Share

AFTER THE HEARTBREAK (Indonesia)
AFTER THE HEARTBREAK (Indonesia)
Penulis: mayuunice

1. KENCAN BUTA

“Len, gue paham betul perasaan lo. Tapi mau sampai kapan lo kayak gini terus?” tanya seorang perempuan yang sedang menepuk-nepuk wajahnya. Dia baru saja mengolesi wajahnya dengan serum yang sedang hits di kalangan anak muda sekarang. 

Gadis itu bertanya pada seorang temannya yang sedang tidur telungkup di atas kasur. Sang teman sudah hampir satu minggu menginap di rumahnya.

“Huh!” temannya menghela nafas kencang. Kemudian gadis itu beranjak dan duduk di samping temannya.

“Elaine Venesia Rinjani, lo denger gak sih gue nanya?” ucapnya dengan nada yang cukup keras.

“Apa sih Shan? Lo udah nggak mau nampung gue lagi di sini?” tanya Elaine kesal. Kini gadis yang sedari telungkup itu beranjak dan duduk sila di samping temannya, Shani.

“Bukan gitu. Gue seneng lo diem di sini, gue ngerasa ada temen. Tapi please lah! Mau sampai kapan lo murung terus?” keluh Shani.

Elaine tak menjawab. Dia hanya diam dengan tatapan yang kosong.

Melihat tak ada respon dari temannya itu, Shani mengambil ponsel miliknya yang dia simpan di meja rias. Kemudian dia membuka chat dari seorang perempuan bernama Grace.

“Lusa kita hangout ya! Lagian kita udah nggak ada kerjaan. Ujian udah, kita tinggal nunggu pengumuman masuk univ. Dari pada lo murung terus kayak ayam kedinginan, mending kita main. Si Grace ngajak ketemuan sama kenalannya dari Binder. Katanya cowok itu bakal bawa dua temennya. Jadi si Grace juga ngajak kita ikut,” ungkap Shani. Dia mencoba menghibur sahabatnya yang baru saja patah hati ini.

“Gue males ketemu cowok. Trauma!” tegasnya.

“Hey, Len! Jangan karena Tirta lo sampe trauma sama cowok. Kalau lo trauma sama cowok, lo mau sama cewek gitu? Jadi lesbi? Anjir gue ogah temenan sama lo kalau gitu,” ledek Shani.

“Ya nggak gitu juga!” sangkal Elaine.

“Ya udah, makanya lusa kita hangout, Dandan yang cantik, gue gak mau tahu! Kalau lo nggak ada baju bagus, besok kita beli. Duit mah gue ada,” perintah Shani. Ucapannya tadi sudah seperti ultimatum untuk Elaine. Sehingga dia tidak bisa menyanggahnya lagi.

Keesokan harinya, Elaine berbelanja baju bersama dengan Shani. Sesuai janji Shani, semua biaya ditanggung olehnya. Dia memang tidak perhitungan pada sahabat, ya termasuk dalam katagori loyal pada sahabat. Asalkan sahabatnya bahagia dan kantongnya sedang tebal, pasti dia akan memberikan apa pun keinginan sahabatnya itu.

“Udah ini aja?” tanya Shani pada Elaine yang hanya mengambil satu stel pakaian. “Sepatunya nggak sekalian?” Dia menawarkan item lain untuk dibeli oleh Elaine.

“Nggak usah. Sepatu gue masih bagus kali,” tolak Elaine.

“Ok. Mba ini aja,” ucap Shani pada kasir di toko baju tersebut. Kemudian Shani membayar belanjaan Elaine dan setelah itu mereka pulang ke rumah Shani.

Kini sudah genap satu minggu Elaine menginap di rumah Shani. Gadis itu  tidak ingin pulang ke rumah. Jadi, dia ikut menginap di rumah Shani untuk sementara waktu, sampai dia merasa tenang dan siap untuk pulang ke rumah. Orang tua Elaine pun mengizinkan, selagi anak gadisnya bersama Shani dan Grace.

