Prolog
Sayup-sayup terdengar tangisan pilu di dalam ruangan yang telah hancur berantakan. Tangisan seorang gadis yang merasakan kesakitan di seluruh tubuhnya hanya bisa terduduk di atas tempat tidur merasakan pilu. Hanya selembar selimut berwarna hijau dengan motif animasi katak favorit yang menutupi tubuhnya.
Perlakuan bejat dan kasar dari seorang pria yang tidak ia kenal mampu mencabik-cabik hati dan harga dirinya. Kehormatan yang selalu ibu ingatkan harus dijaga untuk pendampingnya kelak, kini sudah di renggut dengan paksa dan kejam.
Gadis remaja yang masih sangat rapuh sudah harus mengalami kejadian yang sangat mengerikan. Kekerasan seksual yang ia alami telah melukai fisik dan psikis nya sangat dalam.
Braaaaakk
Terdengar suara pintu yang terbuka dengan paksa. Terlihat seorang ibu muda memegang bangku yang baru saja digunakan untuk membuka pintu terkunci.
Wanita itu melihat anak gadisnya dalam kondisi yang sangat mengenaskan terisak-isak di atas tempat tidur,
dengan tubuh bergetar dan hanya menggunakan selimut menutupi tubuh mungilnya.
Dadanya sesak, hati pun ikut teriris pilu, melihat putri cantik yang ia sayangi melebihi diri sendiri dalam kondisi yang sangat tidak berdaya.
Wanita itu menatap anaknya yang memiliki banyak luka di wajah. Kening yang memar, sudut bibirnya yang berdarah, bekas tamparan di wajah, entah bagaimana keadaan tubuh anak gadisnya di balik selimut.
Luka yang tergambar dan bercak darah segar terlukis di seprai, sudah sangat jelas menggambarkan kejadian yang sangat mengerikan dialami putri kesayangannya..
Wanita itu menatap wajah putrinya, tanpa perlu gadis itu bersuara, sorot mata penuh luka sudah membuat ia sangat mengerti apa yang putrinya rasakan. Ia memeluk berharap luka pada putrinya bisa berpindah ke dirinya.
"Hahahaha" tawa menggelegar keluar dari mulut seorang pria yang terlihat seumuran dengan wanita itu.
"Kurang ajar" teriak wanita itu dengan keras meluapkan gemuruh yang ada di dada.
"Apa salah putriku?" Teriakannya tertahan oleh tangisnya sendiri.
"Salahnya ia sangat mirip denganmu!" Pria itu kembali tertawa.
" Bejat dasar kau pria bejat!" wanita itu melempar semua benda yang dapat ia raih kearah pria bejat itu.
Benda tabung berdasar keramik yang biasa digunakan untuk minum, sukses mendarat di kening pria itu.
"Aauuu" pria itu meringis merasakan sakit.
Ia memegang keningnya yang mengeluarkan dara segar mengalir dari kening pria itu.
Melihat pria bejat itu lengah, segera wanita itu menjauh dari putrinya ia meraih gunting dan mengarahkan kepada penjahat itu.
Jleebb gunting itu berhasil menembus leher jenjang wanita itu ya karena lawan yang tak sebanding hasil sudah dipastikan dimenangkan oleh sang pria
"Buuuunnnndaaaaaaaa" gadis mengenaskan itu menatap nanar Ibunya, tubuhnya bergetar, air matanya mengalir tangannya terulur seakan ingin menggapai tubuh yang terkulai di lantai.
"Ssiit!" Pria itu menarik gunting yang tertancap, kemudian berjalan ke arah gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan
"JANGGANNNNN" Nayyara terbangun dari tidurnya.
Luka masa lalu yang Nayyara miliki membuat trauma yang begitu dalam padanya. Mempengaruhi sikapnya terhadap orang lain terutama lawan jenis.
Nayyara sangat sulit untuk percaya dengan seseorang, ia pun sulit beradaptasi dengan lingkungan baru.
Mimpi buruk bayangan masa lalu pun sering datang pada saat kondisi tubuh dan pikirannya terganggu.
***
Kalau Tuhan sudah berkehendak kita bisa apa? Karena pada hakikatnya kita hanya wajib berusaha dan Tuhan lah yang maha penentu..
Seperti kisah cinta ini,
Harus mengalah dengan predestinasi cinta dari semesta.
Aku ikhlas kalau harus begini, tapi aku tidak akan ikhlas melihatmu menderita utuk kesekian kalinya.. Karena kaupun berhak untuk bahagia.
.
.
.
.
.
Hai hai salam kenal ya dari Engsri..
