Tidak mungkin. Kirey tidak memercayainya. Jika pria semalam yang bernama Gio itu adalah Presdir di tempatnya bekerja.
“Wanita jelek itu bekerja di sini rupanya. Dan namanya adalah Kirey. Hmm…” pikir Gio. Dia masih memandangi Kirey secara keseluruhan. Tetap saja, di mata Gio, Kirey sangat tidak menarik.
Kirey masih menundukkan pandangannya. Dia tak berani menatap Gio. Pria itu pasti akan mengejek penampilannya lagi, pikir Kirey jadi berburuk sangka. Gio beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan mendekati Kirey.
Tidak! Tidak! Jangan mendekat! Kirey memejamkan matanya. Dia tidak ingin melihat Gio yang kini berhadap-hadapan dengannya. Gio menyentuh rambut ikal Kirey, mengacungkannya sambil terheran-heran. Apaan nih? Rambut Kirey lengket banget. Belum sampoan, ya? tebak Gio sambil menunjukkan ekspresi jijik.
“Kamu berpenampilan seperti ini ke kantor? Setiap hari?” tanya Gio. Apa?
Kirey membelalak kaget. Memangnya kenapa? Apa ada yang salah dengan penampilannya? Kirey tidak pernah memerhatikannya. Tetapi menurutnya, rapi, kok. Wajar saja kan jika ia mengenakan pakaian setelan kerja. Kenapa Gio meributkannya? Rekan-rekannya saja tidak ada yang memprotesnya, kok.
Kirey memakai rok span selutut, kemeja lengan panjang, ya… meski bagian yang panjang itu ia lipat agar lebih nyaman saja ketika bekerja. Namun, ternyata cara berpenampilan Kirey salah selama ini. Bisa dibilang penampilan Kirey sangat norak, kampungan. Dan Gio tidak menyukainya.
“Kamu ini wanita atau apa sih?” hardik Gio. “Lihat penampilanmu!”
Kirey melihat dirinya sendiri. Sekali lagi. Sampai dia kebingungan letak salahnya di mana? Kirey mengarahkan pandangannya ke arah Bapak Personalia. Mungkin, Bapak Personalia bisa memberitahu Kirey salahnya di mana.
Sayang sekali, bukannya memberitahu, Bapak Personalia itu malah diam seribu bahasa tak berani berkomentar apa pun di depan Pak Presdir.
“Aku ingin kamu mengubah penampilanmu. Terserah kamu mau apakan rambut kucelmu itu. Yang jelas, kamu bisa berpenampilan rapi. Itu juga kalau kamu masih ingin bekerja menjadi pegawai di perusahaanku ini. Mengerti?” tegas Gio.
Kirey menelan ludahnya. “Baik, Pak Presdir.” Kirey menurut saja. Cari aman dulu.
“Sepatumu, juga! Gunakan hak tinggi. Minimal tiga sentimeter. Tidak menggunakan flat shoes seperti itu,” tegurnya lagi.
“Iya, baik Pak Presdir!” Kirey akan berusaha mengingat semua perkataan Presdir Gio.
“Visualisasi wanita itu harus cantik. Dia harus bisa menjaga penampilannya. Apalagi seorang wanita karir. Tidak berpakaian lusuh seperti itu!” tunjuk Gio.
Kira-kira, butuh biaya berapa tuh untuk mengubah penampilan Kirey? Dia tidak ingin membayangkannya. Pasti mahal sekali. Sementara, saldo di rekeningnya saja sudah hampir minus. Oh, God! Kirey menepuk jidatnya. Sudahlah! Jangan membayangkannya. Tagihan di rumahnya saja masih membengkak.
“Ada apa? Kenapa kamu menepuk jidatmu sendiri?”
“Ah, tidak apa-apa, Pak Presdir.” Kirey menutup-nutupi kelemahannya. Tidak punya uang, itulah salah satu kelemahannya.
Jika sudah tidak ada lagi yang ingin dibicarakan Presdir Gio kepada Kirey, apa boleh sekarang wanita itu pamit meninggalkan ruangan Personalia? Kirey ingin sekali bisa segera keluar dari sarang harimau itu. Banyak sekali pekerjaan yang sudah menunggunya saat ini, harap Kirey.
“Kalau begitu, saya undur diri dulu Pak Presdir,” Kirey pamit.
“Tunggu!” cegah Presdir Gio. “Memangnya siapa yang menyuruhmu pergi? Aku belum selesai bicara denganmu.”
“Hah?!” Kirey melenguh.
Lalu, sekarang apalagi? Kirey semakin ketakutan menghadapi pria galak itu. Ah, mungkin bosnya itu mau memberikannya uang. Anggap saja sebagai biaya perawatan diri. Karena dia sendiri yang menyuruhnya untuk mengubah penampilan Kirey. Benar begitu, bukan? Ekspektasi Kirey melambung tinggi.
