Share

Tamu Tak Diundang

 “Tadi buburnya dimakan sampai habis? Obatnya diminum juga kan?” tanya Icha bawel kapada Aldy yang rebahan di sofa sambil main ponsel dengan TV yang menyala acara otomotif.

“Sudah,” jawab Aldy singkat tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel nya.

Icha langsung menuju dapur dan dia tidak ada menemukan piring kotor, dia hanya mengangkat kedua alis lalu langsung memasak. Karena waktu istirahat tidak lama, dia hanya masak ayam kecap dengan bumbu rempah resep khas dari mama.

Icha menyentuh dahi Aldy dengan mendadak sehingga Aldy terkejut dan menepis tangan Icha dengan agak keras, “Apaan sih, ganggu!” Aldy kesal.

“Sudah nggak terlalu panas sih, harusnya hari ini sudah sembuh. Minumi vitamin sama obatnya, lalu banyak-banyak istirahat aja hari ini,” kata Icha tanpa menghiraukan Aldy yang kesal, “Aku masak ayam kecap, sudah aku taruh diatas meja. Kamu makan sendiri bisa, kan?”

Icha menuju kamarnya dan langsung menutup pintu, tetapi ekspresinya langsung berubah setelah melihat mangkok, piring dan gelas kotor di atas mejanya.

“Aldy! Kenapa enggak langsung di cuci?!” teriaknya dari kamar dengan suara yang cukup memekakan telinga Aldy.

“Masa iya orang sakit disuruh-suruh,” sahut Aldy dengan santainya.

Icha kembali mehela napas panjang dan emosi. Sabar Icha ....

Suasana diantara pasangan pasutri baru itu menjadi agak canggung, karena Icha masih menahan emosi sementara Aldy yang cuek dan selalu main ponsel.

Icha menghampiri Aldy dengan membawa dua kaleng minuman dingin dan duduk di sofa dekat suaminya. Aldy telah mengubah posisinya menjadi duduk. Icha bersandar lalu memindah chanel TV dengan acak dan dalam beberapa menit dia belum juga menemukan chanel yang ia suka.

“Kamu kenapa sih pusing aku tuh denger chanel pindah-pindah mulu,” kata Aldy yang masih sibuk main game. Icha tidak menghiraukan perkataan Aldy, ia masih memindah channel dengan random.

Aldy menoleh sedikit ke arah Icha yang tampak kurang baik mood nya.

“Ada masalah ya? Kenapa?” tanya nya pada Icha yang hanya menatap kosong layar TV nya.

“Gini ya ribetnya cewek mana aja sama. Setiap ditanya enggak dijawab haduuhh ... makan aja deh.” Aldy langsung berdiri dan menuju dapur untuk makan. Dia tidak begitu ambil pusing dengan sikap Icha yang diam, dia mengambil dua porsi makanan laalu membawanya ke sofa depan TV lalu menyerahkan satu piring makanan ke Icha.

“Biasanya kalau cewe mulai bersikap aneh, kalau disuruh makan langsung baik mood nya,” ujarnya lagi.

Icha melirik sedikit kepada Aldy, “Enggak sekalian sama minumnya, mas?”

Aldy yang sedang menyuap makanan hanya menoleh kesal ke arah Icha.

Icha tertawa kecil lalu makan, dia ke dapur untuk mengambil air minum. “Kamu paham banget ya sama sikap-sikap cewek? Hebat lho ... Atau jangan-jangan kamu itu sebenernya cewe?” tanya Icha.

“Sembarangan aja, aku kan punya adek. Feby itu kalau ngambek obatnya ya cuma dibawa makan. Sama banget kaya Dinda, diberi eskrim langsung baik lagi mood nya. Aneh banget emang cewe itu.”

“Haha bukan aneh, tapi kami itu spesial jadi ya emang harus diperlakukan special,” sahut Icha.

“Enggak adil lah, masa iya cowo mulu yang harus ngerti cewe tapi cewe nya bodoamat sama cowo. Kalau cowo badmood, cewe malah ikut-ikutan badmood kan?”

“Haha enggak semua cewe kali ah, ada juga cewe yang sukanya ngalah bahkan walaupun yang salah itu si cowo nya. Bego banget kan? Tapi kadang cewe gitu kalau sudah sayang banget.”

“Curhat bu?” tanya Aldy agak ngeledek Icha yang sedikit bersemangat dalam bercerita.

Icha hanya tertawa kecil sambil mengangkat bahunya, “Tapi ngomong-ngomong Dinda siapa? Adek kamu juga? kemarin pas acara itu dia dateng juga?” tanya Icha dengan santai yang berhasil membauat Aldy terdiam sejenak lalu menjawab dengan singkat, “Temen lama,” jawabnya.

“Ohh, kalau dari namanya pasti dia cewe yang cantik pinter baik juga setia deh.”

“Kaya cenayang ya kamu nerawang karakter orang cuma dari nama.”

“Bukan cenayang, tapi aku ada beberapa temen yang namanya Dinda karakternya emang gitu. Jadi aku tarik kesimpulan gitu.”

