Devano pulang ke rumah dengan wajah sumringah. Nyeri di sekujur tubuhnya seolah tak lagi dia rasa karena saat ini dia pulang dengan membawa berita gembira.
"Assalamualaikum, Bu, Ibu... Devano pulang, Bu..." teriaknya seraya berlari kecil ke dalam rumahnya yang terbilang sangat sederhana.
"Asik, Mas Dev bawa makanan," seru Delisha salah satu adik Devano. Delisha dengan sigap merogoh ke dalam kantong plastik yang di bawa sang Kakak. Dia terlihat sangat gembira.
"Ibu mana, Dek?" tanya Devano pada Delisha saat tak di dapatinya sang Ibu. Sementara ke dua adiknya yang lain, Rania yang baru berumur empat tahun dan Rindu yang berumur dua tahun, terlihat sedang tertidur pulas di kamar.
"Tadi, Pak De Kahfi ke sini jemput Ibu, katanya sih mau ajak Ibu ke rumah sakit, perginya buru-buru banget, terus Ibu titip Rania sama Rindu ke Delisha. Untung Rindu nggak rewel. Delisha cape daritadi, jagain mereka, Mas lama banget pulangnya, terus itu muka kenapa coba, biru-biru b
"Bu, ayo dong Bu, cepetan! Ibu lama banget nih dandannya! Kita udah kelaperan tau, Bu..." panggil Delisha yang begitu bersemangat saat dia tahu sang Kakak Devano, mengajaknya ke resort yang dulu pernah jadi milik mereka. Katanya sih mau di undang makan malam sama orang kaya gitu. Terus ikutan nimbrung acara bakar ayam di tepi pantai. Pasti seru banget deh!"Aduh... Ibunya Devano udah kayak Abg aja deh, dandan pake lama daritadi, nanti kita keburu kehabisan makanannya, Bu," kali ini Devano yang protes. Pasalnya, dia sudah mati pegal daritadi harus gendong rindu yang nggak mau di taruh sama sekali."Iya, sabar... Nggak enakkan kalo dateng ke acara resmi Ibu keliatan kucel," Raline mempercepat kegiatan make upnya. Merapikan posisi pakaiannya sekali lagi, barulah setelah itu dia keluar dari dalam kamar.Devano sempat terpana melihat penampilan sang Ibu yang tidak seperti biasanya. Devano memang tidak memungkiri lagi, baginya, Raline adalah wanita tercantik di dunia.
Bastian DirgantaraSetelah keluar dari terik matahari yang membakar diri, aku tergelincir jatuh dari tempatku bernaung sebelum ini.Tempat di mana pertama kalinya kita bertemu.Saat itu, waktu seolah berhenti di sana.Aku masih berjalan pada jalur yang sama. Aku masih memandang pada titik yang sama.Langit di tepi pantai ini.Saat aku melihatnya lebih dalam, Langit itu melebur dan berubah menjadi kaca. Tapi setelahnya langit itu membeku dan berubah menjadi sebuah cermin.Langit itu membentuk bayangan wajahmu.Raline Septia Wulandari...Hanya wajahmu, tak ada yang lain.Aku memang berpura-pura telah melupakanmu selama ini, semua itu aku lakukan demi Stella, demi Aksel.Tapi sekarang, aku kembali sendirian. Tanpa mereka. Aksel m
"Jangan sakiti Mamih!" Teriak Basti sambil melempar barang di meja rias ke arah laki-laki yang sedang menindih sang Mamih."Wah, jagoannya Jonas sudah datang. Hai jagoan, Om tidak akan menyakiti Mamih kamu kok. Om mau buat Mamih kamu enak," Aldri menyeringai mesum."Diam kamu Aldri!" Teriak Helen. Pandangan wanita itu kini beralih ke arah sang anak. "Basti keluar! Keluar kata Mamih!" Perintah Helen masih dengan suaranya yang lantang. Saat itu, Helen tidak bisa berkutik karena tubuhnya di kunci dengan sangat kuat oleh Aldri, sang mantan kekasih yang kini menjadi selingkuhannya.Aldri tersenyum sinis lalu mencium paksa bibir Helen di depan Basti dengan penuh gairah. Saat dia melirik ke arah pintu, Basti sudah tidak ada di sana. Tampaknya bocah kecil itu sadar kalau usahanya
