Suara lima anak-anak yang berlari di lorong membuat Raymond tanpa sadar tersenyum kecil memandangi mereka semua. Keceriaan anak-anak itu seolah memberikan suasana yang jauh lebih menyenangkan di tengah kumpulan para pasien rumah sakit yang rata-rata dihuni oleh orang tua. Hanya sedikit pasien yang seumuran dengannya, itu pun tidak menghabiskan waktu lama sepertinya. Anak-anak itu tertawa keras sebelum akhirnya terdiam saat seorang perawat wanita menegur mereka yang ribut. Wajah bahagia mereka memudar, disusul kepala mereka yang menunduk lesu. Ia yang baru saja menyelesaikan proses administrasi rumah sakit hanya menggeleng pelan, menghampiri anak-anak tadi dan juga perawat wanita yang masih sibuk mengomeli mereka dengan perkataan yang terus diulang-ulang.
“Biarkan saja,” tangan kiri Raymond bergerak mengelus salah satu kepala anak-anak berambut panjang lurus berwarna cokelat tua yang digerai. Anak itu mendongak
Thyme Umberbridge memandang bayangan dirinya di kaca mobil, merapikan penampilannya. Hari ini ia sudah memberanikan diri mengajak Priska Cirillo—perempuan yang sudah ia suka sejak ia tahun pertamanya di SMA St. Ignatius. Perempuan kuat yang berhasil mengalihkan dunianya yang selama ini hanya berkutat pada belajar dan latihan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin organisasi mafia Umberbridge, menggantikan ayahnya. Dari Priska, ia mengenal Amanda Chloe—teman satu angkatannya yang dikenal jenius dalam bermain piano (dan belakangan ia baru tahu bahwa temannya itu adalah adik perempuan dari Arnold Walter, pembunuh bayaran dari keluarga Walter yang ia kagumi sejak lama sampai ia mengikuti jejaknya dengan mengasah kemampuannya menembak secara akurat), dan Gerald Tan—teman sejak kecil Amanda Chloe yang memiliki kepribadian seperti ibu rumah tangga, dan sekarang tengah bersamanya di dalam mobil setelah ia meminta temannya itu untuk menemaninya. Ia terlalu gugup, sampai tidak menyadari ke
Raymond Cooper menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan, menikmati sensasi dari aroma yang dihasilkan dari rokok itu. Matanya yang tersembunyi di balik kacamata hitamnya mengamati suasana di luar bandara. Posisinya yang duduk di area khusus merokok membuatnya sedikit sulit untuk mengamati sekitar, tapi ini jauh lebih baik daripada harus menahan diri untuk tidak merokok sampai tiba di hotel. Kopi espresso yang ia pesan untuk membuatnya tetap terjaga setelah enam jam perjalanan dari Morozov menuju kota Cirillo yang terletak di pulau Andreas itu mulai dingin. Agak enggan, ia meminum kopi itu dalam sekali teguk, lalu mematikan rokoknya yang tinggal sedikit ke asbak rokok yang sudah disiapkan di atas meja seraya menghela napas panjang. Tangannya yang kokoh dan ramping itu mengeluarkan secarik kertas lusuh dari mantel berwarna cokelat yang ia kenakan. Hidungnya yang peka itu masih bisa mencium ar
Sudah dua bulan berlalu sejak ia menginjakkan kakinya di kota Cirillo dan tinggal seatap dengan wanita bernama Hazel Skylar. Itu pun setelah melalui seleksi penyaringan yang ketat dari agen properti sialan itu yang terus mencegah wanita itu tinggal bersamanya. Ia tidak mengerti kenapa agen properti itu mati-matian menghalangi wanita itu untuk tinggal bersamanya, seolah pria itu adalah ayah dari wanita itu. Keputusan itu harusnya ada di tangan wanita itu, walaupun ia berharap banyak wanita itu mau menerima tawarannya, karena akan menghemat biaya sewa apartemennya. Pria itu terus-menerus memberikan citra jelek padanya—ditambah bumbu yang dibuat pria itu sendiri—menggambarkannya sebagai hewan liar buas yang sewaktu-waktu bisa menyerang wanita itu kapan saja. Memang, ia tertarik pada wanita itu sejak pertemuan pertama mereka, tapi bukan berarti ia akan bergerak menyerang wanita itu seperti deskripsi agen sialan itu. Ia m
