Mimpi…
Apa yang kamu harap darinya?Menjemput di alam nyata, atau hanya sekedar bayangan semata.*** Pagi itu, di sebuah rumah megah nan mewah sedang terjadi keributan. Banyak orang berlari ke sana kemari untuk mencari sesuatu, bukan benda, melainkan seseorang. Pasalnya, putri mereka melarikan diri tepat di hari pernikahannya yang akan berlangsung beberapa jam lagi. "Cepat, Mas, cari ke seluruh sudut-sudut rumah!" teriak Bibi Andini cemas. "Kita mau cari kemana lagi, Ma, semua tempat sudah kita selidiki dan mencari dengan teliti. Namun nihil," kata suaminya - Paman Burhan. "Tapi tidak mungkin jika putri kita bisa keluar dengan mudah dari rumah ini, Mas. Ada banyak penjaga di semua sisi, bahkan semalam banyak orang begadang yang mempersiapkan dekorasi di sini. Lantas bagaimana bisa kita tidak menemukannya di dalam rumah." Gea yang saat itu baru saja keluar dari kamar, pun tidak mengerti apa-apa dengan suasana kegaduhan yang sedang terjadi."Maaf, apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali orang berlalu lalang?" tanya Gea pada seorang pelayan."Nyonya Andin dan Tuan Burhan sedang mencari Nona Muda Elle," jawab pelayan itu dengan nafas yang tersengal, karena dia capek habis berlari tadi, ikut mencari keberadaan Elle. "Mencari, Elle? Memangnya Elle kemana, bukankah seharusnya dia sudah bersiap-siap di kamarnya?" tanya Gea tidak mengerti. "Apa anda tidak tahu, Nona Gea, saat ini Nona Elle tidak berada di rumah.""Tidak berada di rumah bagaimana maksudnya?""Nona Elle kabur, atau kemungkinan diculik oleh seseorang. Sudahlah, lebih baik anda juga ikut kami mencarinya agar Nyonya Andin tidak marah.""Baiklah!" Tanpa bisa bertanya banyak, Gea juga ikut mencari Elle yang masih belum jelas beritanya. Jika Elle kabur dari rumah, lantas mengapa mereka mencarinya di sini, mengapa tidak mencari keluar. Pun jika Elle diculik orang, itu berarti dia dalam bahaya, dan orang yang menculiknya pasti bukan orang sembarangan. Karena ia mampu melewati benteng perumahan ini. "Tidak....!" Terdengar suara teriakan yang menggema dari kamar Elle, semua orang berbondong-bondong masuk ke dalamnya untuk mencari tahu apa yang terjadi. Termasuk Gea. "Tidak… Elle, kenapa kamu lakukan ini, nak?" isak Bibi Andini pilu sambil mendekap secarik kertas yang tidak lain adalah surat peninggalan Elle. Gea tidak bisa berbuat banyak saat semua orang mulai menenangkan Bibi Andini, Gea sadar jika kehadiran akan menambah rasa sakit di hatinya Bibi Andini. Namun sebagai keponakan yang sudah lama hidup dengannya, Gea peduli dan merasa iba atas apa yang menimpa wanita paruh baya tersebut. Namun, apakah kepedulian Gea dianggap? Jawabannya, tidak! Sejak kecil, Gea tidak pernah dianggap berguna oleh keluarganya. Dia diperlakukan layaknya orang asing di rumah sendiri. Pernah Gea bertanya, apakah tidak ada kehidupan lain yang lebih indah dari ini. Bahkan jika surga itu ada, mengapa Gea tidak pernah menemukannya. Gea selalu merasa kurang. Bukan tentang harta, melainkan harta melimpah yang membuatnya kian tersiksa. Tanpa kasih dan sayang dari orang-orang yang ingin merebut haknya. Ya, Geanata adalah pewaris tunggal dari almarhum Tuan Harun dan Nyonya Maharani. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, Gea dibesarkan oleh neneknya. Tiba-tiba dari belakang, datanglah seorang wanita tua. Beliau adalah Neneknya Gea - Nyonya Mellany, atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan Oma. Semua memberi ruang untuk wanita tersebut, agar bisa masuk dengan mudah mendekati Bibi Andini yang belum meredakan tangisannya."Ada apa, ini?" tanya Oma dengan suara khasnya yang membuat semua orang merinding."Elle… Oma, Elle pergi… hiks, hiks," isak Bibi Andini yang semakin menjadi. Oma segera merebut surat yang masih dipegang Bibi Andini, kemudian membacanya. Meskipun di usianya yang sudah mencapai 60 tahun lebih, Oma masih bisa membaca huruf-huruf atau tulisan-tulisan, sekalipun itu kecil. Bukan cuma penglihatannya yang masih sempurna, pendengarannya pun demikian. Seperti sekarang, Oma bisa mendengar bisik-bisik menantunya yang mengatakan soal kepergian Elle. Mengetahui jika Oma melihat ke arah mereka, segara mereka diam dengan kepala yang tertunduk. Oma mulai fokus dengan tulisan tangan Elle. Ma, aku pergi… Maafkan Elle yang tidak bisa menuruti keinginan Papa dan Mama untuk menikah dengan pria pilihan kalian. Mengertilah, Elle tidak ingin dijodohkan sama pria yang bahkan tidak Elle kenal dan cintai. "Kurang ajar!" teriak Oma marah, membuat Paman Burhan dan Bibi Andini gemetar. Mereka tahu konsekuensi apa yang akan terjadi jika pernikahan ini tidak terjadi."Segera ke ruang rapat!" perintah Oma sambil berlalu. Di rumah ini juga terdapat ruang rapat khusus, hanya saat rapat-rapat keluarga besar saja mereka boleh memasuki ruangan tersebut. 5 menit kemudian, semua anggota keluarga sudah berkumpul dan duduk rapi di tempat masing-masing. "Dasar tidak tahu malu, bisa-bisanya Elle kabur di hari pernikahannya," cecar salah. satu anggota keluarga."Iya, apa dia nggak tahu jika tindakannya itu bisa berakibat fatal," timpal yang lain. Paman Burhan dan Bibi Andini yang duduk tidak jauh dari mereka, hanya bisa pasrah saat anaknya dituding seperti itu. Sudah menjadi kebiasaan keluarga ini, jika ada salah satu yang berbuat salah, maka mereka akan menghujatnya. Gea yang duduk di barisan paling depan tidak berkata sepatah kata pun untuk menyikapi kepergian Elle, toh itu juga bukan urusannya. Selama ini mereka juga tidak suka jika Gea ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Sadar jika dia hanya anak yatim piatu yang tidak bisa berkompromi dengan keluarga, jadi sudah sepantasnya ia diam. Saat Oma tiba, semua keriuhan senyap dalam seketika. Oma menuju kursi kebesarannya dan sudah siap untuk bicara setelah menormalkan tarikan nafasnya. Semua tahu jika Oma sedang marah besar dan itu sangat tidak baik bagi kesehatannya. "Andini, Oma tidak mau tahu. Hari ini juga, temukan pengganti untuk mempelai wanitanya. 3 jam lagi menantu pria akan tiba," kata Oma tegas. Semua orang kini saling memandang, tadinya rapat ini diselenggarakan adalah untuk menghukum ataupun mencabut hak dan aset untuk Bibi Andini dan suaminya. Namun, ternyata Oma malah meminta hal di luar nalar mereka."Mencari mempelai pengganti? Bagaimana bisa? Siapa yang akan menggantikan Elle dan menikah dengan pria itu," bisik salah satu dari mereka."Tidak tahu, tapi sepertinya Oma tidak ingin jika acara perjodohan ini sampai batal.""Iya, sepertinya begitu. Lihat saja, bukannya menghukum Andini dan Burhan, Oma malah meminta yang bukan-bukan.""Tapi, Oma, siapa yang akan menggantikan, Elle?" lirih Bibi Andini dengan suara yang serak. "Bukankah masih banyak gadis di sini, apa kalian semua telah buta!" bentak Oma dengan suara yang lantang. Seketika itu juga, para gadis-gadis menutupi wajah mereka dengan apa saja. Tentu tidak ingin ditunjuk sebagai pengganti Elle. Bahkan, seluruh orang tua kini mulai cemas dengan putri-putri mereka. "Ini tidak adil, Oma, bagaimana bisa Oma menunjuk anak-anak kami," protes Bibi Meyli tidak terima. "Andini, Oma beri waktu 3 menit." Bukannya menjawab, Oma malah bersikeras pada keinginannya. Semua bungkam saat Bibi Andini mulai berdiri dan melirik satu persatu dari gadis-gadis itu."Jangan anakku, Andini, kau kan tahu jika dia masih kuliah," kata anggota keluarga dari barisan pertama."Anakku juga tidak boleh, dia sudah punya pasangan," kata barisan kedua. "Putriku