Share

Kamar Pengantin

 Gea masih di kamarnya dengan balutan gaun pengantin putih. Jujur saja, saat ini Gea ingin memuji diri sendiri. Cantik, itulah kata-kata yang ingin dia dengar dari seseorang, setidaknya dari seseorang meskipun bukan suaminya.

"Apa dia akan menyukaiku?" gumamnya sambil menatap lekat-lekat wajah cantiknya di depan cermin. 

 Tanpa sadar, Gea berharap lebih pada seorang suami yang bahkan dirinya belum tau apa-apa tentangnya. Bagaimana rupanya, kelakuannya, dan juga namanya. Lamat-lamat, Gea mendengar suara mobil-mobil yang mulai berjauhan, begitu banyak. Karena penasaran, Gea mengintip dari jendela, beberapa mobil mewah telah pergi meninggalkan rumahnya. Terlihat Oma dan juga anggota keluarga lain yang ikut mengantar kepergian mereka. 

"Apa pestanya sudah selesai?" pikir Gea dalam hati. 

 Tok tok tok. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, belum sempat Gea membukanya, pintu tersebut sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang.

"Heh, apa kamu mau kabur?" tanya Citra, dia datang bersama seorang pelayan yang  membawa nampan makanan.

"Mama, lihat ini, Gea mau kabur!" teriaknya yang membuat banyak orang berdatangan.

"Ada apa, sayang? Kenapa kamu teriak-teriak?" tanya Bibi Meyli menghampiri putrinya.

"Lihat, Ma, Gea mau kabur!" Tunjuk Citra pada Gea yang saat itu masih berdiri di dekat jendela.

"Apa benar itu, Gea?" tanya Bibi Meyli membentak. 

"Ti - tidak, Bibi, a - aku tidak berniat untuk kabur," kata Gea membela diri. 

"Lantas untuk apa kau berdiri di sana jika bukan berniat kabur?" cerca Bibi Meyli.

"Apa itu benar, Gea!" bentak Oma marah. 

"Tidak, Oma, sungguh, aku tidak berniat kabur. Aku hanya melihat mobil-mobil itu saja," kata Gea dengan suara yang bergetar dan serak. 

"Alah, alasan!" kata Bibi Andini. "Seret saja dia, Oma. Jika perlu, kita kurung dia di gudang."

"Iya, benar, Oma. Jika tidak, maka Gea akan kabur nanti."

"Iya, benar itu."

"Iya, kami setuju."

 Terjadilah keriuhan yang menghakimi untuk menghukum Gea.

"Sudah, diam!" bentak Oma. 

 Semua diam dalam seketika. Suara Oma memang ajaib, bahkan untuk  menarik nafas saja mereka hampir tidak berani.

"Apa kalian semua sudah gila! Di bawah sana masih banyak tamu, apa yang akan dikatakan oleh orang-orang nanti!"

 Benar saja, mereka tidak berpikir jika tamu undangan masih berada di bawah. Meskipun mempelai pria tidak ada, dan sebagian dari orang-orangnya telah pergi, tapi acara ini belum selesai. Mereka benar-benar lupa diri saat berambisi menyiksa Gea. 

"Tapi, Oma, bagaimana jika Gea benar-benar kabur!" kata Bibi Andini. 

 Oma langsung menatapnya dengan tatapan yang tajam.

"Itu hanya dilakukan oleh anakmu saja!" bentak Oma, membuat Bibi Andini tersentak. Lantas Oma mengalihkan perhatian pada Gea. "Oma, yakin, Gea tidak akan berani melakukan hal tersebut," ujarnya dengan penuh keyakinan. 

 Mereka saling pandang, baru kali ini Oma bersikap seperti itu pada Gea. 

"Sudah, kalian semua bubar dan kembali turun ke bawah hingga acara selesai. Taruh makanannya, dia harus terlihat sehat!" perintah Oma sebelum pergi. 

 Mereka semua pergi setelah pelayan menaruh nampan di atas meja. Pintu di tutup kembali dan Gea kembali sepi. Tanpa selera, Gea melihat makanan tersebut. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, Gea diberikan nasi putih dengan telur ceplok, juga segelas air putih. 

 Itu adalah makanan Gea sehari-hari, bahkan ini terlalu nikmat baginya dibandingkan hanya memakan kerak nasi saja. Kata mereka, Gea akan jadi pemalas jika makan makanan yang enak. Karena Gea harus bekerja, bukan hanya makan-makan saja di rumah ini. Lantas, apa saja yang dikerjakan Gea di rumah besar seperti ini yang mempunyai banyak pelayan dan pekerja? 

