Share

Chapter 4 (Bisakah Anda Meluangkan Waktu?)

    Halbert Gao mengambil bingkai foto bersama keluarganya. Pandangan matanya hanya fokus pada figure mamanya. Telapak tangannya perlahan mengepal. Ia semakin takut dengan mimpi yang selalu datang padanya.

“Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mencegah mama pergi?”

Andai saja, dirinya memiliki tubuh yang lebih besar, mungkin dia dapat mencengkram lengan mamanya lebih erat, andai saja mamanya tidak menolak uluran tangannya seperti dalam foto. Halbert Gao tidak ingin mimpi yang dilihatnya menjadi kenyataan. Jika dia tidak mendapatkan mimpi itu, mungkin dirinya tidak akan mempedulikan mamanya. Kematiannya yang menyedihkan, kesepian dan sendirian yang dilihatnya dalam mimpi membuat hatinya sakit. Ia mulai memperhatikan ibunya dan menyadari tatapan mata yang tajam ternyata menyembunyikan perasaan kesepian. Tuan muda Halbert juga mulai menyadari perhatian kecil mamanya yaitu ketika dia demam saat itu samar-samar Halbert Gao mendengar suara kekhawatiran mamanya dan juga mamanya dengan ketat memilih guru karena kejadian pelecehan yang dialaminya dan mamanya juga dengan panik memanggil dokter.

Tuan Muda Gao tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mamanya jika semua masih berjalan seperti plot mimpi yang dilihatnya. Ia ingin mengubahnya, tetapi dia tidak tahu apa yang dapat dia lakukan untuk mengubah plot? Otak kecil Halbert Gao perlahan kelelahan karena berpikir berat.  Tubuh kecilnya tumbang di atas tempat tidur dan perlahan mulai terlelap. Dirinya tertidur dengan memeluk bingkai foto itu. 

***

“Permisi! Tuan Besar, saya membawakan teh untuk anda.” Pengasuh Ye perlahan masuk ke ruang kerja Edzar Gao.

“Terima kasih, Ye Meyleen!”

Edzar Gao menerima teh yang diulurkan padanya. Pria itu menghirup aroma teh yang menyegarkan sebelum akhirnya meminumnya. Suasana hatinya sedikit membaik setelah meminum teh  yang dibuat oleh Ye Meyleen.

“Tuan Besar, tangan anda? Apa yang terjadi? Apa tehnya terlalu panas?”

“Tidak, bukan itu!” Edzar Gao meletakkan cangkir tehnya. Dia berusaha bersikap normal, tetapi Ye Meyleen justru masih bisa melihat ada sesuatu yang salah dengan telapak tangannya.

Ye Meyleen mengulurkan tangan dan menyentuh kedua telapak tangannya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan khawatir. “Anda selalu seperti ini! Kenapa harus melampiaskan amarah dengan menyakiti diri sendiri! Tunggu! Saya akan mengobatinya.”

“Tidak perlu!”

“Bagaimana mungkin tidak perlu, anda terluka. Anda harus mengobati sebelum bertambah buruk.”

 Ye Meyleen segera mengambil kotak P3K, Dia meneteskan obat luka secara hati-hati, sebelum membalut telapak tangannya.

“Terima kasih.”

“Anda tidak perlu berterima kasih. Ini sudah tugas saya.”

“Tuan, ada yang ingin saya beritahu pada anda!”

“Apa itu?”

“Tuan muda mengurung diri di kamar dan tidak mengijinkan saya mendekat. Saya merasa khawatir. Tuan muda pasti merasa terkejut dan tertekan karena nyonya  memilih untuk pergi.”

Edzar Gao mengetahui seberapa terpukulnya putranya. Halbert Gao bukannya anak laki-laki yang mudah menangis dan selalu menjaga sikapnya. Namun, putranya tadi justru menangis dengan keras dan tidak peduli dengan citranya. “Anak itu, kenapa dia tidak bisa melepaskan wanita yang bahkan tidak pernah memberikan kasih sayang! “

“Tuan besar, seperapa kakunya hubungan ibu dan anak, mereka memiliki ikatan yang menyatukan mereka. Setiap anak akan sedih saat harus berpisah dengan orang tua mereka dan juga bukankah tuan besar juga merasa sedih atas perginya nyonya Fallin Ma.“

“Sedih? Tidak mungkin. Aku hanya merasa kesal karena aku harus mengurus tugas-tugas yang ditinggalkannya! “

“Anda masih mengelak.“

“Ye Meyleen, apa yang dapat aku lakukan untuk membuat putraku lebih baik? Asalkan aku tidak harus membawa wanita itu kembali ke keluarga Gao, aku akan melakukan apapun untuk putraku!”

