Share

Bab 8 Pesta

“Selamat malam, Mr. Alean,” sahut Aiden kepada seorang pria berumur yang berhenti tepat di depannya. Sedangkan Stephanie, dia hanya membalas sapaan ini dengan tersenyum.

“Aku kira kau tidak akan datang ke pestaku. Ini adalah sebuah kehormatan yang luar biasa.”

“Kenapa tidak? Aku akan datang kalau ada waktu luang, seperti sekarang,” sahut Aiden bersahabat.

Pria itu menoleh ke samping. Menatap Stephanie dengan sangat sopan. “Ternyata putri Casey yang mendapatkan dirimu. Aku ucapkan selamat untuk kalian berdua.”

“Terima kasih, Mr. Alean,” sahut Stephanie sambil tersenyum manis. “Selamat atas terbukanya hotelmu yang baru ini.”

“Ini tidak akan terjadi jika calon suamimu tidak membantuku,” kekeh pria itu. “Baiklah. Silahkan nikmati pesta ini. Aku harus menyambut tamu lainnya.”

Keduanya mengangguk secara bersamaan. Sesudah pria itu menjauh dari mereka, akhirnya Aiden menunduk. Melihat Stephanie dengan keadaan sangat dekat. Ternyata perempuan itu sangat cantik sekali jika dilihat dari dekat. Apalagi hidungnya yang tinggi, sangat menggemaskan. Tapi, entah kenapa Aiden belum menemukan perasaan spesial dalam dirinya.

“Kau lihat pria itu,” bisik Aiden. Stephanie menurut, dia mengikuti arah mata Aiden. “Kenapa? Kau terkejut, heh?”

Stephanie yang awalnya biasa saja malah diam mematung. Seorang pria menggunakan jas hitam baru saja masuk ke dalam ballroom. Seorang pria yang sangat Stephanie kenal.

“Joshua Oliver. Itu yang akan kau temani ke pesta ini?”

Pertanyaan Aiden memecah konsentrasi Stephanie. Sungguh, dia tidak tahu kalau Joshua akan ada di sini. Pasalnya, pria itu hanya mengajaknya ke sebuah pesta tapi tidak tahu informasi lebih lanjut.

“Ada apa dengan wajahmu?” tanya Aiden. Dia tersenyum tipis sambil merapatkan tubuh mereka. “Aku tahu kalau kau menyimpan perasaan spesial kepadanya—”

“Jika kau tidak tahu apa apa, lebih baik diam—”

“Oh ... oh... kau menyangkal, heh?” kekeh Aiden lemah. “Kalau begitu buktikan. Buktikan juga apa yang kau katakan di halaman mansion Casey. Buktikan kalau kau memang layak disandingkan untukku.”

Mendengar itu membuat Stephanie terkekeh garing. Dia mengibaskan rambutnya ke belakang. Aroma buah-buahan yang ada di rambut itu semakin menebar, masuk ke indra penciuman Aiden dengan sangat sopan.

“Baiklah.”

Walaupun Stephanie menyangkal, Aiden dapat mengetahui kalau Stephanie memiliki sebuah rasa kepada pria yang menjadi musuhnya itu. Aiden tidak tahu perasaan apa itu, yang jelas dia akan mengetahuinya ke depan.

“Kalau begitu ayo. Kita temui dia,” tutur Aiden yang lalu mendorong pinggang Stephanie agar berjalan bersama dengannya.

Aiden membawa Stephanie ke arah segerombolan pria yang juga memakai jas. Aiden mengenali mereka. Para pengusaha muda yang juga menjadi rekan kerja Aiden, kecuali Joshua. Syukurlah mereka ada karena Aiden tidak akan menemui Joshua hanya seorang diri.

“Lihatlah! Mr. Chayton terlihat sangat berbahagia dengan pasangan barunya,” seru seorang pria dengan kekehan kecil. Para rekan kerja itu akhirnya menoleh serentak kepada Aiden dan Stephanie yang ada beberapa langkah di depan mereka.

“Tentu, Mr. Ison. Aku memang sengaja membawa calon menantu Chayton agar kalian mengenalnya,” kata Aiden yang lalu menoleh ke Stephanie yang ada di sampingnya.

Di sisi lain, Joshua yang berada tepat di depan Stephanie hanya bisa diam mematung. Sungguh, dia masih syok menerima fakta ini. Kenapa dirinya baru mengetahui hal ini? Joshua hanya pergi satu minggu tapi sudah banyak ketinggalan informasi.

