Share

3. Lelah dengan Sikapmu

Aku teringat sesuatu. Dulu, saat awal-awal pernikahan. Lucas menyebut nama Nda saat kami melakukan kegiatan intim malam. Aku nyaris senang, tadinya kupikir itu adalah panggilan kata Bunda yang disingkat jadi Nda. Akan tetapi, aku baru tahu sekarang. Dia salah sebut nama, sepertinya dia panggilan itu adalah panggilan kecil Amanda.

Hati ini terlanjur retak, semua tidak akan kembali utuh seperti sebelumnya. Aku meninggalkan Lucas saat kami sedang bersenggama di tengah malam. Dapat dilihat dari raut wajahnya, ada kesal yang tertahan. 

Aku tahu dia sedang berada dipuncak, dan aku malah tiba-tiba ijin pergi ke dapur dengan alasan tidak jelas. Sungguh, aku tidak mampu melanjutkan walau sekadar mencium bibirnya. Saat nama Amanda teringat hati ini sakit.

"Ayo, lah. Flo. Kamu jangan main-main. Untuk apa ke dapur tengah malam gini?"

"Lapar."

Lucas merapikan pakaiannya, wajahnya nampak marah. Memejamkan mata tapi dahinya berkerut tanda tak suka. Apa bisa tidur dalam keadaan seperti itu. Entahlah, aku tetap melangkahkan kaki ke dapur, meskipun aku tidak tahu akan melakukan apa di sana. Mungkin, menunggu Lucas terlelap tidur. 

Aku duduk, melamun. Aku ingin memperbaiki hubungan tapi sulit. Mungkin jika Lucas tadi sore serius minta maaf aku tidak akan sekacau ini. Aku baru tahu sifatnya, sangat sulit untuknya tulus meminta maaf. Dia memang meminta maaf, tapi rautnya sinis menatap ke arahku. Seolah, aku ini bukan istri yang penurut.

Ada langkah kaki seseorang, tidak ada orang lain selain kami berdua. Pasti itu Lucas, dia menyusulku ke dapur.

"Katanya lapar. Apa kamu makan dengan cara melamun?"

Berdebar, aku menoleh dengan terpaksa.

"Jawab aku, apa melamun bisa membuatmu kenyang?"

"Tidak." Aku memalingkan wajah.

"Aku tidak mengerti jalan pikiran wanita. Selalu mengungkit masalah yang sudah berlalu."

"Maksudmu?"

"Kamu masih marah dengan masalah tadi iya 'kan? Bukankah aku sudah buang foto Amanda di hadapan wajahmu. Masih kurang apa?"

Aku berdecak kesal. Aku tidak bisa membantahnya, terlalu takut saat menatap wajahnya saat marah. Walaupun, aku tetap dengan pendirianku, bahwa dia yang salah bukan aku.

"Mau lanjut?" tanyaku, aku menawarinya supaya meredam amarahnya.

"Kamu pikir, aku masih nafsu saat tahu kamu membohongiku dengan pura-pura lapar. Katanya nyari makanan di dapur, mana?"

"Kamu juga pikir, apa aku masih mau melakukan itu, saat aku tahu ada foto di laci kerjamu."

"Sudah kubilang itu foto lama."

Aku diam, berbicara dengan Lucas tidak ada ujungnya. Mungkin aku harus menemukan cara bagaimana supaya bisa pura-pura bahagia. Minimal, di hadapan keluargaku. 

"Ya sudah, mari kita kembali ke kamar."

"Kamu saja, aku malas. Mau ngerokok di belakang."

"Ya, sudah. Aku tidur duluan. Permisi!" Aku pamit ke kamar, langkahku tergesa-gesa, tidak ingin menatap wajahnya, aku khawatir tangisku pecah jika menatap matanya.

Memejamkan mata, saat tubuh ini sudah mengatur posisi di kasur. Akan tetapi, sulit sekali untuk benra-benar terlelap. Saat raga ini sudah bisa menyesuaikan dengan niat untuk tidur, Lucas malah memelukku dari belakang. Aku ingin menepis, tapi takut membuat dia marah. Hanya bisa membiarkannya, tanpa membalas pelukannya.

***

Lucas beberapa menit lalu sudah berangkat kerja. Aku merapikan rumah, kemudian menyetrika pakaian. Selama melakukan pekerjaan rumah, sekalian mengatur cara supaya bisa mengorek informasi tentang Lucas dan Amanda. 