***

“Nah gitu dong, Len. Wake Up! Stand Up! Move Up! Galaunya jangan lama-lama, walau gue tahu itu pasti berat banget buat lo,” ucap Grace ketika mereka bertiga bertemu di rumah Shani.

Hari ini adalah hari yang dimaksud. Mereka akan kencan buta bersama tiga orang pria yang tidak mereka kenal sebelumnya. Elaine sudah berdandan cantik sekali. Dia mengenakan atasan tanktop berwarna hitam dengan outer berwarna putih tulang. Sedangkan untuk bawahnnya gadis itu mengenakan hotpants levis. Rambutnya dia biarkan tergerai.

“Lo kudu bikin si Tirta nyesel ninggalin lo!” ucap Shani dengan penuh penekanan.

Elaine menyeringai. “Nggak mungkin dia nyesel. Emang dari awal juga nggak ada rasa kayaknya,” ketusnya. “Yok ah cabut!” ajaknya. Kemudian dia masuk ke dalam mobil Grace.

Shani dan Grace saling tatap dan mengedikan bahunya bersamaan. Kemudian mereka segera masuk ke mobil dan meluncur ke tempat pertemuan.

Butuh waktu sekitar setengah jam bagi mereka untuk sampai di tempat pertemuan kencan buta. Akhirnya mereka sampai ke sebuah club yang ada di kota Bandung.

“Gila, for the first time buat kita masuk ke club gini!” ucap Shani. Tentu saja, karena selama ini mereka tidak berani masuk ke club macam ini. Biasanya jika hangout mereka hanya habiskan ke mall atau cafe.

Karena sekarang mereka sebentar lagi lulus dari sekolah. Jadi mereka bertiga berani untuk masuk ke dalam club dan bersenang-senang di sana.

“Katanya mereka sudah sampai dan pesen meja. Bantu cariin ya. Dua orang pakai jaket, satu pakai kemeja. Katanya sih … yang bertiga cuman mereka aja,” ungkap Grace sembari membaca pesan di ponselnya. Akhirnya mereka bertiga melangkahkan kakinya masuk ke dalam club.

Suasana ramai dan juga berisik mendominasi di sana. Bagi mereka bertiga yang baru pertama kali masuk ke dalam club, agak bising dan menusuk ke telinga. Sesekali Elaine harus menyentuh telinganya karena rasanya sedikit berdengung.

Mata Elaine mencari keberadaan tiga laki-laki yang dimaksud oleh Grace. Tak lama kemudian Shani menemukan keberadaan mereka dan memberi tahu pada Grace. Sejurus kemudian mereka bertiga menghampiri ketiga laki-laki itu.

“Valen ya?” tanya Grace pada seorang laki-laki yang mengenakan jaket kulit berwana hitam. Suaranya agak sedikit keras agar laki-laki itu bisa mendengar.

“Grace?” laki-laki itu balik bertanya.

“Yes!” ucap Grace. Kemudian laki-laki yang bernama Valen itu mempersilakan Grace dan kawan-kawan untuk bergabung bersama mereka.

“Kenalin gue Grace, ini temen gue Shani, yang ini Elaine,” kata Grace memperkenalkan diri.

“Ok. Gue Valen. Ini temen gue Kale dan Darell,” balas Valen sembari memperkenalkan dua teman laki-lakinya.

Mereka saling melempar senyum satu sama lain. Ternyata Valen CS ini berbeda dua tahun dari mereka. Alias sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, tingkat dua.

Grace sudah klop ngobrol bersama Valen. Sedangkan Kale mulai mengajak ngobrol Shani. Tinggal Elaine dan Darell saja yang masih saling diam. Sepertinya Darell tipe laki-laki pendiam.

“Maju yuk!” ajak Valen pada semua yang sedang duduk di meja tersebut. Dia mengajak untuk bergabung bersama kerumunan di depan sana, alias berjoget.

“Kuy!” Kale menyetujui ajakan Valen. Otomatis Grace dan Shani yang menjadi pasangan ngobrolnya ikut maju ke depan.

“Lo nggak ikut Rell?” tanya Kale pada Darell yang sepertinya tidak tertarik.

“Nggak, lo pada aja dah. Gue di sini aja,” jawab Darell.

