Dadaku sesak, hati bagai terhimpit bebatuan besar saat mendengar suara wanita halus dan memanja pada Lucas pada sambungan telepon ini. Mungkin saja Lucas sudah berkali-kali memanjakan wanita yang bernama Amanda ini, sehingga Amanda berani bernada manis saat berbicara, membuat aku ingin menarik sampai putus bibir indahnya. Lebih parahnya lagi, dia tahu namaku Flora. Berarti tahu, Lucas sudah mempunyai istri. Tapi kenapa masih nekad menelpon pada malam hari seperti ini.
"Hallo, Mbak Flora. Mas Lucas memangnya lagi ke mana?" tanya Amanda kembali, karena aku tidak menjawabnya tadi.
"Aku gak perlu bilang sama kamu Lucas ada di mana. Kamu harusnya tau diri untuk tidak menanyakan suami orang malam-malam kaya gini. Gak punya etika kamu."
"Aku minta maaf, aku gak berniat ganggu kalian. Aku hanya ingin tanya-tanya soal Novel padanya."
"Kalau bisa tanya siang hari, kenapa harus malam harim? Jangan cari-cari alasan kamu."
"Biasanya aku telpon malam juga gak apa-apa."
Pamer, Amanda secara tidak langsung ingin pamer bahwa dirinya sering teleponan bersama Lucas. Amanda punya otak, mana mungkin tidak tahu jika pria beristri menelepon pria lain, sudah pasti dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dari gaya bahasanya, aku menebak Amanda type wanita yang suka playing victim. Dia berkata santun padaku, lalu menusukku, menjatuhkan harga diriku.
"Jangan lagi telepon ke sini, jika kamu punya otak! Dan jangan lagi minta dijagain suamiku kalau kamu lagi sakit!"
"Mbak Flo tahu aku lagi sakit, ya? Mas Lucas cerita?
Aku langsung mematikan telepon, takut emosiku meledak. Kemudian, kucari nomer tadi di kontak Lucas, untuk memblokirnya. Belum sempat niat itu terwujud, tangan kekar Lucas menyambar smartphone miliknya dari tanganku.
''Kamu ngapain dengan hape-ku, Flo?"
"Tadi Amanda telepon."
"Terus kamu angkat?"
"Iya."
"Sejak kapan kamu lancang angkat teleponku? Bukannya sudah kubilang sejak awal pernikahan. Aku tidak suka wanita mengusik privasi sekalipun sudah sah jadi suami istri. Kamu gak punya etika."
"Oh, terus menurutmu. Beretika jika ada cewek telepon malam-malam kaya gini, pada pria beristri? Kamu masih waras kan Lucas? Otakmu masih jalan?"
Lucas menatapku dengan tatapan murka. Dia menunjuk dengan telunjuk ke arahku, seolah dia manusia paling benar sedunia. "Flora, berani-beraninya kamu membentak dan berkata kasar pada suami. Kamu tidak takut durhaka?"
Aku mendengkus, ingin melawan tapi takut dengan badan Lucas yang tinggi dan kekar. "Aku gak punya ruang buat membela diri di rumah ini. Aku orang satu-satunya yang selalu salah. Baiklah, aku salah aku diam. Tapi jangan salahkan aku kalau aku ingin pergi dari rumah ini."
Aku berjalan ke luar, membuka pintu kamar. Akan tetapi Lucas menarik tanganku dan menghempaskan tubuh ku ke atas kasur.
"Jangan pernah coba pergi ke mana-mana!" Lucas mengunci pintu kamar. Kemudian, dia menghampiriku lalu naik ke atas kasur. "Cepat sekarang tidur!"
"Tidak mau." Aku bangkit, tapi Lucas menghalangi dengan badannya. Dia menindihku.
"Aku bilang jangan pergi ke mana-mana!"
Aku mendorong dadanya yang bidang, terlalu kokoh sehingga sulit untuk disingkirkan. Meskipun sudah sekuat tenaga aku mendorong..
"Kenapa menolakku?" tanya Lucas bodoh.
"Sering teleponan sama Amanda?"
"Gak sering. Dia hanya menelpon beberapa kali, kami gak berbuat macam-macam. Dia sakit, aku masih punya otak mana mungkin berzina dengan orang sakit."
"Oh, jadi nanti dilanjut selingkuhnya kalau dia udah sembuh?"
"Enggak, lah. Aku jelaskan dikit sama kamu, kami baru bertemu kembali setelah sekian lama. Aku bertemu sekali pas di rumah sakit, itu aja."
"Alasan. Kamu batalin liburan kita demi dia. Kalian sering teleponan juga 'kan?"