Sialnya, bukan begitu maksud Gio. Ada perkara lain yang ingin dia perhitungkan dengan Kirey saat ini. Terkait insiden tidak menyenangkan tadi pagi di koridor kantor. Ups!
“Apa kamu yang sudah membuang kotak susu sembarangan tadi pagi?” Gio menyelidikinya dengan seksama. Raut wajah Kirey langsung berubah.
Gawat! Kenapa bisa ketahuan Pak Presdir? Atau jangan-jangan, Presdir Gio yang kena timpuk susu kotak yang dilempar Kirey tadi pagi? Kirey jadi menerka-nerka. Sepertinya begitu. Mampus deh! Tamat sudah riwayat Kirey hari ini. Dia melakukan kesalahan besar di depan Pak Presdir.
Kirey mengangguk pelan. “Maafkan saya, Pak! Saya tidak tahu jika orang yang kena lemparan kotak susu itu adalah Anda. Sekali lagi, maafkan saya,” sesal Kirey.
“Aaaahhh begitu rupanya. Jadi, sekarang kamu mengaku salah? Besar sekali nyalimu melempariku dengan sampah itu, hah?” Gio murka.
Kirey cepat-cepat meletakkan kedua tangan di atas kepalanya. Memohon ampun kepada Gio. “Saya mohon maaf, Pak. Tadi itu… murni karena keisengan saya. Lain kali, saya tidak akan mengulanginya lagi,” janji Kirey.
“Oke. Aku akan memaafkanmu setelah kamu mengepel lantai koridor itu. Ah, satu lagi jangan lupa buang sampahnya sekalian. Mengerti?” perintah Gio.
“Harus sekarang, Pak? Apa itu bisa dilakukan nanti setelah jam pulang kantor saja?” tawar Kirey.
Gio melotot, “SEKARANG!”
“I-iya, iya. Baik, saya lakukan sekarang.”
Kirey meninggalkan ruangan Personalia dan bergegas mengambil peralatan kebersihan dari ruangan cleaning service. Sialan! Dia jadi harus bersih-bersih di kantor sendirian. Gara-gara Presdir Gio yang tingkahnya menyebalkan itu, gerutu Kirey.
Kirey mengikat rambut ikalnya dengan karet gelang. Lalu, dia segera menyingsingkan lengan kemejanya. Ambil pengepel lantai dan menggosok-gosokan lap pelnya di lantai. Tidak lupa, menuangkan sedikit cairan pembasmi kuman membandel.
Aish! Kesal sekali Kirey hari ini. Bagaimana tidak? Lihat saja sekarang! Kirey jadi pusat perhatian orang-orang sekantor. Semua orang melihatnya. Mereka bahkan menertawakan Kirey. Hah, apanya yang lucu? Mereka tega sekali membicarakan Kirey. Tidak ada satu pun yang mau membantunya sekarang. Egois sekali semua orang.
Presdir Gio tersenyum melihat Kirey yang tengah membersihkan koridor kantor. Itulah hukuman darinya untuk Kirey. Atas kesalahan Kirey tadi pagi. Dibayar kontan.
“Lihat saja nanti! Presdir songong itu akan kubejek-bejek dengan kain pel ini. Dia berhasil mempermalukan aku. Akan kucuci otaknya yang sableng itu pakai cairan pembunuh kuman. Hah, kesalnya aku!” Kirey menggerutu dalam hati. Ada dendam kesumat terpendam di dalam hatinya.
“Lucu sekali dia! Komat-kamit begitu kayak Mbah Dukun yang lagi jampi-jampi,” Presdir Gio masih memerhatikannya dari jendela kaca ruang Personalia.
Gawat! Kalau sampai Kirey sumpah serapah dan ngata-ngatain Presdir Gio gimana tuh? Terlintas dalam benak Gio seperti itu. Wah, harus diberi pelajaran lagi dia jika ketahuan benar melakukannya, pikir Gio.
Gio keluar dari ruangan Personalia. Dia akan menghampiri Kirey dan menegurnya sekali lagi. Namun, ketika dia sedang berjalan cepat, lantainya masih sangat licin dan tiba-tiba saja…
BRUUUKKK!
