Flashback on
Dari kejauhan, terlihat dua orang Bodyguar sedang mencari seseorang, yang tak lain adalah Bosnya sendiri. Sejak malam itu, mereka mencarinya ke setiap tempat namun tak kunjung juga menemukannya. Mereka juga sembari menanyakan kesetiap orang yang ada dijalanan, sambil memperlihatkan sebuah foto Bosnya, berharap ada orang yang mengenalinya.
Benar saja, ketika dua Bodyguard itu sedang menanyakan keseseorang dijalanan, orang itu mengetahui dimana Bosnya berada. Langsung saja kedua Bodyguard itu segera mencari ke tempat yang sudah diberitahu oleh orang yang tak dikenal itu. Dan akhirnya usaha mereka membuahkan hasil, mereka menemukan Bosnya di sebuah bar, dimana Alma dan pria itu sedang tertidur pulas di kursi luar yang sudah tersedia di tempat itu.
"Lihat! Ada orang di sana! Ayo kita hampiri saja," ucap salah satu bodyguard itu.
"Apa benar itu Bos kita?"
"Entah lah, kata orang itu, bos kita ada di sana. Ayo kesana saja!"
"baik lah!"
Sesampainya di depan bar, mereka berdua terkejut, karena orang yang sedang tertidur pulas itu adalah benar-benar bosnya sendiri. Dan ditambah lagi mereka melihat perempuan, yang ikutan tertidur didekat bosnya. Sontak saja mereka semakin kaget, karena baru kali ini, mereka melihat bosnya bersama wanita lain.
"Benar! Ternyata ini bos kita, tapi siapa perempuan ini? Dan kenapa jaketnya ada pada bos kita?"sahut salah satu Bodyguard itu. "Nah, terus dompet si bos juga nih ada di meja! Kenapa dia terledor begini sih! Ponselnya juga!"
"Entahlah, mendingan sekarang kita bawa dulu bos kita ke rumahnya, soal perempuan ini biarkan saja, yang penting bos kita aman dan dalam keadaan baik-baik saja,"
"Ayo bantu aku untuk membopongnya!"
Kedua Bodyguard itu langsung membopong bosnya yang masih keadaan tidak sadarkan diri, masuk ke dalam mobil. Mereka juga tidak lupa membawa dompet milik bosnya, dan ponsel serta jaket yang tadinya dikenakan oleh bosnya, dikembalikan lagi oleh Bodyguard itu kepada pemiliknya yang tak lain adalah Alma. Karena jaket itu sudah jelas terlihat seperti jaket perempuan.
"Ayo cepat! Nanti keburu bangun dia!" ucap salah satu bodyguard itu.
Flashback off
*****
Suasana dirumah mewah yang tenang dan damai. Hamparan luas kebunnya begitu menawan, disertai indahnya kolam renang yang didesign dengan tipe minimalis menjadikan suasana nyaman dan betah di rumah.
"Kamu sudah bangun?" tanya seorang perempuan yang tak lain adalah istrinya Daffa, dia bernama Karin.
Sudah hampir empat tahun, mereka belum juga dikaruniai anak. Padahal Daffa sangat menyukai anak kecil. Jika melihat anak temannya atau anak-anak yang ada di foto-foto media sosial, ia merasa iri dan selalu berharap ia bisa secepatnya dikaruniai anak. Saking lamanya menunggu anugerah dari Tuhan, keharmonisan mereka mulai surut. Terkadang Daffa ingin sekali pergi ke rumah sakit untuk dites kesuburan, namun, Karin selalu menolaknya.
Saking penasarannya terhadap sang istri, Daffa pun mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan setelah diselidiki oleh Bodyguardnya, apa yang belum ia ketahui akhirnya ia mengetahuinya juga. Karin, selalu datang tiap bulan kesebuah rumah bidan. Ia hendak mendaftar untuk disuntik KB. Hal inilah yang membuat Daffa kecewa terhadap Karin dan menduga-duga, jika Karin memang tidak mau mengandung anak dari Daffa.
"Semalam, katanya kamu tidur di bar? Benarkah itu?" Karin bertanya lagi, karena Daffa sedari tadi tidak menjawab pertanyaannya.