juga tidak, aku tidak sudi menikahkannya dengan pria yang tidak jelas seperti itu." Semua menolak, tentu saja mereka tidak ingin mengecewakan anak gadisnya. "Ma, kami tidak mau dijadikan pengganti, Kak Elle. Jika Kak Elle saja menolak, sudah pasti ini bukan hal yang baik," pinta mereka. Bibi Andini kian putus asa saat tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia mengganti putrinya. Tiba-tiba salah satu dari gadis-gadis itu berkata. "Kenapa tidak gadis bodoh itu saja yang jadi pengganti," katanya. Gadis bodoh adalah panggilan untuk Gea. Merasa namanya disebut, Gea tersentak. Apalagi kini tatapan mereka mulai mengarah kepadanya. "Kenapa harus aku?" Itulah kalimat yang keluar dari mulut Gea, bukan membantah. Akan tetapi dia hanya tidak menyangka saja."Itu karena selama ini kamu tidak berguna. Sekarang coba kamu lakukan satu hal yang membuat keluarga ini bangga, yang penting tidak mencemarkan nama baik Oma," kata Bibi Meily. Bibi Andini merasa seperti ada gunung yang berpindah dari kepalanya. "Mengapa aku tidak memikirkannya sejak tadi, ya?" gumamnya dalam hati."Oma, saya menunjuk Gea sebagai pengganti Elle," umum Bibi Andini dengan suara yang keras dan menggema. "Baik!" kata Oma menerima. Setelah Oma menerima, itu berarti tidak bisa diganggu gugat lagi. Apalagi Gea yang memang tidak berdaya dan tidak kuasa menolak.2 minggu sebelumnya.Oma mendadak mengatakan pada anggota keluarga Kumar, jika salah satu dari anak-anak mereka atau cucunya harus bersedia dijodohkan dengan seorang pria pilihannya. Bahkan Oma sudah sepakat menerima lamaran pria tersebut sebelum terlebih dahulu berunding dengan keluarga besarnya. Mereka tahu, tidak ada yang bisa menentang ataupun membantah Oma."Segera tunjuk siapa yang menerima tawaran ini."Karena tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia, lantas mereka memilih jalan keluar sendiri, yaitu dengan menikahkan Elle. Dengan alasan, Elle adalah anak tertua diantara anak lainnya."Kami memilih, Elle, Oma. Dia merupakan anak tertua, jadi sudah sepantasnya dia yang menikah duluan," papar Bibi Meyli mewakili seluruh keluarga."Tapi, Oma, aku tidak mau." Tolak Elle ketakutan."Baiklah, semua sudah sepakat. Andin, bujuk putrimu ... atau kau tidak akan menerima apapun."Bibi Andini terus membujuk Elle
Gea masih di kamarnya dengan balutan gaun pengantin putih. Jujur saja, saat ini Gea ingin memuji diri sendiri. Cantik, itulah kata-kata yang ingin dia dengar dari seseorang, setidaknya dari seseorang meskipun bukan suaminya."Apa dia akan menyukaiku?" gumamnya sambil menatap lekat-lekat wajah cantiknya di depan cermin.Tanpa sadar, Gea berharap lebih pada seorang suami yang bahkan dirinya belum tau apa-apa tentangnya. Bagaimana rupanya, kelakuannya, dan juga namanya. Lamat-lamat, Gea mendengar suara mobil-mobil yang mulai berjauhan, begitu banyak. Karena penasaran, Gea mengintip dari jendela, beberapa mobil mewah telah pergi meninggalkan rumahnya. Terlihat Oma dan juga anggota keluarga lain yang ikut mengantar kepergian mereka."Apa pestanya sudah selesai?" pikir Gea dalam hati.Tok tok tok. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, belum sempat Gea membukanya, pintu tersebut sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang."Heh, apa kamu mau ka