***
Gio tergelincir dan jatuh di lantai. “Aaauuuuww!” dia mengerang kesakitan.Kirey menoleh ke belakang. “Ya ampun, Pak Presdir! Kenapa Bapak duduk-duduk di lantai yang basah?” sindir Kirey.“Apa katamu? Duduk-duduk?” Gio sewot.Kirey segera membantu Gio berdiri. Cari muka dulu di depan Presdir Gio. Padahal, di dalam hatinya dia sedang tertawa ngakak. Sukurin! Berlagu banget jadi Presdir.“Kamu tidak tahu, kalau aku tergelincir dan jatuh di lantai yang basah ini, hah? Ini semua gara-gara kamu pastinya,” semprot Gio langsung menuduhnya.“Oh, Pak Presdir terjatuh. Maafkan saya kalau gitu, Pak!” sesal Kirey. Namun, dia terlihat seperti sedang menahan tawa.“Kenapa ekspresimu begitu? Kamu senang ya, aku jatuh kayak gini?” Gio curiga.“Ah, bukan begitu, Pak. Lagian, suruh siapa saya harus mengepel lantai di sini? Bapak, kan?” Kirey melawan. Dia memutarbalikkan
TIIIIDDDD!“Wanita gila! Ngapain kamu di situ?” Seseorang memunculkan kepalanya ketika kaca mobilnya dibuka.Samar-samar Kirey melihatnya. Karena tersorot lampu mobil. Sepertinya itu suara seorang pria dikenalnya. Ketika dia membuka matanya lebar-lebar, dia membelalak kaget.Astaga! Itu Presdir Gio. Kenapa bisa bertemu di saat-saat seperti ini sih? gumam Kirey. Ya ampun! Ngapain juga tuh Presdir Gio turun dari mobil lalu mendekati Kirey? Pasti bakalan dimarahi lagi pegawainya itu.“Kamu lagi. Kamu lagi. Kenapa kamu selalu berkeliaran di sekitarku, hah?” semprot Gio.Yeh? Mana Kirey tahu. Tiba-tiba saja mereka bertemu. Ini hanya kebetulan saja, kok. Kirey sama sekali tidak merencanakannya.“Kamu sengaja mau menggangguku terus, ya?” tuduh Gio. Dih, kegeeran banget dia.“Siapa yang mau mengganggu Anda, Pak Presdir? Saya hanya kebetulan lewat sini. Bapak bisa lihat sendiri, kan, kalau saya sedang
“Apa ini semuanya adalah uang?” Kirey hampir tidak memercayainya.Mata Kirey membulat. Lalu, dia mengedip-ngedipkan matanya. Seolah, apa yang dia lihat saat ini tidaklah nyata. Pasti hanya mimpi dan dia berhalusinasi. Mana mungkin, di hadapannya kini ada tumpukan uang ratusan juta rupiah tertata rapi di dalam sebuah koper.“Ya. Itu semua uangku,” Gio meyakinkan Kirey.“Lalu, kenapa Anda memperlihatkannya kepada saya?” Kirey tidak habis pikir. Apa Presdir Gio yang kaya raya, keturunan konglomerat itu sengaja ingin pamer di depan Kirey?Kirey menelan ludah. Jujur saja, dia tergiur melihat uang sebanyak itu. Tidak. Itu bukan miliknya. Kirey mengelus dada. Menarik napasnya panjang. Kemudian, dia menutup kembali koper milik Gio. Dia merasa tidak mungkin memilikinya. Ikhlaskan saja.“Kamu bisa menggunakan uang itu,” kata Gio. Alam bawah sadar Kirey tersentak. Seakan-akan Kirey dipaksa bangun dari mimpi inda
Kirey membelalak saat saldo di rekeningnya bertambah. Sulit dipercaya. Namun, kenyataannya memang begitu. Ada sejumlah uang, nilainya mencapai jutaan rupiah terkirim ke dalam rekeningnya. Hampir setara dengan satu bulan full gajinya.“Apa aku sedang tidak berimajinasi?” Kirey berusaha menyadarkan dirinya. Dia mencubit pipinya.Auw! Terasa sakit. Itu artinya Kirey tidak sedang bermimpi. Ini… kenyataan yang harus ia terima. Benar begitu? Aneh tapi nyata. Sukuri saja! Kirey merasa seperti sedang mendapat durian runtuh. Rejeki nomplok namanya.Besok, Kirey akan mempergunakan uang itu dengan sebaik mungkin. Potong rambut ke salon, membeli riasan wajah, memborong sepatu high heels, tas, dan beberapa pakaian setelan untuk bekerja. Itu sudah sesuai dengan amanat yang diberitahukan Gio kepada Kirey melalui pesan singkatnya.Kirey membuka notebooknya. Dia mencatat semua kebutuhannya besok. Jangan sampai ada yang terlewat. Biar uangnya nggak mubaz