semoga kalian suka sama karya ku yah
Suara gesekan bangku yang ditarik memulai acara sarapan sebuah keluarga. Dimulai dari Ibu yang menyiapkan Sarapan untuk Ayah dan dirinya sendiri, diikuti Nayaraa yang mengisi piringnya sendiri.Ddrrrrtt ddrrrrtt getaran ponsel Nayyara membuyarkan konsentrasi acara sarapan mereka. Nayyara meraih ponselnya melihat siapa yang menghubunginya sepagi ini. Keningnya berkerut setelah melihat pesan yang masuk di ponselnya."Kenapa Nay?" tanya Bu Ani.Bu Ani keheranan melihat raut wajah Nayyara. Bu Ani yang adalah psikiater telah menikah beberapa tahun yang lalu dengan Pak Riswa ayah Nayyara. Bu Ani mengagumi sosok Pa Riswa yang penyayang dan telaten menemani putrinya menyembuhkan trauma. Sebaliknya Pa Riswa pun mengagumi Bu Ani sebagai dokter yang ramah dan tulus."Akhir pekan aku ada dinas keluar kota Ma tiga hari."Nayyara meletakan sendok ke piring yang sudah kosong."Loh bukannya
Bab 2Telepon di meja Nayyara berdering segera Ia mengangkat gagang teleponnya. Ternyata Diana yang penasaran langsung menelpon. Setelah mendengar beberapa pertanyaan Diana, Nayyara memutuskan untuk bercerita."Nanti jam 4 aku telpon lagi," Nayyara memperhitungkan kapan pekerjaannya selesai dan akan bercerita dengan mereka.Nayyara memeriksa setiap data yang ia siapkan untuk meeting besok. Memilih poin-poin penting yang akan dibahas. Dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Setelah semua
Bab 3Malam semakin larut mereka pun memutuskan untuk pulang. Tama mengantarkan Nayyara terlebih dahulu. Jalanan kota Jakarta yang mulai tenang dan volume kendaraan yang sudah sangat berkurang dari jam sibuk, membuat malam semakin syahdu.Jalanan yang lengang membuat pengendara mobil maupun motor untuk mengemudi dengan cepat. Tapi tidak dengan Tama, Ia mengendarai motornya dengan santai menikmati waktu dengan Nayyara, karena menurutnya berada dengan Nayyara dengan jarak yang begitu dekat adalah moment yang sangat berharga.Tama menghentikan motor dan membuka helmnya meminta izin kepada satpam perumahan untuk masuk. Satpam yang mengenali Nayyara dan Tama segera membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan mereka masuk. Tama menghentikan motornya di depan rumah Nayyara."Makasih ya Abang."Nayyara membuka hlem nya dan memberikan pada TamaTama mengangguk dan menerima helm yang diberikan Nayyara,
Nayyara berangkat dengan menggunakan mobil kantor agar bisa mengangkut semua barang yang akan ia bawa. Nayyara menuju pusat perbelanjaan yang berada tidak jauh dari kantor.Sebenarnya Nayyara bisa saja meminta salah satu supir atau karyawan lain untuk berbelanja, tapi Nayyara memutuskan untuk pergi sendiri karena ia juga harus menyiapkan keperluan yang diperlukan untuk menyambut kedatangan orang tua Tama.Berbekal catatan di ponselnya, Nayyara mencari semua kebutuhan yang diperlukan untuk Kavi dan istrinya. Ia juga membeli beberapa barang untuknya dan juga membeli sayuran serta daging, ayam dan bumbu-bumbu untuk persiapan memasak besok di rumah Tama.Nayyara menelpon Tama untuk mampir sebentar memberikan bahan-bahan masakan yang sudah ia beli tadi."Abang dimana? Aku habis beli sayuran buat masak besok. Aku nitip sayurannya di tempat Abang, Sebelum ke rumah Pak Kavi," ujar Nayyara panjang lebar sambi
Tiba saat jam pulang kantor Kavi dan Khalingga keluar dari ruangan.Kavi mendekati meja sekretarisnya, "Nayyara kamu besok jadi izin?"Nayyara bangkit dari duduknya,"jadi Pak, sudah ada janji.""Emang ga bisa dibatalin?" terlihat senyuman Kavi yang sulit diartikan.Baru Nayyara ingin menjawab tiba-tiba terdengar suara batuk dari seseorang.Uhuk-uhukMereka bertiga kompak menoleh kesumber suara batuk.
Mereka lalu masuk ke dalam lift menuju lantai 56. Sesampainya di lantai yang dimaksud, mereka disambut oleh resepsionis lalu mempersilahkan mereka masuk dengan mudah. Sedangkan ada beberapa pengunjung yang tidak diperbolehkan masuk karena pakaian mereka tidak sesuai standar aturan.Pasalnya untuk wanita tidak boleh mengunakan sendal biasa dan pria tidak boleh mengunakan kaos saja."Kita duduk di luar aja."Ajak Tama sambil mengedarkan pandangan mencari tempat yang kosong. Karena ini hari kerja jadi masih ada beberapa meja kosong.
Sepanjang perjalanan menuju bandara, Tama terus tersenyum bahagia, seperti anak kecil mendapatkan mainan kesukaannya. Sedangkan Nayyara hanya menahan malu karena kejadian tadi masih berputar-putar di kepalanya.Tama masih fokus mengendarai mobil, lalu melirik Nayyara, "Kamu cepet belajar yah?" tanya Tama dengan senyum lebar nan bahagia.Nayyara makin tersipu malu, mendengar Tama membahas kejadian tadi. "Apaan sih?!" Nayyara menjawab yang disertai pukulan ke bahu Tama.Bukanya merasa sakit Tama malah tertawa "Hahaha".Sedangkan Nayyara cemberut dan menata
Sepanjang perjalanan, Nayyara bersikap seolah tak terjadi apa-apa padanya, ia masih bisa tersenyum dan tertawa."Kamu jangan berpikir yang macem-macem ya..." Suara Tama lirih, lalu meraih tangan Nayyara dengan satu tangannya dan satu tangannya lagi memegang stir."Menurut kamu, apa mungkin aku ga memikirkannya?" Suara Nayyara terdengar datar sambil menatap lurus kedepan.Tama menepikan mobilnya lalu menatap Nayyara."Itu bukan masalah yang besar," dengan suara lembut Tama menenangk