Share

Bab 4 Bersiap

Nancy menjadi tidak enak sendiri. Walaupun demikian, dia masih ingat akan posisinya. Segera saja dia berdiri dari sofa agar sofa itu hanya diduduki oleh Stephanie seorang.

“Ini bukan jadwalnya untuk perawatan. Lalu kenapa kalian datang kemari?” tanya Stephanie.

Seperti biasa, para pelayan Casey akan berbondong-bondong masuk ke dalam kamarnya untuk melakukan perawatan kepada sang putri dari Erland setiap dua minggu sekali. Perawatan itu dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Stephanie sangat diperlakukan bak seorang ratu di mansion mewah ini.

“Kami diperintahkan oleh Nyonya Diana untuk membantu Anda bersiap-siap, Nyonya.”

“Bersiap-siap? Untuk apa?” tanya Stephanie. Dia melirik Nancy, meminta jawaban. Tapi hanya gelengan yang dia terima dari sahabatnya. Stephanie pikir Nancy tahu hal ini.

“Tuan Aiden Chayton mengajak Anda untuk keluar nanti malam,” jelas pelayan itu.

Mendengar itu membuat Stephanie terkesiap. Mulutnya terbuka lebar. Padahal baru saja dia menenangkan dirinya akibat pertemuan di makan malam waktu itu, tapi sekarang Stephanie akan bertemu lagi dengan Aiden.

“Ini pertemuan keluarga, bukan?”

“Tidak, Nyonya. Tuan Aiden hanya meminta Anda secara pribadi. Untuk lebih jelasnya saya tidak diberitahu apapun.”

“Oke, baiklah,” seru Nancy. Dia tersenyum ke arah Stephanie. Nancy terlihat sangat semangat agar Stephanie juga terbawa suasana. “Sekarang adalah waktumu untuk bersiap-siap. Jangan menolak, Stephanie. Ini bisa kau lakukan agar kau lebih terbiasa.”

Setelah berpikir beberapa saat akhirnya dia mengangguk lesu. “Tapi aku mau bersiap sendiri dibantu oleh Nancy.” Perintah Stephanie membuat para pelayan saling menatap satu sama lain. “Jadi kalian bisa keluar sekarang. Kalau Mommy bertanya, katakan saja yang sebenarnya.”

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh para pelayan itu selain menuruti. Mereka akhirnya pergi dari ruangan itu.

“Apa kau yakin, Stephanie? Aku tidak tahu bagaimana style yang cocok untukmu? Bahkan aku tidak tahu cara menggunakan make up,” seru Nancy yang sudah duduk tak berdaya di sofa. Sekarang dia menanggung tugas yang berat. Kalau Stephanie tidak tampil menawan, maka pasti dia akan disalahkan.

“Ada aku, Nancy. Untuk apa aku belajar tentang hal ini kalau tidak pernah dipakai? Sekarang, kau lebih baik mengikuti apa yang aku katakan,” seru Stephanie yang lalu melangkah masuk ke satu ruangan.

Ruangan itu bernuansa putih. Banyak sekali lemari-lemari dengan kaca bening yang sangat mewah. Di dalam sana sudah terdapat banyak sekali barang mewah, mulai dari pakaian sehari-hari, gaun, rok, heels, bahkan juga perhiasan yang memang dipersembahkan untuk Stephanie. Stephanie berjalan memutar sembari menimbang pakaian apa yang cocok ia gunakan untuk malam ini.

“Kau tidak ingin memakai gaun?” tanya Nancy sesudah Stephanie mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.

“Tidak. Aku ingin gaya yang berbeda untuk malam ini.”

“Tapi bukannya kalian akan makan malam nanti? I mean, itu  yang dilakukan oleh kalangan atas, bukan? Makan malam ditempat yang mewah, kalau perlu di bawah akuarium yang menyajikan pemandangan ikan-ikan buas,” seru Nancy.

Dia berbicara panjang lebar sambil menerawang jauh ke film-film romantis yang pernah ditonton. Rata-rata, film yang Nancy tonton selalu melakukan hal itu.

“Aku hanya jaga-jaga saja. Kalau ternyata dia membawaku pergi ke tempat lain, maka gaun pasti tidak akan cocok.”

“Kau benar,” sahut Nancy sambil membantu Stephanie mengeluarkan barang tersebut. “Wow. Ini sangat indah.”

Pujian Nancy diberikan kepada sebuah pakaian berjenis jumpsuit yang masih dilapisi oleh plastik bening. Jumpsuit itu berwarna biru gelap dengan sedikit taburan benda-benda kecil yang berkilau di bagian pinggang.

“Aku yakin kau akan terlihat sangat cantik menggunakan ini.” Nancy memindahkan pandangan ke Stephanie. “Ada apa? Kau terlihat tidak bersemangat .... Ayolah, Stephanie. Walau kau tidak menginginkan ini, tapi setidaknya lihat orang tuamu.”

Nancy bukan tidak berpihak pada Stephanie. Dia hanya tidak mau Stephanie dikucilkan karena penolakannya atas perjodohan ini. Belum lagi kalau ternyata orang tuanya marah kepada Stephanie. Nancy tidak kuasa melihat Stephanie sedih.

Sebaliknya, dia merasakan sesuatu yang baik akan segera menghampiri Stephanie. Ya, Nancy memanglah bukan seorang peramal, ini hanyalah sebuah feeling yang hanya dapat dibuktikan seiring berjalannya waktu.

Stephanie memilih duduk di sofa panjang. “Aku ... hanya bingung dengan Aiden. Ini adalah kali pertama kami bertemu. Sebelumnya, aku belum pernah bertemu dengannya.” Dia menatap Nancy dengan tatapan yang sulit dijelaskan. “Di balapan dia terlihat marah dan sangat membenciku, tapi di makan malam, dia malah terlihat sangat lembut. Aku bingung menilai sikapnya, Nancy.”

Nancy mengangguk paham. Dia memilih berjongkok di hadapan Stephanie. Mendongak, agar dia bisa melihat Stephanie. “Cobalah untuk berpikir positif, Stephanie. Mungkin saja pada waktu itu dia marah karena kau menabraknya. Dan pada makan malam itu, emosinya sudah menjadi tenang kembali.”

Stephanie mengangguk. “Apa aku terlihat bodoh?” Pertanyaan yang ambigu menurut Nancy. “Aku tidak pernah berpacaran sebelumnya. Hanya ada beberapa pria yang dekat denganku selain daddy dan kakak. Itupun hanya sebatas teman. Aku takut kalau aku melakukan kesalahan nantinya. Kau tahu Aiden, bukan? Dia pria terkenal. Pasti dia sudah memiliki beberapa mantan yang seksi dan jauh dari diriku.”

Nancy terkekeh kecil. Apa yang sebenarnya Stephanie permasalahkan? Dia cantik, lalu kenapa sering sekali dia merasa kurang percaya diri?

“Stephanie,” panggil Nancy lembut. “Kau adalah gadis berpendidikan. Kau tamatan Oxford University. Jelas saja kau bukanlah perempuan biasa. Untuk pria, aku rasa itu tidak masalah. Kau bisa belajar seiring waktu atau bahkan membaca buku dan film. Aku bisa merekomendasikan mana yang bagus untukmu .... Lalu, perempuan mana yang jauh di atasmu? Kalau ada, sudah pasti Chayton tidak memilihmu.”

Stephanie terdiam. Dia meresapi semua apa yang Nancy katakan. Setiap hari, dirinya selalu bersyukur memiliki sahabat seperti Nancy yang selalu ada bersamanya. Memberikan nasihat atau bahkan menghiburnya.

“Sudah. Ini bukan waktunya kau merasa tidak percaya diri. Kau adalah pemenang, Stephanie ... sebentar lagi di negara ini akan dilaksanakan pernikahan yang besar. Seluruh stasiun televisi akan memberitakan kabar pernikahan kalian— Kau akan menjadi Mrs. Chayton.”

Nancy berdiri, lalu berjalan sambil melihat-lihat barang apa lagi yang akan Stephanie kenakan. Dia memainkan feelingnya. Semoga saja pilihannya tidak buruk.

“Terima kasih, Nancy,” kata Stephanie sesudah beberapa waktu dia hening.

“Anytime,” sahut Nancy. Dia menghela napasnya lelah. “Lebih baik kau sekarang membantuku. Aku bingung.”

Perempuan cantik itu tertawa lebar. “Sepertinya kau harus belajar mengenai dunia fashion. Pria mana yang akan bisa tahan denganmu kalau begini?”

“Maaf. Aku tidak tertarik. Lagi pula aku punya prinsip kalau hidup ini bukan hanya soal pria.”

“Seandainya orang tuaku memiliki prinsip seperti itu juga.”

“Dan nyatanya tidak.” Jawaban yang Nancy berikan membuat mereka tertawa bersama.

***

Seorang pria yang menggunakan jas hitam berjenis single breasted baru saja memasuki mansion mewah. Manik ambernya menyapu bersih seluruh ruangan. Terlihat dari arah dalam datang seorang pelayan pra yang memakai seragam seperti pelayan di mansion ini. Dia terlihat menunduk ke arah pria bermanik amber itu.

“Kenapa mansion ini terlihat sangat sepi? Kemana semua orang?” tanya pria itu yang lalu memilih duduk di sofa. Tak lupa kakinya menyilang.

Pria itu bernama Sean Casey. Penerus satu-satunya nama Casey. Kakak kandung dari Stephanie Casey.

“Tuan dan nyonya Casey sedang berada di taman, Tuan,” jelas pelayan tersebut.

“Stephanie?” tanyanya lagi sambil menaikkan alis sebelah.

“Nyonya Stephanie sedang bersiap-siap di kamarnya.”

“Untuk apa?” tanya pria itu lagi. Kali ini dia terlihat sangat kesal. Akibat banyaknya urusan pekerjaan membuatnya sangat ketinggalan informasi tentang keluarganya.

“Tuan Aiden mengajak Nyonya Stephanie untuk pergi malam ini. Oleh sebab itu Nyonya Stephanie sedang bersiap dibantu oleh Nancy.”

Sean mengangguk paham. Dia hanya baru mendapat kabar dari sang Daddy kalau perjodohan adiknya berhasil. Sean juga baru teringat belum pernah berbicara dengan sang adik selama satu minggu ini.

“Permisi, Tuan.” Seorang pria berpakaian hitam masuk dari luar. Pakaian itu adalah pakaian yang khusus digunakan untuk bagian keamanan. “Tuan Aiden Chayton sudah berada di luar.”

Sean diam beberapa saat. Dia masih kaget akan kabar itu. Tapi pada akhirnya, dia memilih untuk berbicara sambil berdiri.

“Persilahkan dia masuk. Aku akan menyambutnya,” sahut Sean yang lalu tersenyum penuh misteri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status