Waduh, kedengaran ya sama Presdir Gio? Tadi, Kirey tidak sengaja menggumamkannya. Dan menyebut Presdir Gio pelit. Kirey tidak menyangka Gio mendengarnya. Tajam sekali indera pendengarannya jika ada yang mengumpat tentang dirinya. Mungkin itu salah satu kelebihan yang dimiliki Presdir Gio.“Beri waktu kepada saya beberapa menit lagi, Pak Presdir. Saya akan merinci pengeluarannya terlebih dahulu,” kata Kirey meminta toleransi waktu pada Gio.“Berapa menit kamu mengerjakannya? Lima menit atau tujuh menit, cukup?” Gio memberi pilihan. Aish! Sebentar sekali waktunya.“Lima belas menit, Pak!” tawar Kirey. Mereka saling berdebat saat menegosiasikannya.“Tidak. Itu kelamaan! Sepuluh menit saja!” tegas Gio.“Sepuluh menit?” ulang Kirey bingung. Dia masih mempertimbangkannya.“Oke, tujuh menit. Deal?”“Ah, tidak! Sepuluh menit saja!” sanggah Kirey. Dia menyanggu
“Antar ke mana, Pak?” tanya Kirey.“Ke rumahnya,” sahut Gio.Kirey menoleh ke arahnya. Gemas. Iya, tahu. Tetapi, diantarinnya ke mana? Presdir Gio tidak jelas nih memberitahu alamatnya.“Aku mau ke rumahmu saja, Gio sayang,” kata wanita itu. Nada suaranya bernada manja.“Kita lakukan sekali lagi, sayang. Aku belum puas,” katanya lagi. Apa? Kirey jadi salah mengartikan perkataan wanita itu.Kirey menatap curiga ke arah Gio. Apa yang sudah mereka lakukan di hotel? Tuh, kan. Kirey semakin penasaran.“Maaf, aku tidak bisa. Aku sangat sibuk malam ini,” tolak Gio. Dingin sekali sikap Gio pada wanita itu. Membuat Kirey berspekulasi. Jangan-jangan, wanita itu memaksa Gio untuk…“Kirey, cepatlah! Jangan membuang waktuku!” perintah Gio.“Ah, iya. Baiklah.” Kirey menurut.Kirey segera menuju mobil Gio. Tidak lupa, dia juga membukakan pintu untuk Presdir dan wanita tidak jelas itu. Mereka duduk di jok belakang. Kirey segera mengemudikan kend
“Aku…” Kalimat Kirey menggantung.“Kamu tidak menyukaiku?” tembak Gio tiba-tiba.Ngomong apa sih Presdir Gio? Kirey mengernyitkan dahi. Dia tidak mengerti maksud ucapan Gio barusan. Memangnya Gio sedang menyatakan cinta kepada Kirey? Mustahil. Jangan membuat Kirey ge er. Nanti ge er beneran dia.Ah, tidak percaya. Itu yang Kirey rasakan sekarang. Bagaimana mungkin Presdir Gio yang tampan dan mapan itu menyukai Kirey? Jika memang benar, memangnya kenapa? Bukankah itu salah satu keajaiban dunia? Seharusnya sih begitu.“Maaf, aku harus pergi. Sepertinya Anda sedang mabuk. Jadi, aku tidak akan menganggap pembicaraan ini,” Kirey ingin sekali melepaskan diri saat ini.“Aku tidak pernah mabuk. Perlu kamu ketahui, bahwa aku sangat membenci alkohol. Catat itu!” Gio memberitahu.“Apa?” Kirey membelalak. Berarti Gio mengucapkannya dalam keadaan sadar. Sulit sekali memercayainya.
“Kamu bilang apa, Kirey?” Gio merasa tersinggung.“Bukan Pak Presdir maksudku. Tetapi, playboy kampret itu!” tunjuk Kirey. Oh, begitu rupanya. Gio mengerti.Pandangan Kirey masih tertuju pada Sammy. Aish, menyebalkan! “Aku tidak akan membantunya lagi,” tekad Kirey dalam hati.Tahu bakalan seperti ini akhirnya, Kirey ogah banget bantuin Sammy. Meskipun dia menangis berdarah-darah, sampai dia berlutut atau bersujud pun Kirey tidak akan menggubrisnya. Tapi… tapi… Kirey mana tahu jika boneka yang dibelinya itu akan diberikan Sammy untuk Nania. Kenapa sakitnya terasa menyesakkan dada?Ah, sudahlah. Terima nasib saja. Dalam hal percintaannya, anggap saja Kirey tidak beruntung kali ini. Entah sampai kapan. Kirey mengalihkan pandangannya. Ketika dia menengok ke samping, wajah Gio sudah berada di dekatnya. Ups!Keduanya kini saling beradu pandang. Apa yang harus Kirey lakukan sekarang? Kenapa Gio tidak seger