“Saya tahu akan cukup sulit untuk membujuk nyonya besar, tetapi anda bisa memulai dengan meluangkan lebih banyak waktu dan menjadi lebih dekat dengan tuan muda! “

“Anda tahu seperti apa kepribadian tuan muda bukan? Tuan Muda lebih memilih untuk menyimpan masalahnya seorang diri.  Saya juga sedikit kesulitan untuk membujuk Tuan Muda agar lebih terbuka, tetapi jika itu adalah anda, papanya, mungkin tuan muda akan lebih terbuka pada anda dan setidaknya mengurangi perasaan kehilangan yang dialami tuan muda.”

“Apakah menurutmu begitu? Apa dengan mendekatinya dia akan sepenuhnya melupakan wanita itu?”

“Tidak ada seorang anak yang dapat melupakan orang tuanya, bukankah anda juga begitu, tuan besar? Setidaknya cara ini dapat membuat tuan muda sedikit terhibur karena masih ada papanya yang berada disisinya. ”

“Aku mengerti! Aku akan mencoba lebih dekat dengannya.“

“Kau bisa kembali ke kamarmu. Ini sudah larut malam. Sebaiknya kau tidur!”

“Ya, saya permisi. Tuan Besar, anda juga jangan terlalu memaksakan diri untuk terus bekerja!”

“Um.” Edzar Gao mengangguk.

Ye Meyleen meninggalkan ruang kerja Edzar Gao. Ketika dia keluar, dua orang pelayan yang bertemu dengannya saling berbisik satu sama lain, “ Wanita murahan, setelah nyonya pergi, dia justru semakin gencar mendekati Tuan."

“Benar, dasar tidak tahu malu.”

Ye Meyleen mengabaikan hinaan mereka ataupun tatapan mereka. Dia berjalan langsung ke kamarnya tanpa menghiraukan kedua pelayan itu. Mereka berdua ingin mengutuknya, tetapi saat itu tuan besar yang keluar ruangan justru menegur mereka.

“Kenapa kalian ada disini malam-malam begini? Pergi ke ruangan kalian!”

“Baiklah, Tuan Besar! ” Mereka berdua dengan cepat pergi dan berharap tuan besar mereka tidak mendengar hinaan yang mereka lontarkan pada pengasuh kesayangan tuan besar mereka.   

***

Edzar Gao perlahan masuk ke kamar putranya. Pandangannya terarah pada pria kecil yang tertidur pulas di Kasur, kedua tangannya memeluk bingkai foto. Tuan besar Gao mendekati putranya dan mengambil bingkai foto itu dengan hati-hati. Dia melihat foto didalam bingkai itu. Foto itu adalah foto keluarga yang diambil saat ulangtahun putranya dua bulan lalu. Ia baru memperhatikan putranya yang menggenggam tangan Fellin Ma dan senyum bahagia yang terukir dibibir putranya.

“Mama,” suara pelan terdengar dari Halbert Gao yang masih memejamkan matanya.

Edzar Gao meletakkan bingkai foto itu dan duduk di pinggir tempat tidur. Tangannya terulur  mengusap lembut rambut putranya. Ia menghela nafas kasar melihat putranya yang tidur dengan gelisah.

“Kau begitu menyayangi wanita tidak berperasaan itu ya? Apakah sebegitu dalam ikatan ibu dan anak?”

Edzar Gao tiba-tiba teringat disaat ibunya sekarat. Tangan ibunya yang lembut mengenggam tangannya, tatapan yang mengkhawatirkannya sebelum ibunya menutup matanya. Saat kematian ibunya, dia merasa tertekan juga. Namun, bisakah ikatan itu juga berlaku pada istrinya dan putranya. Istrinya tidak pernah bersikap dengan penuh kasih sayang seperti ibunya.

“Tidak! ikatan itu mungkin tidak berlaku bagi wanita tidak berperasaan itu. Wanita itu tidak akan meninggalkan putra mereka begitu saja. Dia melangkah pergi dengan begitu percaya diri.” Edzar Gao menapik pikkiran awalnya.

Edzar Gao merasa kasihan pada putra satu-satunya ini. Dia tidak ingin putranya terlalu larut dalam kesedihannya karena memikirkan kepergian wanita yang tidak peduli padanya. Wanita tidak berperasaan itu pergi untuk mencari kebahagiaannya sendiri dan meninggalkan putranya dalam kesedihan, sungguh wanita yang egois. Wanita yang tidak pantas untuk dianggap sebagai ‘ibu’ dan tidak pantas untuk diingat.

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status