Jawaban dari Lucas tidak memuaskan hati. Dia tidak menjelaskan Amanda adalah mantannya, atau dia hanya mengaguminya. Bahkan, lebih parahnya lagi, bagaimana kalau Amanda adalah pacarnya. Aku harus tetap waspada.

Kubuka profil Lucas di Facebooknya. Melanjutkan yang kemarin. Kemarin, aku hanya melihat postingan promo buku saja. 

Aku menatap foto profil suamiku, tersenyum seorang diri karena wajahnya begitu cool, dengan senyumnya yang khas. Aku sampai lupa, dia tidak memajang foto kami. Aku sudah scroll ternyata memang tidak ada fotoku di albumnya, beda denganku yang penuh dengan foto pernikahan kami, ya setelah acara pernikahan, aku tidak pernah foto bersama Lucas.

Mungkin, dia pakai fotoku sebagai foto profil. Sama saja, tidak ada juga. Aku tersenyum getir, tiba-tiba air mataku menetes tanpa sanggup aku bendung. Ternyata, dia sempat memakai foto profil dengan gambar Amanda, tiga bulan yang lalu. Ya Tuhan, itu masih baru.

Aku raih handphone, aku tidak peduli dia masih jam kerja. Aku langsung mengirim pesan bertubi, mengungkapkan isi hati. Siapa tahu dia dengar dan akhirnya sadar. Sesekali, aku menghapus air mataku.

Handphone bergetar, ada pesan dari Lucas, tumben sekali dia cepat merespon. Tadinya kupikir, dia tidak akan baca, aku tadi hanya mencoba mengungkapkan unek-unek, mau dibaca atau tidak urusan dia.

Kubaca balasan darinya. "Kamu lancang lihat akun Facebook-ku. Aku tidak suka."

"Aku juga tidak suka kamu bohongi aku," balasku.

"Kita sudah menikah, coba lebih dewasa. Sekarang kan foto profilku fotoku sendiri. Jangan diungkit-ungkit lah, cape."

"Amanda itu siapa?"

"Mantan."

"Kenapa foto mantan kamu simpan, sampai dijadikan foto profil."

"Tolong jangan tanyakan itu."

"Kenapa aku tidak boleh bertanya?"

"Karena kamu sudah tahu sendiri jawabannya. Dan jika aku yang jawab, aku sudah pasti hati kamu terluka."

"Oh."

"Yang jelas, aku sudah minta maaf. Dan ingin berusaha cinta sama kamu."

"Berusaha?"

"Iya."

"Kamu jadikan aku percobaan?"

"Enggak, kok! Aku ingin menikah dengan wanita baik kaya kamu. Aku tahu kamu sangat baik. Aku yakin, aku bakal jatuh cinta sama kamu."

"Jadi selama ini belum jatuh cinta?"

"Maaf."

"Kenapa maksain diri buat nikahin aku?"

"Aku udah mau kerja lagi, nih. Please jangan bahas ini lagi. Aku ingin bahagia sama kamu."

Kami akhiri berbalas pesan lewat WA. Tanganku masih saja bergetar, mendengar pernyataannya. Aku tidak bisa melanjutkan ini, tapi aku juga tidak mau menjada di usia muda. Lucas benar-benar sudah membuang waktu berhargaku. Diam-diam aku dijadikan dia sebagai alat untuk dirinya sembuh dari penyakit bucinnya pada Amanda.

***

Lucas pulang tengah malam, sepertinya dia sengaja menghindariku. Mungkin, dia pikir aku sudah terlelap dalam mimpi. Tanpa dia sadari, bagaimana bisa aku menikmati mimpi setelah dia meremukkan hatiku.

"Belum tidur?" Lucas bertanya saat dia melihatku masih berada di ruang tamu.

"Apa maumu?"

"Apaan, sih? Tidur sana!"

"Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini?"

"Anak, aku ingin punya anak."

"Emang dulu sebelum bertemu denganku, kamu gak bisa buat sama Amanda aja?"

"Dia cuma mantan, keberadaannya saja gak tahu di mana. Bahkan mungkin sudah mati."

"Kenapa kamu jadikan foto profilmu, kangen?"

"Kamu kenapa kalau bertanya suka di ulang-ulang. Tadi siang juga nanya kaya gini."

"Karena kamu gak jawab, tadi."

"Kamu bisa tidak hargai aku? Aku sudah minta maaf bukan? Jika kamu terus mencerca suami sendiri. Jangan salahkan aku, jika tangan ini menamparmu. Paham?"


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status