"Jangan bahas lagi, please!" Lucas mencium bibirku. Namun aku singkirkan wajahnya dari hadapanku dengan tangan. Dia tidak menyerah, malah mengecup leherku, membuat aku spontan mencakar wajahnya.
"Menurut jadwal dari dokter kandungan, malam ini termasuk masa subur kita. Kita lanjutkan dulu program kehamilan, daripada berdebat masalah telepon. Sudah kubilang, dia hanya menelpon kami gak berbuat macam-macam."
"Apa di otakmu hanya memikirkan berkembang biak? Kamu bahkan gak peduli seberapa hancur perasaanku."
"Jangan terlalu main perasaan, cape. Logikanya saja, sekarang kamu lah istriku bukan dia. Berarti sudah jelas aku lebih memilihmu."
Lucas bertubi-tubi menciumiku kembali, membuat aku menggigit tangannya. Lucas memekik, wajahnya memerah dan marah. "Sialan, kamu Flo. Makin sini makin ngelunjak, padahal dulu kamu penurut."
Aku menendang Lucas saat dia berdiri, lalu aku berlari ke arah pintu. Mencoba membuka kunci tapi ternyata kunci sudah tidak menggantung di pintu. Aku melirik ke arah belakang dan melihat Lucas menyeringai padaku. Aku takut.
"Kamu nyari kunci?" tanya Lucas sambil menghampiriku. Dia melingkarkan peluk dari belakang. Menggendongku ke atas kasur.
Aku kembali menghadapi Lucas, dengan terpaksa aku melayaninya dalam rasa sakitku.
***Lucas membelai rambutku cukup lama, dia sudah berpakaian rapi dan harum. Pasti sebentar lagi akan pergi kerja. Sementara, aku meringkuk dengan selimut menutupi badan, kepala pusing karena semalaman aku habiskan hanya untuk menangis. Dan terkadang, hingga kini pun air mata begitu saja keluar tanpa bisa aku tahan."Flora, lain kali kamu tidak boleh menggigit, menendang, dan mencakar suami. Itu perbuatan dosa. Kali ini aku maafkan kamu, karena kamu tidak benar-benar melakukannya tadi."
Kurang ajar, Lucas. Disaat seperti ini, malah sempat-sempatnya ceramah padaku. Padahal, aku bisa seperti itu juga karena ulahnya. Aku jadi kepikiran, mengajaknya ke tempat ruqyah supaya dia sadar dosa sendiri daripada mengungkit dosa-dosaku.
Lucas berhenti mengelus rambutku, lalu dia mencium kepalaku. Aku diam, tanpa ekspresi. Malas merespon apapun.
"Aku kerja dulu, ya!" kata Lucas.
Aku masih berada di kasur tidak menjawabnya, tidak mengantarnya sampai pintu seperti biasa. Melirik ke arahnya saja tidak. Aku agak heran juga, Lucas tidak menagih sarapan. Dan bodohnya aku, sempat merasa khawatir gara-gara dia belum sarapan, padahal bisa saja dia beli di tempat kerja, nanti.
Sesayang inikah aku pada Lucas. Pria good looking bodoh, yang sering membohongi istri. Apa setiap pria tampan ditakdirkan bejad?
Aku menyibak selimut, melangkah ke dapur karena haus. Saat melewati cermin, aku melihat wajah diri sendiri begitu konyol sekaligus menyeramkan. Mataku sembab, wajahku pucat seperti hantu. Cinta membutakan segalanya, andai saja aku tidak jatuh cinta pada pria seperti Lucas.
Aku membuka kulkas, mencari minuman isotonik. Meneguknya dan merasakan dahaga mulai lenyap saat minuman itu masuk ke tenggorokan. Sedikit membantu, otakku agak konek sekarang. Tapi malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Aku tertegun, saat tidak sengaja menatap ke arah meja makan. Ada satu piring nasi goreng yang masih utuh dan satu gelas susu. Lucas masak? Serius dia mau masak?
Aku menghampiri dan meraih satu catatan tangan Lucas. "Sarapan dulu sayang, jangan marah lagi. I love you."
Aku mencibir dengan ekspresi wajahku. Memasang wajah ingin muntah, sambil meremas lalu memasukkan catatan indah itu ke tong sampah.
Ada notifikasi masuk, aku membuka WhatsApp lalu membaca pesan terbaru dari Lucas. "Jangan lama-lama di kamar, kamu pergi ke dapur sekarang, ada nasi goreng untukmu."
