"Saya terima nikah dan kawinnya Raline Septia Wulandari binti Ibnu Jamil dengan maskawin tersebut, tunai."
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah!"
"Sah!"
"Alhamdulillah..."
Seluruh keluarga dan tamu undangan di ruangan itu menyeru kalimat Hamdalah secara bersamaan.
Acara ijab dan kabul itu pun di tutup dengan doa bersama yang di pimpin oleh bapak penghulu dan di iringi kata Amin oleh para hadirin sekalian.
Kini, waktunya pengantin di sandingkan di atas pelaminan karena acara selanjutnya adalah acara resepsi.
Keluarga Bapak Ibnu Jamil dan Ibu Rani Kalila selaku orang tua dari mempelai wanita terlihat duduk menemani putri tercinta mereka di atas pelaminan. Mereka ikut menyambut para tamu undangan yang hendak bersalaman dengan ke dua mempelai.
Beberapa ibu komplek perumahan seberang tampak berkumpul di tengah-tengah para tamu undangan. Mereka tampak bercakap-cakap santai.
"Nggak nyangka ya si Raline, bisa nikah sama anak Gubernur, mana ganteng banget lagi. Pake pelet apa dia itu?" ucap Bu Hindun, salah satu anggota dari kumpulan ibu-ibu tukang gosip di daerah sekitar komplek.
"Tapi denger-denger, Raline itu hamil duluan. Coba deh liat, nggak ada satu pun keluarga dari mempelai laki-laki yang hadir, mereka itu nggak setuju kalau anak mereka nikah sama orang miskin," lanjut Femi si ibu RT.
"Kalau gitu, bisa jadi Bastian itu cuma terpaksa menikahi Raline, cuma demi menyelamatkan nama baik Bu Helen. Beliaukan baru naik jadi gubernur DKI," kali ini Ibu Ratna yang bicara.
"Atau bisa jadi, Raline dan keluarganya sengaja pakai cara kotor untuk ngejebak Bastian. Ah, saya sih udah paham cewek macem apa si Raline itu. Asal Ibu-ibu tau ya, saya pernah loh, pergokin Raline jalan sama Om-om di mall," kata Ibu Femi lagi.
"Hah? Serius? Wah, nggak bener tuh anak. Kasian banget si Basti. Tau gitu mending sama anakku aja, yang udah jelas masa depannya," sahut Bu Hindun.
"Haha, Bu Hindun ngarep banget deh," balas Bu Ratna.
Dan gosip masih terus berlanjut sampai akhirnya terhenti dengan sendirinya ketika seseorang datang menghampiri mereka.
Kiara sengaja duduk tepat di sebelah Ibu Femi dan santai menikmati santapannya. Dengan adanya dia di sini, Kiara yakin, ibu-ibu tukang gosip itu akan berhenti mencela kakaknya. Kiara sudah sangat gerah mendengar ocehan ibu-ibu julid itu. Punya mulut kok fungsinya cuma buat nyinyirin hidup orang! Huh!
Hari ini resepsi berjalan dengan lancar. Meski sempat di warnai oleh sedikit berita-berita miring karena tak adanya satu pun keluarga dari pihak mempelai laki-laki yang hadir. Hal itu jelas memancing pertanyaan para tamu undangan. Belum lagi mengenai merebaknya isu kehamilan Raline serta latar belakang Bastian, suami Raline yang di gadang-gadang berasal dari keluarga terpandang.
Semua hal itu terangkum menjadi satu berita panas yang pastinya kini menjadi buah bibir di kalangan warga setempat. Terutama oleh ibu-ibu komplek penghuni perumahan elit yang berhadapan langsung dengan rumah Raline yang bisa di bilang sangat sederhana.
"Kiara heran deh, kenapa sih selalu keluarga kita yang kena cibiran dan jadi jelek di mata umum cuma karena kita ini orang miskin?" seru Kiara saat acara resepsi selesai. Kini, dirinya dan ke dua orang tuanya sedang beristirahat di ruang keluarga. Kiara baru saja selesai melepas kondenya di bantu oleh Rani, sang Ibu.
"Tidak usah di dengar, Ra. Biarkan saja mereka mau bicara apa, mulut-mulut mereka ini, dosa kita berkurang kalau kita ikhlas," ucap Rani dengan gayanya yang keibuan dan lembut.
"Ibu dan Bapak nggak denger sih apa yang di bilang sama komplotannya Bu RT tadi, kalo aja nggak mandang perasaan Mba Raline, udah Kiara cekokin tuh mulut mereka pake kuah bakso panas! Biar melepuh bibirnya," omel Kiara lagi. Dia benar-benar tidak terima jika nama baik kakaknya selalu di injak-injak.