Gea terpesona dengan keindahan kamar tersebut yang sudah dihiasi sedemikian rupa. Bahkan di atas ranjang juga sudah tersebar banyak kelopak bunga mawar. Gea belum pernah melihat ini sebelumnya, walaupun hanya sekedar menonton di televisi.Tiba-tiba, pintu kembali terbuka dan lampu dimatikan."Ada apa, ini?" gumam Gea ketakutan, matanya tidak bisa menangkap apa-apa."Tolong, apakah ada orang yang mendengarku!" teriak Gea mulai panik."Jangan takut!" ucap seseorang, yang Gea dengar itu adalah suara seorang pria."Siapa itu?" tanya Gea semakin panik.Tiba-tiba lampu kembali hidup, saat itu Gea sedang berdiri menghadap ranjang. Membelakangi pintu, dia seperti orang yang sedang kebingungan."Aku di sini!" Terdengar suara pria itu lagi.Gea segera berbalik dan mendapati seorang pria muda sedang berdiri di depan pintu. Kini pintu tersebut sudah tertutup kembali, entah kapan. Bahkan pintu tersebut tidak meng
Rayyan Williams merupakan pemuda terkaya di kota J. Suatu hari, Tuan Williams memberinya satu wasiat sebelum akhirnya beliau koma."Ray, Ayah ingin kamu berjanji untuk menikahi seseorang," kata Tuan Williams."Apapun itu, Ayah, akan Ray lakukan," jawab Rayyan tulus."Kamu harus menikah dengan salah satu cucu Kumar, sahabat Ayah."Hanya itu saja pesan dari Tuan Williams, beliau juga tidak menyebutkan siapa nama cucu keluarga Tuan Kumar yang harus dinikahi Rayyan. Akhirnya, Rayyan menyuruh seseorang untuk mencari tahu seluk beluk keluarga tersebut. Setelah mengetahuinya, Rayyan pun mengirimkan undangan pada Nyonya Mellany, yaitu Oma Gea.Nyonya Mellany yang sudah begitu akrab dan sangat mengenali Tuan Williams, pun tidak bisa menolak lamaran tersebut. Rayyan sempat berpikir jika Nyonya Mellany menerima pinangannya lantaran dia adalah orang kaya. Karena saat itu Nyonya Mellany tidak meminta untuk bertemu dengan Rayyan terlebih dahulu, dan beliau t
Setelah mengantar Rayyan ke kamar, Oma kembali ke bawah menemui mereka semua."Mulai sekarang tidak ada yang memandang rendah Gea, apalagi sampai menghinanya di depan Rayyan. Kalian tahu kan bagaimana kedudukan, Rayyan? Bahkan kita tidak ada bandingannya dengan dia!" tegas Oma."Baik, Oma," sahut mereka kompak."Baiklah, sekarang kalian bersiap untuk makan malam," kata Oma berlalu.Setelah Oma pergi, mereka langsung marah-marah."Kok jadi gini, sih? Masak hanya karena Gea sudah menikah, dia bisa langsung tinggi derajat," protes Bibi Meyli."Sebenarnya aku juga tidak terima, sih. Tapi mau bagaimana lagi, suami Gea itu orang kaya. Mana kalah lagi sama keluarga kita.""Iya, benar. Atau setidaknya kita baikin Gea di depan Rayyan saja.""Nah, aku setuju itu," kata Bibi Meyli tersenyum licik.Tiba di ruang makan, Oma menyuruh agar kursi Bibi Andini dan Paman Burhan dikosongkan."Andin, kalian pindah ke kur
Gea menyusul Rayyan ke balkon, berdiri di dekat pria itu."Kau lihat, mereka banyak sekali," kata Rayyan menengadah ke langit.Gea pun ikut melihat ke atas."Iya, banar."Mereka melihat bintang bersama tanpa ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Gea yang seperti baru saja menemukan sesosok teman dalam diri Rayyan, terkadang ia merasa kehadiran pria itu adalah pengobat sepi.Terkadang Rayyan seperti bermain dengannya, tetapi jika serius aura wajah Rayyan berubah lain. Raut wajahnya memang berubah-ubah, sulit ditebak.Tanpa sadar, kini Gea beralih menatap Rayyan. Bintang di atas sana memang sangat indah, tapi wajah Rayyan lebih indah dari apapun."Ada apa?" tanya Rayyan tiba-tiba."Hmm?" Gea yang tidak fokus tidak tahu Rayyan berkata apa."Apa kau menemukan bintang di wajahku?" tanya Rayyan menatap Gea."Mana ada bintang di wajahmu?" Kekeh Gea."Lalu kenap
Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya."Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung."Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea."Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi."Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea."Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya."Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar."Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.Gea memas
Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita