Aku teringat sesuatu. Dulu, saat awal-awal pernikahan. Lucas menyebut nama Nda saat kami melakukan kegiatan intim malam. Aku nyaris senang, tadinya kupikir itu adalah panggilan kata Bunda yang disingkat jadi Nda. Akan tetapi, aku baru tahu sekarang. Dia salah sebut nama, sepertinya dia panggilan itu adalah panggilan kecil Amanda.
Hati ini terlanjur retak, semua tidak akan kembali utuh seperti sebelumnya. Aku meninggalkan Lucas saat kami sedang bersenggama di tengah malam. Dapat dilihat dari raut wajahnya, ada kesal yang tertahan.
Aku tahu dia sedang berada dipuncak, dan aku malah tiba-tiba ijin pergi ke dapur dengan alasan tidak jelas. Sungguh, aku tidak mampu melanjutkan walau sekadar mencium bibirnya. Saat nama Amanda teringat hati ini sakit.
"Ayo, lah. Flo. Kamu jangan main-main. Untuk apa ke dapur tengah malam gini?"
"Lapar."
Lucas merapikan pakaiannya, wajahnya nampak marah. Memejamkan mata tapi dahinya berkerut tanda tak suka. Apa bisa tidur dalam keadaan seperti itu. Entahlah, aku tetap melangkahkan kaki ke dapur, meskipun aku tidak tahu akan melakukan apa di sana. Mungkin, menunggu Lucas terlelap tidur.
Aku duduk, melamun. Aku ingin memperbaiki hubungan tapi sulit. Mungkin jika Lucas tadi sore serius minta maaf aku tidak akan sekacau ini. Aku baru tahu sifatnya, sangat sulit untuknya tulus meminta maaf. Dia memang meminta maaf, tapi rautnya sinis menatap ke arahku. Seolah, aku ini bukan istri yang penurut.
Ada langkah kaki seseorang, tidak ada orang lain selain kami berdua. Pasti itu Lucas, dia menyusulku ke dapur.
"Katanya lapar. Apa kamu makan dengan cara melamun?"
Berdebar, aku menoleh dengan terpaksa.
"Jawab aku, apa melamun bisa membuatmu kenyang?"
"Tidak." Aku memalingkan wajah.
"Aku tidak mengerti jalan pikiran wanita. Selalu mengungkit masalah yang sudah berlalu."
"Maksudmu?"
"Kamu masih marah dengan masalah tadi iya 'kan? Bukankah aku sudah buang foto Amanda di hadapan wajahmu. Masih kurang apa?"
Aku berdecak kesal. Aku tidak bisa membantahnya, terlalu takut saat menatap wajahnya saat marah. Walaupun, aku tetap dengan pendirianku, bahwa dia yang salah bukan aku.
"Mau lanjut?" tanyaku, aku menawarinya supaya meredam amarahnya.
"Kamu pikir, aku masih nafsu saat tahu kamu membohongiku dengan pura-pura lapar. Katanya nyari makanan di dapur, mana?"
"Kamu juga pikir, apa aku masih mau melakukan itu, saat aku tahu ada foto di laci kerjamu."
"Sudah kubilang itu foto lama."
Aku diam, berbicara dengan Lucas tidak ada ujungnya. Mungkin aku harus menemukan cara bagaimana supaya bisa pura-pura bahagia. Minimal, di hadapan keluargaku.
"Ya sudah, mari kita kembali ke kamar."
"Kamu saja, aku malas. Mau ngerokok di belakang."
"Ya, sudah. Aku tidur duluan. Permisi!" Aku pamit ke kamar, langkahku tergesa-gesa, tidak ingin menatap wajahnya, aku khawatir tangisku pecah jika menatap matanya.
Memejamkan mata, saat tubuh ini sudah mengatur posisi di kasur. Akan tetapi, sulit sekali untuk benra-benar terlelap. Saat raga ini sudah bisa menyesuaikan dengan niat untuk tidur, Lucas malah memelukku dari belakang. Aku ingin menepis, tapi takut membuat dia marah. Hanya bisa membiarkannya, tanpa membalas pelukannya.
***Lucas beberapa menit lalu sudah berangkat kerja. Aku merapikan rumah, kemudian menyetrika pakaian. Selama melakukan pekerjaan rumah, sekalian mengatur cara supaya bisa mengorek informasi tentang Lucas dan Amanda.
Jawaban dari Lucas tidak memuaskan hati. Dia tidak menjelaskan Amanda adalah mantannya, atau dia hanya mengaguminya. Bahkan, lebih parahnya lagi, bagaimana kalau Amanda adalah pacarnya. Aku harus tetap waspada.