"Saya terima nikah dan kawinnya Raline Septia Wulandari binti Ibnu Jamil dengan maskawin tersebut, tunai." "Bagaimana saksi? Sah?" "Sah!" "Sah!" "Alhamdulillah..." Seluruh keluarga dan tamu undangan di ruangan itu menyeru kalimat Hamdalah secara bersamaan. Acara ijab dan kabul itu pun di tutup dengan doa bersama yang di pimpin oleh bapak penghulu dan di iringi kata Amin oleh para hadirin sekalian. Kini, waktunya pengantin di sandingkan di atas pelaminan karena acara selanjutnya adalah acara resepsi. Keluarga Bapak Ibnu Jamil dan Ibu Rani Kalila selaku orang tua dari mempelai wanita terlihat duduk menemani putri tercinta mereka di atas pelaminan. Mereka ikut menyambut para tamu undangan yang hendak bersalaman dengan ke dua mempelai. Beberapa ibu komplek perumahan seberang tampak berkumpul di tengah-tengah para tamu undangan. Mereka tampak bercakap-cakap santai. "Nggak nyangka ya si Raline, bisa nikah sama
Malam ini cuaca sedikit mendung. Tak ada satu pun bintang yang muncul. Awan hitam itu begitu pekat menggulung di angkasa. Berjalan pelan dan berarak tanpa sedikit pun perduli, bahwa kehadiran mereka telah menjadi penghalang bagi bulan dan bintang untuk saling melepas rindu.Sudah hampir setengah jam berlalu, Raline masih asik bergumul dengan lamunannya. Menatap langit melalui jendela kamarnya.Satu hal yang menjadi kebiasaan Raline sejak kecil, yaitu termenung sendirian menatap ke arah langit dalam waktu yang bisa di bilang cukup lama. Berjuta beban pikirannya seolah berkurang saat dia melakukan hal itu. Tapi sayangnya, malam ini Raline tak merasakan apapun. Bahkan setelah kepalanya hampir pegal karena terus menerus menatap ke arah langit.Luka batin di dalam dirinya masih saja menggelayut dan berdenyut.Raline beranjak dari sisi jendela kamarnya, dia menghela napas berat lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar.Sebuah kamar kec
Hari ini nasib Basti tak jauh lebih sial dengan Raline. Mereka sama-sama pergi mencari pekerjaan, tapi sama-sama gagal.Hanya saja Raline pulang lebih awal dari pada Basti yang pulang setelah jam makan malam sudah lewat.Basti terlihat kusut malam ini. Dia pulang dalam keadaan yang cukup memprihatinkan setelah tadi sempat terkena sasaran amukan seorang pengendara bermotor yang kesal padanya karena menyeberang jalan sambil melamun.Alhasil, dia mendapat tanda mata dari si pengendara motor berupa bogem mentah di pelipis kirinya."Ya ampun Bas, pipi kamu kenapa biru begini?" tanya Rani yang langsung berhambur ke arah Basti saat menantunya itu muncul dari balik pintu.
Keesokan harinya, Basti memutuskan untuk pergi ke luar kota. Setelah semalam, dirinya dan Raline sudah membuat kesepakatan bersama.Meski setelahnya Basti menyesali kesepakatan itu.Basti tidak memiliki pilihan lain. Jika itu satu-satunya jalan keluar yang terbaik bagi Raline, Basti tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah tujuan Basti adalah membahagiakan Raline?Jika dengan menjauh dari hadapan Raline bisa membuat Raline bahagia, maka Basti akan melakukannya. Walau dia sendiri belum yakin dengan apa yang akan dia lakukan di Makassar nanti, karena sebelumnya Basti memang belum pernah ke sana. Dan alasan yang membuat Basti memilih Makassar sebagai tujuan persinggahannya, karena di sana dia memiliki kerabat yang bisa dia jadikan tumpuan hidup, sebelum dia benar-benar m
"Ini, Bu rumahnya," beritahu Hans pada sang majikan. "Saya masuk duluan ya, Bu?" ucap lelaki itu lagi.Setelah mendapat komando,Hans keluar dari dalam mobil dinas yang dikendarainya. Sebuah mobil dinas milik seorang wanita paruh baya berparas cantik yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI. Hans melangkah masuk ke dalam rumah yang dia maksudkan tadi.Seorang wanita berseragam dinas harian bermotif batik dengan sebuah jilbab maroon yang terlilit rapi di dalam kerah bajunya terlihat melongok dari dalam mobil dinasnya. Dia memperhatikan Hans yang kini sedang mengetuk-ngetuk pintu rumah dihadapan mereka sambil mengucapkan salam.Seorang laki-laki berjas hitam dengan potongan rambut cepak terlihat keluar dari dalam mobil lain di belakang mobil Dinas Toyota land cr