“Elaine? Lo ikut juga nggak?” Kini Kale bertanya pada Elaine.

Elaine menggelengkan kepalanya. Jujur kepalanya pusing sekarang, dia belum terbiasa berada di tempat ramai dan berisik seperti ini.

“Ya sudah. Darell temenin Elaine ya. Kasian baru patah hati,” ucap Grace sembari mengedepikan sebelah matanya.

“Apasih lo!” sergah Elaine. Kemudian mereka meninggalkan Elaine berdua bersama dengan Darell.

Hening. Tak ada yang mau membuka topik pembicaraan diantara mereka berdua. Sesekali Elaine melirik ke arah Darell. Dia bisa melihat dengan jelas wajah tampan laki-laki itu. Badannya tinggi, dan sepertinya berat badannya pun ideal. Laki-laki itu beberapa kali meneguk minumannya. Elaine tak tahu itu apa, tapi warnanya seperti air teh. 

Merasa sedang diperhatikan. Darell melemparkan pandangannya pada Elaine, gadis yang sedang duduk di sebrangnya. Namun gadis itu langsung mengalihkan pandangannya. Darell tersenyum kecut.

“Lo nggak mau minum?” tawar Darell. “Gue lihat temen-temen lo udah pada minum. Lo doang yang masih teguh pendirian, nggak nyentuh ini sedikit pun. Cobain gih,” imbuh Darell. Gadis itu hanya memesan jus jeruk. Darell memberikan gelas miliknya, memberikan kesempatan untuk sang gadis mencicipinya.

Elaine menatap gelas berisi air berwarna, mirip seperti air teh itu. Dia tidak tahu minuman apa itu. Namun dia yakin, pasti itu minuman beralkohol. Merasa penasaran, akhirnya dia menerima tawaran dari Darell. Sedetik kemudian dia mencoba mencicipinya.

“Akk.” Elaine memekik pelan. Lidahnya terasa sepat,akibat minuman yang seperti air teh itu. Buru-buru dia meraih jus miliknya, mencoba menteralkan kembali lidahnya. 

“Pfft.” Darell menahan tawanya. Baginya reaksi Elaine tadi sangatlah lucu. Sangat terlihat jelas, bahwa gadis ini baru pertama kali mencoba minuman beralkohol.

Elaine merasa malu karena ditertawakan. Kemudian dia beranjak dari sofa yang sedang diduduki. “Gue ke toilet dulu,” ucapnya. Lalu pergi meninggalkan Darell.

Gadis itu membasuh wajahnya sesampai dia di toilet. Kemudian ia memandang wajahnya pada cermin. Sedetik kemudian, dia mengasihani dirinya sendiri. Kenapa kehidupan percintaannya seperti ini? Kenapa dia harus melihat pacarnya tidur dengan kakaknya sendiri?

Tiba-tiba bayangan itu terlintas di benaknya. Elaine masih bisa mengingat dengan jelas apa yang dia lihat malam itu. Tak terasa air mata bergulir membasahi pipinya. Elaine menangis. Buru-buru dia mengusap pipi manisnya itu dan segera keluar dari toilet.

Namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika mendapati Darell yang sedang berdiri di dekat toilet wanita. Elaine bertanya pada dirinya sendiri, laki-laki itu sedang apa di sini?

“Lo habis nangis?” tanya Darell ketika melihat wajah Elaine. Sontak Elaine terkejut, padahal dia hanya menangis sebentar tapi kenapa laki-laki ini begitu peka.

Elaine tidak langsung menjawab pertanyaan laki-laki itu. Dia hanya menatap Darell dengan tatapan dalam. Kemudian tiba-tiba dia mengingat kembali kejadian malam itu. Malam yang kelam bagi dirinya.

“Darell,” panggil Elaine.

“Ya?” respon Darell cepat.

“Lo pernah tidur sama cewek?” tanya Elaine.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
babyblue94
Pertanyaan yg sungguh 🥲
goodnovel comment avatar
Shinta Ohi
mampir yuk
goodnovel comment avatar
Elga Cadistira dR
😂 daku bayangin ayam kedinginan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status