Kubuka profil Lucas di Facebooknya. Melanjutkan yang kemarin. Kemarin, aku hanya melihat postingan promo buku saja.
Aku menatap foto profil suamiku, tersenyum seorang diri karena wajahnya begitu cool, dengan senyumnya yang khas. Aku sampai lupa, dia tidak memajang foto kami. Aku sudah scroll ternyata memang tidak ada fotoku di albumnya, beda denganku yang penuh dengan foto pernikahan kami, ya setelah acara pernikahan, aku tidak pernah foto bersama Lucas.
Mungkin, dia pakai fotoku sebagai foto profil. Sama saja, tidak ada juga. Aku tersenyum getir, tiba-tiba air mataku menetes tanpa sanggup aku bendung. Ternyata, dia sempat memakai foto profil dengan gambar Amanda, tiga bulan yang lalu. Ya Tuhan, itu masih baru.
Aku raih handphone, aku tidak peduli dia masih jam kerja. Aku langsung mengirim pesan bertubi, mengungkapkan isi hati. Siapa tahu dia dengar dan akhirnya sadar. Sesekali, aku menghapus air mataku.
Handphone bergetar, ada pesan dari Lucas, tumben sekali dia cepat merespon. Tadinya kupikir, dia tidak akan baca, aku tadi hanya mencoba mengungkapkan unek-unek, mau dibaca atau tidak urusan dia.
Kubaca balasan darinya. "Kamu lancang lihat akun Facebook-ku. Aku tidak suka."
"Aku juga tidak suka kamu bohongi aku," balasku.
"Kita sudah menikah, coba lebih dewasa. Sekarang kan foto profilku fotoku sendiri. Jangan diungkit-ungkit lah, cape."
"Amanda itu siapa?"
"Mantan."
"Kenapa foto mantan kamu simpan, sampai dijadikan foto profil."
"Tolong jangan tanyakan itu."
"Kenapa aku tidak boleh bertanya?"
"Karena kamu sudah tahu sendiri jawabannya. Dan jika aku yang jawab, aku sudah pasti hati kamu terluka."
"Oh."
"Yang jelas, aku sudah minta maaf. Dan ingin berusaha cinta sama kamu."
"Berusaha?"
"Iya."
"Kamu jadikan aku percobaan?"
"Enggak, kok! Aku ingin menikah dengan wanita baik kaya kamu. Aku tahu kamu sangat baik. Aku yakin, aku bakal jatuh cinta sama kamu."
"Jadi selama ini belum jatuh cinta?"
"Maaf."
"Kenapa maksain diri buat nikahin aku?"
"Aku udah mau kerja lagi, nih. Please jangan bahas ini lagi. Aku ingin bahagia sama kamu."
Kami akhiri berbalas pesan lewat WA. Tanganku masih saja bergetar, mendengar pernyataannya. Aku tidak bisa melanjutkan ini, tapi aku juga tidak mau menjada di usia muda. Lucas benar-benar sudah membuang waktu berhargaku. Diam-diam aku dijadikan dia sebagai alat untuk dirinya sembuh dari penyakit bucinnya pada Amanda.
***Lucas pulang tengah malam, sepertinya dia sengaja menghindariku. Mungkin, dia pikir aku sudah terlelap dalam mimpi. Tanpa dia sadari, bagaimana bisa aku menikmati mimpi setelah dia meremukkan hatiku.
"Belum tidur?" Lucas bertanya saat dia melihatku masih berada di ruang tamu.
"Apa maumu?"
"Apaan, sih? Tidur sana!"
"Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini?"
"Anak, aku ingin punya anak."
"Emang dulu sebelum bertemu denganku, kamu gak bisa buat sama Amanda aja?"
"Dia cuma mantan, keberadaannya saja gak tahu di mana. Bahkan mungkin sudah mati."
"Kenapa kamu jadikan foto profilmu, kangen?"
"Kamu kenapa kalau bertanya suka di ulang-ulang. Tadi siang juga nanya kaya gini."
"Karena kamu gak jawab, tadi."
"Kamu bisa tidak hargai aku? Aku sudah minta maaf bukan? Jika kamu terus mencerca suami sendiri. Jangan salahkan aku, jika tangan ini menamparmu. Paham?"