Tenaga habis terkuras semalam karena marah-marah lalu bersenggama dengan Lucas, membuat aku jadi rakus saat pagi hari. Aku menyantap nasi goreng buatan suamiku dengan lahap dan dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ternyata, pria bodoh tukang selingkuh itu bisa juga masak enak.Aku memegang gelas yang berisi susu murni hangat. Merasa takjub pria macam Lucas mau membuatkan ini untukku. Kerasukan apa dia? Takut kutinggal gara-gara ketahuan sering telepon wanita lain. Mereka sepertinya saling suka, tidak ada alasan yang masuk akal selain cinta mereka tidak direstui orang tua. Aku ingat, Lucas pernah bilang jangan bilang-bilang orang tua masalah penemuan foto wanita lain di laci.Tapi, itu cuma dugaan dan rasa cemburu butaku loh, ya! Aku harus memastikannya lagi.Aku mengacak rambut dengan frustasi. Tidak menyangka, bahwa aku akan mengalami apa yang pernah teman-temanku alami. Dea temanku, menjanda diusia muda karena suaminya pergi dengan wanita lain. Aku
Ini tempat umum, Lucas masih saja berdiri menatapku dengan tatapan tajam dan menghakimi. Seolah aku istri yang bandel, beberapa pasang mata menatap penuh cibir pada kami. Membuat aku menjadi kaku, tidak bisa membela diri. Aku takut saat membela diri suara Lucas akan meninggi di sini. Walaupun kemungkinan kejadian seperti itu kecil, karena Lucas biasanya akan menjaga wibawa di hadapan umum. Entah jika dia sedang terlalu kesal, atau kesabarannya sedang runtuh."Duduk dulu, Lucas!" Alan berkata pada Lucas membuatku sedikit lega."Gak usah, Kak. Gak apa-apa. Kami harus langsung pulang.""Flora bisa balik bareng gua, kok. Gua kan kakaknya.""Gak apa-apa. Flora biar pulang sama gua aja, Kak.""Aku tidak mau. Aku mau pulang bareng Kak Alan aja."Alan menatap ke arahku, memberi kode lewat mata supaya aku pulang bersama Lucas. Aku tidak mau, aku malas."Kenapa gak mau, Flo? Ini sudah sore, nanti kita bisa kemalaman di jalan.""Gak apa-apa, just
Satu Minggu berlalu semenjak aku pergi ke luar bersama Alan. Seminggu kemarin Lucas selalu mewanti-wanti supaya aku harus ijin ke manapun. Bukan hanya itu, walaupun tidak ke luar aku wajib mengirim share location setiap jam 12 siang, sebagai bukti bahwa aku stay at home. Sudah kaya tahanan dalam kota aja, padahal hanya tidak ijin satu kali, itupun gak sengaja. Dasar Lucas, nyebelin.Ada paket masuk, rupanya buku yang waktu itu Lucas buat sudah selesai proses cetak. Aku membuka paketnya, menyimpan puluhan tumpukan buku yang masih tersegel ke meja kerja suamiku. Lalu memfoto tumpukan buku tersebut kemudian mengirimnya pada Lucas sebagai laporan. "Paket datang, nih!""Makasih sudah dirapikan, Flo.""Sama-sama, Mas. Kamu beneran pilih cover sesuai pilihanku, ya, Mas?" tanyaku lewat pesan WhatsApp, karena merasa senang sampul warna Salem yang kupilih waktu itu menjadi sampul buku Lucas."Pilihan kamu yang terbaik, sayang."Kata Lucas, sebagian lagi dibe
Aku mencari keberadaan Lucas. Aku abaikan kondisi kesehatan yang kurang baik ini demi mengetahui fakta yang sesungguhnya. Kaki sudah semakin letih berjalan, tapi tetap saja belum melihat keberadaanya di mana. Apa orang yang memberitahu Lucas ada di pantai ini berkata jujur? Jangan-jangan, aku kena prank lagi oleh nomer Gaje itu.Semakin lelah, aku pun jongkok. Pasir putih ini, membuat kaki merasa sedikit terbebani. Aku kembali berdiri setelah beberapa detik termenung, berniat akan pulang karena tidak mendapat apa pun di sini, kecuali rasa letih.Aku tidak jadi pulang, saat melihat di depanku ada pria mirip Lucas.Dari jarak beberapa meter, aku melihat seorang pria sedang menggendong wanita muda. Wanita itu, nampak bahagia berada di punggung pria. Adegan yang aku lihat mirip drama Korea stairway to heaven. Aku menghampiri mereka, karena merasa kenal dengan t-shirt yang dipakai pria itu. T-shirt yang kemarin malam baru aku strika dan di simpan di lemari pada