“Bukan karena namanya sama lalu karakternya sama,” sahut Aldy seolah tidak terima dengan kalimat Icha.

Icha sedikit tersenyum, dia pernah mendengar sedikit mengenai Dinda dari Feby ketika dirinya belum menikah dengan Aldy. Dia merasa masih sangat wajar kalau Aldy sesekali masih menyebut namanya ketika bercerita dan itu samasekali tidak mengganggu Icha.

Ponsel Icha berdering ada panggilan dari kontak dengan nama ‘Riza’. Icha hanya mengabaikan dengan mensenyapkan mode ponselnya.

“Kenapa enggak diangkat? Siapa tau penting,” kata Aldy yang juga melihat nama kontak di ponsel Icha.

Icha cuma menggelengkan kepalanya, tetapi ponsel Icha masih terus berbunyi. Hal ini membuat Aldy penasaran karena baginya tidak mungkin tidak penting kalau menelpon lebih dari tiga kali. Aldy meraih ponsel Icha tetapi Icha langsung menarik ponsel nya dengan sigap.

“Jangan! Itu beneran nggak penting!” teriak Icha dengan ekspresi yang serius. Okay bisik Aldy lirih. Keduanya kembali melanjutkan makan dengan tanpa adanya obrolan.

Tengtong

Terdengar suara bel rumah mereka ada yang menekan dari luar. Aldy berdiri ingin membukakan pintu tetapi Icha melarangnya dan menyuruh suaminya itu untuk meminum obat saja biar dia yang membuka pintu.

“Maaf, mas cari siapa ya?” tanya Icha kepada sosok pria yang berpakaian lengkap dengan jas rapi yang berdiri menghadap ke jalan.

Dari belakang Icha tidak mengenali perawakan pria itu, nampak asing.

Mendengar suara si tuan rumah, pria itu berbalik dan tersenyum dan membuat Icha terdiam lalu ekspresinya pun berubah seketika.

“Hai, apa kabar? Lama enggak ketemu,” katanya lagi masih sambil tersenyum kepada Icha.

Perempuan berambut pendek itu bergeming masih tanpa ekspresi, hanya menatp tamunya dengan mengatur napasnya.

Melihat ekspresi istrinya yang nampak tidak nyaman, Aldy yang mengamati dari jauh segera menghampirinya di ambang pintu.

“Siapa ya?” Aldy memunculkan diri dari belakang Icha.

“Oh hai kamu pasti suaminya Icha ya, perkenalkan aku Riza. Mantan kekasih istri tercintamu,” ujar pria itu sambil mengulurkan tangannya kepada Aldy.

Aldy menyambut tangan Riza dengan hangat, “Hai,” balasnya singkat. “Aada keperluan apa?”

“Enggak, aku cuma mau mengucapkan selamat untuk kalian berdua karena telah resmi menjadi suami istri. Maaf juga ketika acara kalian aku enggak bisa datang karena masih ada kesibukan yang diurus,”  kata Riza masih dengan senyumnya yang dipaksakan untuk ramah.

“Oh iya nggak masalah. Kami sudah menerima kado darimu,” jawab Aldy singkat, “Apakah masih ada hal lain yang ingin disampaikan? Jika tidak, kamu boleh pulang, maaf kami sedang ada kesibukan,” sambungnya lagi.

“Iya tentu saja kalian sibuk kan pengantin baru, hehe. Baiklah kalau begitu aku pulang, bye.” pria berbadan agak besar itu pergi meninggalkan rumah Icha dan Aldy dengan menaiki mobil sport berwarna merah.

Icha segera berbalik dan kembali ke depan TV untuk membereskan semua bekas makan siangnya bersama Aldy juga merapikan dapur lalu bersiap kembali ke kantor karena jam istirahat telah berakhir. Aldy belum tahu pasti hubungan seperti apa yang dulu dijalani oleh Icha dan pria bernama Riza tadi. DIa penasaran hal apa yang membuat Icha sama sekali tidak ingin berhubungan dan bahkan bertemu saja membuatnya berkeringat dingin.

Apakah mereka masih ada hubungan lalu dia menyembunyikannya dariku? Makanya dia nggak mau angkat telpon dan gemetar ketika bertemu dirumah kami’ Pikiran Aldy mulai kesana kemari, dia menjadi sangat ingin tahu sekarang.

Atau dia trauma dengan sosok pria tadi? Apakah Icha pernah diancam untuk dibunuh? Ataukah kasus penganiayaan terhadap pacar?’ Aldy sedikit memijat dahinya.

Sambil duduk menonton TV, ia mengamati kesibukan Icha yang hendak kembali ke kantor. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Bahkan setelah selesai berberes, perempuan itu langsung saja berangkat tanpa berpamitan dengan Aldy.

“Kenapa dia bersikap begitu padaku?” gumam Aldy heran. Dia memiringkan kepalanya mencoba memikirkan kemungkinan hal yang membuat istrinya berubah sikap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status