Keesokan harinya, Raymond memutuskan untuk keluar rumah, merilekskan pikirannya setelah menghabiskan hampir dua bulannya di dalam apartemennya. Semua informasi sudah lengkap, hanya perlu memikirkan cara bagaimana mendekati Amanda Chloe tanpa membuat anak itu curiga padanya. Bukan hanya itu saja alasannya keluar rumah. Ia perlu pekerjaan baru. Tidak mungkin ia bergantung pada tabungannya yang mulai menipis itu untuk bertahan hidup.Masalahnya, pekerjaan apa yang harus ia ambil? Ia hanya memiliki pengalaman sebagai detektif polisi selama lima tahun. Hanya itu. Tidak mungkin ia melamar pekerjaan sebagai polisi juga di kota Cirillo, mengingat prosedurnya yang tidak memungkinkan karena ia bukan orang kota Cirillo. Ia tidak bisa memikirkan opsi apa pun sekarang. Tidak mungkin ia melamar pekerjaan di SMA Ignatius, tempat Amanda
Baru beberapa hari yang lalu ia mendapat pekerjaan di kafe tempat Hazel bekerja. Mendapat informasi baru bahwa anak perempuan yang tengah ia selidiki berdasarkan petunjuk terakhir yang diciptakan Arnold itu sering mengunjungi kafe itu. Rachel mengatakan semua yang diketahui wanita itu tentang Amanda setelah ia mendapati Edward yang tengah memarahi Rachel dan ketiga temannya itu karena melemparkan tanggung jawab yang seharusnya menjadi tugas mereka padanya. Ia mengambil kesempatan itu untuk menanyakan pada Rachel sebagai ganti karena sudah menyelamatkan mereka dari amukan Edward. Untungnya, Rachel tipe yang bisa diandalkan.Dan sekarang, intuisinya seperti mengatakan padanya kalau nyawa Amanda berada dalam bahaya. Sebenarnya ia enggan untuk mengikuti intuisinya karena itu berarti ia harus mengorbankan waktu istirahat yang
Serius?Raymond memandangi anak laki-laki berkacamata yang waktu itu menatapnya tajam di hari pertama ia kerja yang saat ini berdiri di hadapannya setelah beranjak keluar dari toko itu. Itu pun setelah harus beberapa kali menolak ajakan Martha untuk minum teh sambil membicarakan masa lalu. Diam-diam ia mengamati anak ini. Dari penampilannya ia sudah menduga kalau anak ini tipe yang bisa diandalkan, tapi ia tidak menyangka kalau teman yang dihubungi Amanda adalah anak ini. Kenapa di antara semuanya, Amanda malah memilih Gerald Tan? Ia pikir, Amanda akan menghubungi Priskaーanak perempuan berbadan atletis yang jago olahraga itu. Bukan bermaksud meragukan kemampuan Gerald, tapi Raymond merasa kalau Gerald bukan orang yang tepat untuk melindungi Amanda.
Raymond membuka kedua matanya. Di depan matanya, ia melihat sosok Hazel dengan rambut cokelat gelap panjangnya yang disampirkan ke samping telinga kirinya, mengamatinya dari jarak yang sangat dekat. Begitu melihatnya siuman, wajah khawatir Hazel sirna, berganti lega. Ia memandang ke sekelilingnya. Hanya ada Hazel. Apa Martha sudah pergi? Atau Martha hanya menghubungi ambulans dan meninggalkannya begitu ambulans tiba menjemputnya?“Sudah siuman?”Tubuhnya masih terasa lemas karena pengaruh obat bius. Ia memandang ke sekelilingnya sebelum perhatiannya tertuju pada Hazel yang duduk di sampingnya. Sejak kapan ia berada di klinik? Dan kenapa Hazel ada di sini?
Mereka tiba di depan rumah Amanda Chloe. Tidak terlihat aktivitas di rumah tersebut, menandakan bahwa anak itu benar-benar berada di rumah Gerald Tan. Sambil terus menggenggam tangan Hazel yang tidak ia lepaskan sejak tadi, mereka berjalan melewati tiga rumah sebelum akhirnya tiba di rumah Gerald Tan. Hampir semua rumah yang berada di sini memiliki desain yang mirip karena letaknya yang berada di perumahan, membuat orang sedikit kebingungan jika baru pertama kali mengunjungi tempat ini dan tidak memperhatikan detail lainnya yang menggambarkan profil si pemilik rumah. Seperti contohnya rumah Amanda tadi yang memiliki pintu pagar berwarna hitam, sementara rumah yang sekarang ada di hadapannya ini memiliki pintu pagar berwarna putih dengan ukiran singa emas. Raymond mengeluarkan ponselnya sekilas sebelum memasukkannya kembali ke dalam saku celananya untuk mengecek jam.