Share

8. Foto Amanda

Hal yang paling menyebalkan hari ini adalah saat aku marah pada Lucas, dan Lucas malah tertawa. Apanya yang lucu? Apa penderitaanku ini baginya adalah lelucon. Dia dengan entengnya bilang aku istri tidak sopan kalau salah. Dia lebih tidak sopan lagi, ketahuan ciuman dengan wanita lain malah tertawa. 

Ya, walaupun bukakan tawa menggelegar seperti saat nonton komedi, aku tetap tersinggung, loh.

"Foto sampah! Foto kaya gitu gak ada arti apa-apa buatku," kata Lucas, membuat aku ingin meninju wajah Lucas.

"Mas mau menyangkal itu adalah Mas? Apa mau bilang itu editan Photoshop? Atau Mas mau bilang bahwa selama ini diam-diam memiliki kembaran. Jelas gak mungkin 'kan?"

"Enggak lah. Aku ngaku, kok, yang di foto itu adalah aku."

"Oh, jadi situ bangga nyium cewek lain, iya? Bangga banget berbuat mesum sama orang lain, hah? Oh ,tunggu! Cewek di foto itu mirip banget sama foto yang di laci. Jadi dia yang namanya Amanda?"

"Iya, benar itu Amanda."

Aku spontan mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Lucas. Lucas menangkapnya dengan mudah. Aku hanya meluapkan kekecewaan. Namun tidak berani melukai suami, takut di penjara.

"Dengarkan aku dulu, Flo. Itu foto lama. Kamu bisa lihat sendiri 'kan di foto itu aku agak kurusan. Hasil fotonya aja jelek, buram, karena memang foto jadul."

Tanganku terhenti saat meraih boneka di atas kasur yang hampir saja aku lemparkan ke arah Lucas. "Bohong! Potongan rambut mas sama."

"Coba kamu teliti lagi. Potongan rambutku dari dulu kaya gini 'kan? Saat zaman Baim Wong gondrong aku gak ikut-ikutan gondrong 'kan?"

Aku sedang marah, bisa-bisanya aku hampir tersenyum gara-gara Lucas mengatakan hal itu. Apa yang ada di dalam otaknya hingga dia ingat aktor Baim Wong yangdulunya sempat gondrong. Dasar Lucas.

"Ariel Noah juga masih gondrong waktu itu."

Ah, aku menggigit bibir bawah. Masa aku harus melepas tawa sesaat setelah amarahku memuncak. Aku bisa di cap labil oleh suamiku sendiri yang dengan mudah terpengaruh suasana eksternal.

Aku meraih smartphone di atas nakas yang tadi sempat kusimpan. Membuka galeri foto kembali demi melihat foto yang tadi kutunjukan pada Lucas.

"Beda 'kan?" tanya Lucas. Namun aku tidak menjawab.

Lucas mendekat, dia memelukku dari samping mencium puncak kepalaku. Dan saat aku mendongak dia sedang menatap ke arahku. Aku kira tadi mau lihat foto bareng di hape yang aku pegang.

"Sudah gak marah 'kan?"

Aku masih tidak menjawab, hanya bisa membalas pelukan dan memendamkan wajah pada dada bidang Lucas. Aku numpang membasahi baju Lucas dengan air mataku.

"Orang iseng mana yang berani-beraninya kirim foto lama aku sama kamu. Apa dia belum pernah merasakan dihajar sampai pingsan oleh seorang Lucas."

"Sudah, lah. Jangan diperpanjang. Kamu sudah jujur padaku itu sudah cukup. Masa bodoh dengan orang yang bikin resah. Mungkin orang itu iri sama kita."

Walaupun foto tersebut memang tidak pantas secara moral. Aku masih bisa memaafkannya karena itu adalah bagian dari masa lalu Lucas. Lucas juga tidak pernah mempermasalahkan masalaluku yang sedikit buruk, walaupun hanya asal usulku yang buruk. Bukan sikapku di masa lalu.

Aku adalah anak dari hasil perselingkuhan orang tua. Di saat semua orang merundung, tapi Lucas tidak pernah berbuat hal serupa. Aku pernah gagal menikah dengan pria lain di masa lalu hanya karena masalah keluarga. Menyebutku anak tidak jelas asal usulnya yang memalukan. Namun, Lucas tidak pernah mempermasalahkannya. Meskipun sejak awal menikah sikap dia dingin, cuek, jauh dari kata romantis. Tapi dia adalah pria yang menghormati jati diriku.

"Flo, aku pegal. Kita terlalu lama pelukan kaya gini. Selain itu aku juga laper. Kita cari makan di luar, yuk!

Aku melepas pelukanku dengan wajah memerah. "Oh iya, aku tidak masak hari ini karena tadi lagi marah. Kebetulan sekali Mas ngajakin makan di luar."

"Sebenernya, bukan kebetulan juga, Flo. Tadi aku sudah pergi ke dapur, dan di meja makan hanya ada kerupuk alot bekas kemarin. Kamu jahat sekali, Flo. Padahal aku lapar."

Aku tertawa melihat wajah Lucas yang memelas. "Maafkan aku Mas. Tapi ada hikmahnya juga. Kamu jadi ajak aku makan di luar, sebelumnya mana pernah."

Lucas tertegun, membuat aku jadi tidak enak hati. "Maaf bukan maksudku menyindir. Beneran, deh!"

"Aku yang harusnya minta maaf, Flo. Kamu gak pernah aku ajak kemana-mana."

"Gak apa-apa. Aku tahu kamu selalu sibuk, kok." Aku mencari-cari alasan supaya menetralkan suasana. Padahal, aku juga tahu alasan dia tidak mengajak karena suka lupa padaku jika lagi senang-senang di luar sama teman-temannya.

"Ya, sudah. Dandan, gih!"

"Tunggu bentar."

"Ya, cepetan tapi. Perutku tidak bisa diajak kompromi, tahu. Tinggal ganti baju aja 'kan? Make up mu masih baru keliatannya."

"Iya, tinggal ganti baju aja, kok."

Aku memilih pakaian yang sepesial. Padahal, hanya makan malam yang darurat karena tadi aku tidak mau masak gara-gara marah. Tidak apa-apa, anggap saja Lucas mengajakku jauh-jauh hari, spesial untukku. Kadang-kadang, aku jadi suka halu pada suamiku sendiri. Sekadar menghibur diri.

"Aku sudah siap, Mas!" Aku menghampiri Lucas yang sedang menungguku di teras depan rumah.

"Oke, yuk berangkat sekarang!"

Aku duduk di samping Lucas, lalu memasang seat belt. 

"Kamu mau makan di mana? Tapi jangan bilang terserah. Tahu sendiri aku cowok yang tidak peka dan tidak mau ambil pusing."

Aku tersenyum. "Di rumah makan Terserah aja."

"Ayo, lah, Flo. Serius! Kalau kamu gak serius, kamu yang akan aku makan."

"Aku serius. Ada nama rumah makan Terserah."

"Aku sering ke luar tapi gak tahu ada nama Rumah Makan yang namanya tidak niat kaya gitu."

"Karena tempatnya bukan rute ke tempat kerja Mas atau rumah Mamah. Saat aku ke rumah Ririn, gak sengaja lewat Rumah Makan Terserah."

"Nama tempat makannya kekinian gitu, pasti tempatnya rame dan sesak aku gak bakal betah. Gimana kalau ke Restauran favoritku saja?"

"Ya, terserah!"

Restoran favorit katanya, bahkan aku gak tahu restoran favoritnya seperti apa. Jika punya restoran favorit kenapa tidak pernah ngajak aku? Aku menarik nafas dalam-dalam, dan lagi-lagi berusaha agar tidak baper hanya masalah seperti ini. Yang penting keluarga kita langgeng.

Lucas mulai melaju membawa mobilnya ke tempat tujuan. Berdebar, sungguh aneh rasanya berdebar hanya karena diajak makan suami sendiri. Mungkin istri-istri yang lain di luar sana, akan pergi makan paling lama seminggu sekali di luar.

 

Aku berniat meraih tisu di dashboard. Akan tetapi, yang aku dapatkan adalah benda aneh. Kaca mata dengan model feminim. Mana mungkin Lucas memakai kaca mata seperti ini.

Jadi Lucas mengajak siapa? Kaca matanya saja bermerk. Ini kaca mata seorang wanita sosialita. Aku yakin, bukan Cherry atau mamah mertuaku pemiliknya, karena modelnya bukan selera mereka.

Aku mulai berpikiran yang tidak-tidak lagi. Aku tahan semampuku. Lucas sedang lapar, aku tidak ingin membuat selera makannya hilang gara-gara aku marah padanya hanya karena ada kacamata seorang wanita di mobil.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sagala Cellular
mantapp bangettt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status