Semua yang baru aku mulai sudah hancur. Beberapa hari ini aku dan Lucas semakin kaku. Tidak ada pelukan lagi, tidur saling membelakangi. Akan tetapi, dia tidak ingkar janji ternyata. Di sosmed manapun tidak ada foto Amanda.Aku menurunkan ego, mencoba menyusun kembali serpihan hati yang hancur karena ulahnya. Kita akan mulai dari awal, karena seumpama berpisah lalu mencari pengganti pun, tidak akan menjamin terhindar dari yang namanya sakit hati.Mungkin, aku harus belajar memaafkan. Tidak mengungkit-ungkit kesalahan Lucas, dan mengetuk hatinya supaya berpihak padaku.Aku akui aku tidak menyenangkan untuknya, tidak paham apa kesukaan dan obrolannya walaupun dia sempat bercerita dengan antusias masalah kesenangan menulis Novel, tapi responku hanya mematung tak paham. Aku hanya bisa memasak yang enak untuknya, tanpa bisa jadi partner diskusi yang baik. Mungkin, memang salahku yang tidak terlalu pintar ini.Aku menghidangkan secangkir teh hangat. Seb
Lucas membatalkan rencana liburan kami. Selain itu, dia membiarkan aku tidur sendiri tadi malam. Aku tidak kenal temannya, tidak bisa menilai temannya itu apa benar-benar penting, atau hanya alasan saja supaya Lucas bisa weekend terbebas dari istri.Kuakhiri prasangka ini. Khawatir jiwa ini semakin tidak sehat jika mengingat-ingat sakit hati yang kudapat berulang kali.Aku menyibukkan diri di dapur. Merubah rencana berlibur menjadi eksekusi resep yang tersimpan lama di catatan, tapi baru sempat dibuka sekarang. Kubuka catatan resep di smartphone, kemudian mulai menimbang bahan untuk membuat cheese garlic bread. Cherry, adiknya Lucas, dia sempat meminta dibuatkan cemilan itu, aku baru punya mood membuatnya sekarang.Pintu depan terbuka, aku tahu itu adalah Lucas. Namun, sejak dia membatalkan liburan kami, aku tidak ada niat menyapanya duluan.Aku melirik ke sisi kanan, sambil tangan masih menguleni adonan roti. Ada Lucas sedang mengambil air di dispe
Cherry menepuk bahuku. Aku terperanjat, dengan tiba-tiba menatap ke arahnya. Alis Cherry bertaut, pasti dia melihat perubahan ekspresiku, mungkin ada sedikit kekhawatiran padanya."Kak Flo kenapa?""Gak kenapa-napa."Cherry termenung, sepertinya dia tidak percaya ucapanku.Aku berusaha mengatur hatiku setenang mungkin. Sejak dulu, memang tidak pernah mau berbagi keluh kesah dengan siapapun. Apalagi masalah rumah tangga. Aku tahu tidak akan mendapat solusi apapun jika bercerita, kecuali rasa malu. Masalahnya mungkin ada pada diriku, bisa jadi orang lain memang benar-benar peduli dan kasihan. Justru itu yang tidak kusukai, aku tidak ingin dikasihani."Kalau ada apa-apa cerita, ya! Jangan dipendam sendiri."Aku tersenyum menghargai kebaikannya. "Iya, tapi sekarang memang gak kenapa-napa.""Habis Kak Flo wajahnya mendadak pucat, Apa ada masalah sama Kak Lucas?"Aku menggeleng. "Aku lagi khawatir aja sama Mas Lucas, dia
Aku membuka mata dini hari, masih ingin berbaring memanjakan diri di kasur ini. Badan pegal, jika boleh berucap berlebihan rasanya lututku remuk, sisa-sisa kegiatan suci semalam. Lucas is a strong man in the bed, durasi yang cukup lama buatku. Aku bangun, naluri seorang istri di pagi hari memanggil. Dihadapkan pada setumpuk tugas rumah yang mau tidak mau harus tetap berjalan dengan baik.Sebelum menikah, aku sempat mencoba bekerja di perusahaan. Jujur saja, lebih melelahkan saat berada di rumah, padahal belum punya anak. Akan tetapi, kadang ada kepuasan sendiri seperti di saat tanaman di pekarangan tumbuh indah karena campur tanganku, membuat rumah ini lebih hidup dan bernuansa menenangkan. Atau jika pekerjaan utama sudah selesai, aku bebas berkreasi dengan membuat makanan yang lagi viral di sosmed.Ibu rumah tangga adalah jantungnya keluarga, benar-benar tidak bisa disepelekan.Aku menyingkirkan selimut yang menutupi badan, meraih handuk lalu menuju ke kamar