 Setiap pagi, Gea harus membantu mengepel lantai, kemudian ke dapur untuk mencuci piring, membantu memasak, menyiram tanaman, sampai mencuci dan menyetrika baju. Semua yang pelayan lakukan juga harus turut ikut campur tangan Gea, bila dia melewati satu pekerjaan saja, maka hari itu Gea harus rela berpuasa.

 Gea menatap makanan itu sekali lagi sebelum akhirnya dia meraih gelas dan minum beberapa teguk air. Gea tahu, jika dia tidak makan, maka jatah makan selanjutnya akan diberi makanan yang sama. Sekalipun makanan tersebut telah basi. Jadi Gea harus menghabiskan agar bisa mendapatkan jatah makanan yang layak nanti.

"Bahkan di hari pernikahanku, mereka masih menganggap aku sampah," kata Gea setelah memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. Rasanya begitu hambar, bahkan telur itu di goreng tanpa garam. 

 Gea heran sama orang-orang di rumah ini, hari ini ada begitu banyak makanan mewah yang tersedia. Apa mereka tidak berpikir untuk sekali saja memberi kesempatan pada Gea agar bisa mencicipi makanan orang kaya. Bahkan jika diizinkan, makanan sisa pun Gea mau memakannya. 

 Tapi ternyata, hari ini sama saja dengan hari pada acara-acara sebelumnya. Keluarga ini memang sering kali mengadakan pesta, tidak heran, karena jumlah mereka sangat banyak. Setiap bulan saja, hampir ada 4 orang yang berulang tahun di bulan yang sama. 

 Tapi Gea, jangan tanyakan dia dirayakan ulang tahun atau tidak. Mengetahui tanggal lahirnya saja dia tidak tahu. Semua serba ditutup-tutupi tentang dirinya. Termasuk foto mendiang kedua orangtuanya yang sampai saat ini belum pernah Gea lihat.

 Selesai makan, tanpa sadar Gea ketiduran. Entah berapa lama Gea tidur, yang jelas ini merupakan kali pertamanya Gea tidur nyenyak dan nyaman. Maklum, sebelumnya Gea tidur di gudang, banyak nyamuk dan juga hawa dingin yang menerpa tubuhnya. Mereka tidak memberinya selimut, juga tidak memberi alas untuk tidur. 

 Jadi, saat Gea bisa istirahat di atas kasur, merupakan hal yang sangat istimewa baginya. Gea terjaga saat tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarnya.

"Enak banget ya, kamu enakan tidur di sini sedangkan yang lain sibuk bekerja!" cerca Bibi Meyli. 

"Ma - maaf, Bibi, Gea ketiduran," kata Gea segera bangun dan menunduk. 

 Tidak lama setelah itu Oma muncul di belakang Bibi Meyli. 

"Pindahlah ke kamar pengantin, suamimu akan tiba sebentar lagi," kata Oma. 

"Aduh, Oma, mengapa harus di kamar pengantin segala, sih?" Protes Bibi Meyli tidak rela.

"Memangnya kamu ingin dia tidur di gudang? Apa kata suaminya, nanti?" teriak Oma. 

"Lagian suaminya itu siapa sih, Oma? Kok Oma antusias banget sama pria itu?"

"Bukan urusanmu!" bentak Oma. "Cepat bawa dia!"

 Dua orang wanita masuk dan mendekati Gea. 

"Mari, Nona!" Ajak mereka dengan suara yang lembut.

 Gea merasa ini seperti mimpi, dia berjalan menuju kamar yang mewahnya seperti istana. Ya, kamar yang didesain khusus untuk pengantin pertama dari cucu keluarga Kumar. Tadinya, semua orang memimpikan kamar itu, tapi saat tahu hanya gadis yang bersedia dijodohkan oleh Oma saja yang berhak menempatinya, seketika mereka mundur. Tapi hampir saja kamar mewah itu menjadi milik Elle, jika saja dia tidak kabur. 

 Beberapa meter dari luar, sudah bisa tercium aroma keharuman yang menyeruak dari dalam kamar tersebut. Sampai semua orang penasaran dengan isi dan tatanan di dalamnya. Belum ada satu orang pun yang diperbolehkan masuk ke sana, bahkan Oma menyewa orang khusus untuk menyiapkannya. 

"Kami hanya akan mengantar anda sampai di sini, Nona," kata wanita itu.

"Baik, terima kasih," ucap Gea tersenyum. Setelah itu mereka pergi. 

 Saat Gea masih berdiri di depan pintu, dia bingung bagaimana cara membukanya. Tidak ada gagang, ataupun kunci. Tapi tiba-tiba, pintu terbuka secara otomatis. Gea sempat terkejut. Namun, seketika itu juga dia masuk ke dalamnya.

"Waw … ini indah sekali!" puji Gea takjub. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayuni
kasian Gea,sampe sy nangis bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status