“Bukankah dia Stephanie Casey?” tanya pria lainnya.

Stephanie tersenyum manis. Dia mengabaikan Joshua yang masih setia menatapnya. “Benar. Aku Stephanie Casey. Senang bertemu kalian semua .... Sejujurnya, ini adalah pengalaman pertamaku datang ke pesta yang dihadiri oleh banyak petinggi penting.”

“Kami tidak ada apa-apanya dibandingkan oleh Casey atau bahkan calon suamimu. Sungguh, kalian adalah perpaduan yang luar biasa.”

Tiba-tiba, Aiden merasakan rangkulan di lengannya sedikit menguat. Ia menunduk melihat Stephanie yang sudah merangkul tangannya dengan mesra. Well, ini adalah hal yang luar biasa bagi Aiden. Ia kira Stephanie akan terkejut atau masih terasa canggung karena keberadaan Aiden.

“Terima kasih. Sebentar lagi kalian akan menerima undangan pernikahan kami. Jadi, kuharap kalian datang,” sahut Aiden yang lalu mencium puncak kepala Stephanie.

Dari ujung mata Aiden, dia dapat melihat kalau Joshua sedang mengepalkan tangannya emosi. Berhasil! Usaha yang Aiden lakukan membuahkan hasil sampai-sampai ia tak tahan untuk menampilkan senyuman.

Pembicaraan mereka akhirnya berlanjut. Stephanie sebenarnya sudah bosan apalagi pembicaraan mereka tak jauh dari bisnis. Sungguh, Stephanie rasanya ingin pulang saja. Dia juga tidak tahan dengan dua pria yang sangat mendominasi ini. Di sebelah ada Aiden, di depan ada Joshua. Mereka mengurung Stephanie seperti di penjara.

“Aku pergi dulu ke kamar mandi,” bisik Stephanie kepada Aiden. Tanpa menunggu jawaban, Stephanie langsung bergegas pergi meninggalkan mereka.

***

Happ

Pergelangan tangan Stephanie dicekal hingga membuatnya berhenti melangkah. Tanpa berbalik badan pun Stephanie sudah tahu siapa pelakunya. Aroma tubuh yang masuk ke paru-paru Stephanie sungguh tidak asing.

“Apa yang terjadi, Stephanie?”

Stephanie mendesah pelan lalu berbalik badan hingga dia bertemu dengan sosok pria tampan, Joshua Oliver. Joshua dengan wajah lembutnya itu berhasil membuat Stephanie merasakan kenyamanan yang luar biasa.

“Joshua ....”

“Apa benar kau akan menikah?” potong Joshua dengan alis yang menyatu.

“Aku bisa menjelaskan ini—”

“Kalau begitu jelaskan kepadaku, Stephanie,” desak Joshua. “Apa yang sudah kalian tutupi dariku? Apa kau tidak menganggapku sebagai sahabat lagi hingga kau tak mengabariku apapun?”

Stephanie meringis pelan. Dia menggeleng, menyangkal tuduhan yang Joshua berikan kepadanya.

Joshua, hanya dialah pria yang berada dekat dengan Stephanie selain daddy dan kakaknya. Tahun ini tepat 3 tahun mereka menjalin hubungan sahabat. Stephanie tidak berniat menyembunyikan apapun dari Joshua.

Dirinya hanya merasa tidak enak kepada Joshua. Sudah berjalan beberapa minggu tapi Stephanie tidak kunjung memberitahukan kabar ini kepada Joshua. Stephanie merasa kalau dia adalah sahabat yang buruk. Karena baginya, hubungan persahabatan haruslah saling terbuka. Tapi Stephanie gagal mewujudkan itu kali ini.

“Jangan katakan kalau hanya aku yang belum mengetahui berita ini?” tanya Joshua lagi.

“Tidak,” sahut Stephanie. “Aku hanya belum yakin memberitakan ini kepada kalian. Ini terjadi secara mendadak. Hanya Nancy yang mengetahui semuanya.”

“Mendadak? Jadi kalian—”

“Tidak baik berbicara di toilet apalagi bersama dengan seorang perempuan yang sudah menjadi milik orang lain.”

Suara berat bercampur basah itu berhasil memotong kalimat Joshua. Di pintu sana, sudah berdiri seorang pria dengan sangat gagah. Mata pria itu memanas kala melihat Joshua yang memegang pergelangan tangan Stephanie. Dengan kasar, dia melepas cekalan tersebut. Tak hanya itu, Aiden juga merangkul pinggang Stephanie. Menandakan kalau hanya dialah pemilik sah dari perempuan berparas cantik, Stephanie.

“Wow. Aku tidak menyangka kalau Stephanie dimiliki oleh seorang pra sombong seperti dirimu. Sungguh, Stephanie sangat sial,” ejek Joshua yang tersenyum remeh.

Stephanie menggigit bibirnya kala merasakan cekalan di pinggangnya menguat. Aiden menekan keras pinggang Stephanie karena merasa emosi dengan apa yang Joshua katakan.

Sampai sini Stephanie tahu kalau Aiden dan Joshua punya sebuah masalah. Dua pria yang punya tampan tak main-main saling mengibarkan bendera perang, dilihat dari cara menatap dan nada berbicara. Mengerikan!

“Yang jelas aku tidak pernah merebut milik orang lain.” Sindiran yang Aiden berikan membuat Joshua terdiam. Apa yang Aiden katakan mampu membuat dirinya merasa masuk ke masa lalu. “Atau kalian memiliki hubungan? Katakan saja agar aku menjauh. Karena bagiku, aku tidak akan mau merebut milik orang lain.”

Stephanie tidak mampu menjawab. Dia hanya bisa menunduk. Mendongak, maka ia akan bertemu dengan Aiden. Menoleh ke depan, maka dia akan bertemu dengan Joshua. Jadi Stephanie hanya punya opsi untuk menunduk. Setidaknya itu adalah pilihan yang aman baginya.

“Baiklah. Diam berarti kalian memang tidak memiliki hubungan apapun. Tapi yang jelas aku tidak tahu perasaan apa yang kalian miliki,” jelas AIden. Dia berdehem kuat. “Kalau kau punya perasaan yang lebih kepada Stephanie, kusarankan untuk berhenti. Karena dia akan menyandang namaku.”

Cup

Sontak Joshua langsung membuang wajah ketika ia melihat pemandangan yang menjijikkan, dimana Aiden mencium puncak kepala Stephanie.

“Kalau begitu kami pergi dulu. Ah ... satu lagi, kami memang dijodohkan. Ku harap itu bisa menjadi jawaban atas pertanyaanmu tadi,” jelas Aiden yang lalu menunduk, menatap Stephanie. “Ayo,” ajaknya untuk keluar dari sana

Aiden sudah tidak mood untuk melanjutkan pesta. Maka dari itu ia memilih untuk pulang sekarang juga. Lagian, tujuan utamanya datang ke pesta ini sudah berjalan dengan lancar. Melihat Joshua dengan raut emosi membuat Aiden merasakan puas.

***

“Aku tidak mau kau berhubungan lagi dengan pria itu,” pinta Aiden sesudah mobil mewah miliknya berada di halaman mansion Casey.

Setelah keheningan melanda dari tempat pesta, akhirnya Aiden mengeluarkan suaranya.

“Aku tidak mau menuruti perintahmu,” tolak Stephanie. Dia memberanikan diri untuk menatap wajah Aiden.

Sebenarnya tadi Stephanie ingin bertanya akan masalah apa yang ada di antara Aiden dan Joshua. Tapi karena mendengar kalimat pertama yang Aiden keluarkan, membuat Stephanie mengurungkan niat.

Bukannya marah, Aiden malah tersenyum. “Beberapa hari lagi kau akan menyandang namaku. Jadi kusarankan kau harus belajar untuk menurut.”

Stephanie mengernyit. Beberapa hari lagi? “Aku belum pernah menyetujui kapan pernikahan ini diadakan!”

“Tapi aku tidak butuh persetujuanmu,” jelas Aiden. Dia menekan tombol yang lalu membuat pintu mobil di sebelah Stephanie terbuka. “Sekarang masuklah. Kau harus butuh istirahat yang banyak— ku berikan kau satu hal tentangku .... Jangan pernah membantah apa yang kukatakan ini, karena kalau iya, maka aku akan menghancurkan Joshua Oliver. Menghancurkannya sama seperti membalikkan tanganku. Ini adalah hal yang mudah bagi seorang Chayton.”

Jari dingin Aiden mengelus pipi Stephanie dengan sangat lembut. Sampai-sampai napas Stephanie terasa tercekat. “Kerja yang bagus untuk malam ini. Kau membuktikan bahwa dirimu layak menjadi menantu Chayton. Selamat malam, Mrs. Chayton .... Mulai sekarang belajarlah membiasakan nama belakangmu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status