Untuk pertama kalinya setelah menikah aku berada malam-malam di luar tanpa Lucas. Aku masih akan menjadi istri yang penurut, berkomitmen tidak akan keluar malam tanpa suami jika saja Lucas tidak berselingkuh. Sia-sia saja jika aku terus yang berjuang mempertahankan rumah tangga ini. Sialnya, aku berada di tempat ini bersama pria lain.Sebisa mungkin, aku tidak terlalu dekat dengan Dean. Walaupun niat Dean hanya murni menolongku.Aku mengunyah burgers yang dibelikan Dean dengan lahap. Beruntung, perutku bisa menerimanya. Walaupun rasa dagingnya menjadi aneh. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, biasanya aku suka daging, dan sekarang malah memilih bagian roti dan sayurannya saja."Makan yang banyak, Flo. Bukannya katamu belum makan dari pagi."Aku hanya mengangguk sambil mengambil kentang goreng karena burgernya sudah habis. Pria di hadapanku melongo, melihat aku menandaskan makanan dengan cepat. Maklum, mencari Lucas di pantai membuatku kelel
Terbangun pukul setengah lima dini hari, saat pertama membuka mata rasanya memilukan. Ini bukan di kamarku, rasanya masih belum ikhlas walaupun aku yang memilih pergi dari Lucas. Biasanya Lucas akan mengajakku shalat berjamaah saat subuh, tapi sekarang tidak ada dia. Semua itu hanya ada di dalam khayalan saja sepertinya.Semalam, Ririn pergi ke mini market hanya untuk membeli alat tes kehamilan. Dia takut aku salah minum obat. Dia melarangku minum obat mag sebelum aku tes kehamilan.Aku tahu waktu yang paling akurat adalah pagi hari. Aku pun pergi ke kamar kecil untuk memastikan apakah ada nyawa di dalam perutku atau tidak. Tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, mungkin jika hasilnya positif, akan aku rahasiakan bahwa aku telah mengandung demi menghindar dari Lucas.Beberapa menit menunggu hasil, jantungku berdebar untuk melihat benda itu. Kakiku melemas, dada terasa sesak dan dihimpit kepasrahan saat kutahu hasil tesnya positif. Aku menjatuhkan diri di lant
Lucas membawaku masuk ke dalam mobilnya, aku tidak meronta karena ingat sedang hamil. Hanya bisa minta dia menurunkan secara baik-baik. "Tolong turunkan aku!""Suruh siapa tidak menurut kalau diajak pulang.""Aku lagi nunggu cemilan via kurir. Aku mau ngemil sekarang. Gak mau pergi ke mana-mana.""Kita akan beli cemilan lain di jalan."Gerak tubuhku menolak saat masuk mobil, tapi Lucas mendorongku hingga tubuh terasa sakit. Dia tidak cinta padaku, dia hanya mencintai harga dirinya. Harga dirinya pasti terusik jika istri sendiri sampai kabur. Aku melihat wajah arogan Lucas saat memaksaku masuk.Aku duduk di jok depan, berpikir hal lain. Bagaimana kalau sekalian saja ambil pakaian ganti dan beberapa uang di laci. Bukankah saat pergi aku hanya membawa baju yang menempel di badan. Aku bisa pergi kapan pun, bahkan ke tempat yang jauh jika dibekali uang."Kamu lagi mikirin apa?" tanya Lucas, dia sadar rupanya aku melamun."Gak ada. Aku hanya ingin
Setelah semua yang telah terjadi, aku malas satu kamar dengan Lucas. Aku pura-pura nonton televisi sampai larut, menunggu Lucas terpejam duluan, lalu memilih tidur di sofa sendirian. Namun kenyataannya tidak terjadi, karena Lucas malah menungguku untuk pergi ke kamar bersamanya."Kamu besok harus kerja 'kan? Sana, tidur duluan aku masih mau nonton televisi.""Acaranya sampah, tidak bermutu dan lebay lebih baik kita ke kamar karena malam ini adalah jadwal untuk berhubungan badan kita.""Aku lagi menonton realiti show, kalau aku nonton sampah saat ini dihadapanku tong sampah bukan TV.""Ya sudah terserah kamu saja, suka-suka. Tapi yang jelas, layani aku sekarang! Buka bajumu!"Aku tahu, Lucas sulit untuk ditentang keinginannya. Semakin ditentang semakin dia memaksaku, kalau tidak dia akan marah besar nantinya. Daripada cape-cape melawan, lebih baik aku pura-pura mendengkur biar dia ilfil dan menjauh. Soalnya, aku gak tahu juga hubungan badan saat hamil mu