menjual hasil kebunnya. 

Setelah selesai minum dan makan ketela rebus diapun segera bergegas menuju ke kebun tempatnya bekerja, memang karena jarak yang tidak terlalu jauh maka setelah berjalan beberapa saat akhirnya diapun tiba di kebunnya itu. 

"Wah, banyak juga sayuran-sayuran ini, aku harus segera memetiknya biar nanti tidak kesiangan pas diantar ke rumah Kakek Sumitro," ujarnya sambil memulai memanen sayur mentimun dan aneka kacang-kacangan. 

Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Biswara pun selesai memetik panenannya itu. Dan setelah semua dimasukkan ke dalam keranjang dia langsung memikul nya dan dibawa ke rumah Kakek Sumitro untuk dijual. 

Karena takut kesiangan Biswara pun memikul panenannya itu dengan setengah berlari. Dan setibanya di rumah Kakek Sumitro Biswara pun agak kaget melihat rumah pedagang langganannya itu masih tutupan pintunya. 

"Kakek Sumitro... Kek... ini Biswara..." ucapnya memanggil. 

Setelah berulang-ulang memanggil tapi tetap tidak ada jawaban. 

''Ah, kemana Kakek Sumitro ini ya? Apa kira-kira dia pergi? Coba aku panggil lewat samping rumah saja, siapa tahu dia masih di belakang," ujar Biswara sambil melangkah menuju samping rumah. 

"Kakek Sumitro ... ini Biswara Kek ..." 

"Iya Nak ... sebentar ... uhuk, uhuk," balas Kakek Sumitro terdengar sambil batuk-batuk. 

Krieeek ... krek ... 

Terdengar suara pintu dibuka dan nampaknya Kakek Sumitro sedang tidak enak badan. 

"Mari masuk sini."

Biswara pun masuk mengikuti orang tua itu. 

"Maaf ya Nak ... hari ini aku gak bisa ke pasar ... aku dan Nenek lagi sakit, kemaren itu habis kehujanan sepulang dari pasar."

"Oh iya Kek ... gak apa apa."

"Kamu bawa sayur banyak?" tanya Kek Sumitro. 

"Ya seperti biasanya itu Kek, satu keranjang."

"Ya udah kamu bawa aja ke pasar langsung ... nanti kalau kamu gak berani jualan, kamu titipkan ke Mbok Tlenik, itu lho pedagang sayur yang ada di sebelah Kakek jualan."

"Iya Kek, akan ku bawa ke pasar sendiri, Kakek dan Nenek istirahat aja dulu biar cepet sembuh."

"Iya Nak ... terimakasih, maafkan Kakek ya?"

"Ah gak papa Kek ... ya udah Kek kalau gitu saya tak berangkat ke pasar dulu."

"Iya Nak Biswara ... hati-hati ya ...? Di pasar banyak orang jahat, nanti kamu segera pulang kalau sudah selesai ..." pesan Kakek Sumitro. 

"Iya Kek, tenang saja, aku bisa jaga diri," ujar Biswara sambil melangkah pergi menuju ke pasar. 

Sesaat setelah Biswara pergi Kakek Sumitro pun kembali menemui istrinya yang juga sedang sakit dan berbaring di dalam bilik nya itu. 

"Aku sebenarnya merasa kasian dengan anak itu, aku tahu kalau dia itu sebenarnya merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan orang lain," ujar Kakek Sumitro pada Nenek Jamban istrinya. 

"Iya Kek, kemarin saja pas dia kesini dan disini ada Rengganis dia langsung menundukkan kepala dan buru-buru pulang, dia nampaknya malu dengan cacat kulit yang dideritanya itu."

"Tapi ya wajarlah Kek namanya juga anak muda, ya semoga saja kelak dia dipertemukan dengan perempuan baik yang bisa jadi pasangan hidupnya," ujar Nenek Jamban merasa prihatin dengan keadaan Biswara. 

Sementara itu Biswara yang memang kurang percaya diri dengan kondisinya itu terlihat menutupi mukanya dengan cadar. 

Bersambung ... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status