"Yang harusnya di salahkan itu kan si Basti! Laki-laki brengsek! Gara-gara dia hidup Mba Raline jadi menderita!" lanjut Kiara tanpa menyadari bahwa nama laki-laki yang tadi dia sebut-sebut itu kini baru saja keluar dari arah dapur hendak memasuki kamar pengantinnya.
Rani menendang kaki Kiara. Memberi isyarat supaya anak bungsunya itu berhenti bicara. Tapi dasarnya Kiara, dia justru semakin menjadi begitu tahu kini Basti sedang berjalan di belakangnya.
"Kalau Kiara jadi Bapak, Kiara jelas lebih memilih buat jeblosin Bastian Dirgantara ke penjara, supaya dia bisa belajar bagaimana caranya menghargai wanita! Jangan mentang-mentang anak orang kaya, bisa bertindak seenaknya sama orang lain! Anak sama Ibu kok sama aja! Bisanya cuma bikin hidup orang lain susah!" teriak Kiara, sarkas. Dari balik wajahnya, dia mencoba menyembunyikan senyum penuh kepuasan. Bahkan dia tidak perduli dengan pelototan Rani padanya.
Hingga akhirnya, terdengar sebuah suara pintu yang tertutup. Itu artinya, laki-laki itu kini sudah masuk ke dalam kamar.
Kiara hanya menggumam saat mendengar omelan Rani dan Ibnu di ruang keluarga. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan keputusan orang tuanya terhadap kehidupan Kakaknya. Jika Kiara menjadi Raline, Kiara akan lebih memilih kabur dari rumah daripada harus dinikahkan dengan laki-laki brengsek macam Basti.
Laki-laki yang sudah dengan tega memperkosa Raline hingga hamil.
Malam ini cuaca sedikit mendung. Tak ada satu pun bintang yang muncul. Awan hitam itu begitu pekat menggulung di angkasa. Berjalan pelan dan berarak tanpa sedikit pun perduli, bahwa kehadiran mereka telah menjadi penghalang bagi bulan dan bintang untuk saling melepas rindu.Sudah hampir setengah jam berlalu, Raline masih asik bergumul dengan lamunannya. Menatap langit melalui jendela kamarnya.Satu hal yang menjadi kebiasaan Raline sejak kecil, yaitu termenung sendirian menatap ke arah langit dalam waktu yang bisa di bilang cukup lama. Berjuta beban pikirannya seolah berkurang saat dia melakukan hal itu. Tapi sayangnya, malam ini Raline tak merasakan apapun. Bahkan setelah kepalanya hampir pegal karena terus menerus menatap ke arah langit.Luka batin di dalam dirinya masih saja menggelayut dan berdenyut.Raline beranjak dari sisi jendela kamarnya, dia menghela napas berat lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar.Sebuah kamar kec
Hari ini nasib Basti tak jauh lebih sial dengan Raline. Mereka sama-sama pergi mencari pekerjaan, tapi sama-sama gagal.Hanya saja Raline pulang lebih awal dari pada Basti yang pulang setelah jam makan malam sudah lewat.Basti terlihat kusut malam ini. Dia pulang dalam keadaan yang cukup memprihatinkan setelah tadi sempat terkena sasaran amukan seorang pengendara bermotor yang kesal padanya karena menyeberang jalan sambil melamun.Alhasil, dia mendapat tanda mata dari si pengendara motor berupa bogem mentah di pelipis kirinya."Ya ampun Bas, pipi kamu kenapa biru begini?" tanya Rani yang langsung berhambur ke arah Basti saat menantunya itu muncul dari balik pintu.