Hal yang paling menyebalkan hari ini adalah saat aku marah pada Lucas, dan Lucas malah tertawa. Apanya yang lucu? Apa penderitaanku ini baginya adalah lelucon. Dia dengan entengnya bilang aku istri tidak sopan kalau salah. Dia lebih tidak sopan lagi, ketahuan ciuman dengan wanita lain malah tertawa.Ya, walaupun bukakan tawa menggelegar seperti saat nonton komedi, aku tetap tersinggung, loh."Foto sampah! Foto kaya gitu gak ada arti apa-apa buatku," kata Lucas, membuat aku ingin meninju wajah Lucas."Mas mau menyangkal itu adalah Mas? Apa mau bilang itu editan Photoshop? Atau Mas mau bilang bahwa selama ini diam-diam memiliki kembaran. Jelas gak mungkin 'kan?""Enggak lah. Aku ngaku, kok, yang di foto itu adalah aku.""Oh, jadi situ bangga nyium cewek lain, iya? Bangga banget berbuat mesum sama orang lain, hah? Oh ,tunggu! Cewek di foto itu mirip banget sama foto yang di laci. Jadi dia yang namanya Amanda?""Iya, benar itu Amanda."Aku
Lucas memarkirkan mobil di area parkir yang lumayan luas. Sudah lama tidak ke tempat makan sebagus ini, membuat aku menjadi minder ketemu banyak orang-orang asing. Aku melirik Lucas, mendadak merasa tidak sepadan dengan dia yang bersinar terang di luar, akan tetapi aku malah meredup."Ayo turun, Flo! Kenapa malah lihat ke arahku kaya gitu?"Lidahku kaku untuk menjawab. "Banyak manusia di sini, Mas.""Kita juga manusia, Flo. Bukan Alien atau jin.""Ya, aku bukan manusia aku bidadari." Aku pura-pura becanda karena terlanjur malu dengan sikapku.Lucas tersenyum. "Ya, kamu secantik bidadari, Flo."Kami berdua masuk ke dalam restauran. Berjalan berdua dengannya membuat peluhku bercucuran karena tegang. Ada banyak yang aku pikirkan. Lucas sering ke sini tanpa mengajakku, apa aku ini membuat malu dirinya sehingga satu tahun menikah baru diajak ke tempat favoritnya. Aku butuh cermin, penampilanku gak buruk juga 'kan?"Kenapa lagi, Flo?
Dadaku sesak, hati bagai terhimpit bebatuan besar saat mendengar suara wanita halus dan memanja pada Lucas pada sambungan telepon ini. Mungkin saja Lucas sudah berkali-kali memanjakan wanita yang bernama Amanda ini, sehingga Amanda berani bernada manis saat berbicara, membuat aku ingin menarik sampai putus bibir indahnya. Lebih parahnya lagi, dia tahu namaku Flora. Berarti tahu, Lucas sudah mempunyai istri. Tapi kenapa masih nekad menelpon pada malam hari seperti ini."Hallo, Mbak Flora. Mas Lucas memangnya lagi ke mana?" tanya Amanda kembali, karena aku tidak menjawabnya tadi."Aku gak perlu bilang sama kamu Lucas ada di mana. Kamu harusnya tau diri untuk tidak menanyakan suami orang malam-malam kaya gini. Gak punya etika kamu.""Aku minta maaf, aku gak berniat ganggu kalian. Aku hanya ingin tanya-tanya soal Novel padanya.""Kalau bisa tanya siang hari, kenapa harus malam harim? Jangan cari-cari alasan kamu.""Biasanya aku telpon malam juga
Tenaga habis terkuras semalam karena marah-marah lalu bersenggama dengan Lucas, membuat aku jadi rakus saat pagi hari. Aku menyantap nasi goreng buatan suamiku dengan lahap dan dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ternyata, pria bodoh tukang selingkuh itu bisa juga masak enak.Aku memegang gelas yang berisi susu murni hangat. Merasa takjub pria macam Lucas mau membuatkan ini untukku. Kerasukan apa dia? Takut kutinggal gara-gara ketahuan sering telepon wanita lain. Mereka sepertinya saling suka, tidak ada alasan yang masuk akal selain cinta mereka tidak direstui orang tua. Aku ingat, Lucas pernah bilang jangan bilang-bilang orang tua masalah penemuan foto wanita lain di laci.Tapi, itu cuma dugaan dan rasa cemburu butaku loh, ya! Aku harus memastikannya lagi.Aku mengacak rambut dengan frustasi. Tidak menyangka, bahwa aku akan mengalami apa yang pernah teman-temanku alami. Dea temanku, menjanda diusia muda karena suaminya pergi dengan wanita lain. Aku