Keesokan harinya, Basti memutuskan untuk pergi ke luar kota. Setelah semalam, dirinya dan Raline sudah membuat kesepakatan bersama.Meski setelahnya Basti menyesali kesepakatan itu.Basti tidak memiliki pilihan lain. Jika itu satu-satunya jalan keluar yang terbaik bagi Raline, Basti tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah tujuan Basti adalah membahagiakan Raline?Jika dengan menjauh dari hadapan Raline bisa membuat Raline bahagia, maka Basti akan melakukannya. Walau dia sendiri belum yakin dengan apa yang akan dia lakukan di Makassar nanti, karena sebelumnya Basti memang belum pernah ke sana. Dan alasan yang membuat Basti memilih Makassar sebagai tujuan persinggahannya, karena di sana dia memiliki kerabat yang bisa dia jadikan tumpuan hidup, sebelum dia benar-benar m
"Ini, Bu rumahnya," beritahu Hans pada sang majikan. "Saya masuk duluan ya, Bu?" ucap lelaki itu lagi.Setelah mendapat komando,Hans keluar dari dalam mobil dinas yang dikendarainya. Sebuah mobil dinas milik seorang wanita paruh baya berparas cantik yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI. Hans melangkah masuk ke dalam rumah yang dia maksudkan tadi.Seorang wanita berseragam dinas harian bermotif batik dengan sebuah jilbab maroon yang terlilit rapi di dalam kerah bajunya terlihat melongok dari dalam mobil dinasnya. Dia memperhatikan Hans yang kini sedang mengetuk-ngetuk pintu rumah dihadapan mereka sambil mengucapkan salam.Seorang laki-laki berjas hitam dengan potongan rambut cepak terlihat keluar dari dalam mobil lain di belakang mobil Dinas Toyota land cr
Malam ini, keluarga Kisyan kembali kedatangan tamu. Rumah sederhana itu terlihat ramai oleh tamu-tamu mereka."Ini, nih Mah, yang namanya Aksel. Dia ini anak Pak Johanes, rekan usaha Papa di Jakarta dan ini Kakaknya Aksel, namanya Marcel. Dia ini stylish jebolan The John's Salon. Jago make over dan sudah terkenal namanya di kalangan artis-artis ternama sekarang, Mamah mau di make over nggak sama Marcel, biar tambah cantik?" jelas Narendra, suami Kisyan. Dia melirik genit ke arah Kisyan yang langsung mencubit perutnya.Kisyan berkenalan dengan Aksel dan Marcel."Aksel ini masih kuliah atau sudah bekerja juga?" tanya Kisyan setelah dia mempersilahkan para tamu-tamunya itu untuk duduk."Aku sekarang, bekerja sebagai kru film Tante. Sebagai Casting Director," jawab Aksel dengan suara bassnya."Wah, Om Aksel sering ketemu
Satu bulan kemudian...Kisah RalineSatu bulan belakangan cukup menjadi waktu yang panjang bagi Raline melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Saat dirinya harus terpaksa berlelah diri mencari pekerjaan dalam keadaan hamil muda.Bahkan tanpa adanya peran suami di sisinya.Namun, semua ini terjadi atas kehendak Raline sendiri. Meski terkadang, ada saatnya dia merasakan kerinduan menusuk relung hatinya yang terdalam.Basti telah benar-benar mengabulkan permintaan Raline untuk menghilang dari pandangannya. Laki-laki itu pergi bahkan tanpa dia berpamitan pada Raline."Lin, Raline?" teriak Rani dari luar rumah. Wanita sete
Perjalanan dari London menuju Indonesia cukup melelahkan.Seorang laki-laki berperawakan tinggi menjulang dengan kostum santai ala ABG kekinian terlihat berjalan keluar dari arah pintu kedatangan luar negeri. Dia menarik kopernya perlahan ke arah luarBandara Soekarno Hatta.Empat tahun ternyata cukup membuatnya merasa asing dengan tanah airnya sendiri. Kehidupannya yang serba bebas di London cukup menjadikannya pribadi yang berbeda.Dia bukan laki-laki sepolos dulu yang bahkan tidak tahu rasa dan caranya berciuman.Dia bukan laki-laki selugu dulu yang kesehariannya hanya dia habiskan untuk belajar dan berkutat mencari uang di jalanan.Dia bukan laki-laki sebodoh dulu yang cuma bisa menangis saat hatinya tersakiti karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.Kini, dia adalah seorang laki-laki dengan segala kepribadian yang sempurna. Bermodalkan gelar master yang dia peroleh saat ini, dia percaya bahwa hidupnya akan berubah seratus delapa
Malam ini, Rani dan Ibnu sungguh di buat terkejut dengan kepulangan Basti ke rumah setelah hampir satu bulan lebih laki-laki itu berpamitan untuk mencari pekerjaan ke luar kota.Kedatangan Basti di sambut baik oleh ke dua Ibu dan Bapak mertuanya. Malam itu, Basti membawa banyak barang belanjaan sebagai buah tangan untuk seluruh keluarga Raline. Meski, kedatangannya kali ini hanya untuk mengantar sebuah berita buruk.Surat perceraiannya dengan Raline sudah di tangan, namun belum dia tanda tangani. Entah kenapa, rasanya berat sekali bagi Basti untuk melepaskan Raline. Dia tidak perduli jika dia harus di anggap sebagai seorang laki-laki yang telah ingkar janji, tapi Basti terus berpikir dan mencari cara untuk memecahkan masalah ini tanpa harus ada kata cerai. Hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk pulang.Sebelum Basti benar-benar menandatangani surat itu, ada baiknya dia kembali memastikan apa Raline masih tetap pada keputusannya untuk bercerai, atau mungkin ada se