"Aku mau ke kantor, siapkan baju untukku," selang Daffa kepada Karin. Ia membelokkan percakapannya karena tidak mau membahas masalah itu kepada Karin.
"Kenapa kamu mengacuhkanku terus setelah tau aku memakai alat kontrasepsi? Apa aku salah memakai alat kontrasepsi, hingga kamu selalu menjadi seperti ini terhadapku?" ucap Karin. Air matanya mulai membasahi pipinya.
"Memakai alat kontrasepsi memang tidak salah! Hanya saja, kamu itu belum pernah mengandung, kenapa harus pakai alat kontrasepsi? Bukankah dikaruniai anak itu suatu anugerah dari pernikahan kita?" kata Daffa. "Sudahlah, aku mulai jenuh dengan dengan prilakumu yang tidak jujur ini. Andai saja kamu tau apa artinya sebuah pernikahan, pasti aku tidak akan begini," ucap Daffa yang penuh kekesalan.
"Tapi itu karena—"
Daffa tidak mendengarkan ucapan Karin, ia langsung meninggalkan Karin dan masuk ke kamar mandi, ia hendak membersihkan diri dan segera menuju ke kantor. Sementara Karin hanya bisa terdiam menahan air mata yang membuat dirinya tersentak atas perkataan Daffa.
Setelah setengah jam kemudian, Daffa langsung berangkat ke kantor didampingi oleh dua Bodyguard yang selalu setia bekerja untuk dirinya, mereka adalah Akmal dan Farhan. Daffa berangkat bekerja tanpa sarapan terlebih dahulu. Ia sudah tidak mempedulikan suasana yang ada di rumah itu. Yang ada dipikirannya sekarang adalah kerja dan kerja.
Selama dalam perjalanan, kedua Bodyguard itu asyik menceritakan, jika dirinya telah didampingi oleh seorang perempuan, pada saat ketiduran di luar bar. Mendengar hal itu, Daffa pun tercengang. Ia hampir saja melupakan kejadian saat tadi malam.
"Serius kalian? Aku bahkan tidak ingat sama sekali," ucap Daffa seolah tidak percaya jika perempuan itu setia menemani dirinya tidur.
"Iya, Bos! Bahkan dia memberikan jaketnya untuk Bos, mungkin supaya bos tidak kedinginan," ujar Farhan sembari fokus menyetir mobil.
"Oia Bos, apakah isi dompetnya masih utuh? Aku lihat tadi pagi dompet Bos tergeletak di atas meja, siapa tau perempuan itu mengambil semua isi dompetmu, Bos," kata Akmal penasaran.
"Dompet?" mata Daffa terbelalak kaget.
Daffa pun langsung mengecek isi dompetnya, dan setelah apa yang dilihatnya, ia tersenyum lebar karena dompetnya masih utuh. Ia pun mengingat-ngingat siapa perempuan yang sudah membantunya tadi malam. Namun ia tidak mengingatnya sama sekali, hanya saja yang ada dalam ingatannya itu, ia belum membayar minuman yang ada di bar itu.
"Ya ampun!" Antarkan aku ke bar itu lagi!" ucap Daffa dengan membelalakan matanya.
"Loh! Kenapa Bos? Apa ada sesuatu yang hilang," tanya Farhan keheranan.
"Tidak! Aku belum bayar minuman saja!" ucap Daffa dengan santainya.
Kedua Bodyguard itu tertawa cekikikan menertawakan bosnya. Secara, seorang Ceo bisa-bisanya belum membayar minuman. Apalagi bar itu sudah terkenal dimana-mana. Apa jadinya kalau mereka tau, jika yang belum bayar adalah seorang Ceo yang memiliki perusahaan besar.
Bersambung ...
Waktu sudah menunjukan jam delapan pagi, dimana pagi itu, Alma baru saja sampai ke kos-annya setelah tertidur di luar bar bersama pria yang tak dikenalnya. Namun, keberuntungan pada perempuan itu adalah dia hanya tertidur dikursi tanpa melakukan hal-hal yang negatif."Ya ampun! Badanku serasa remuk semua, ini gara-gara laki-laki itu ngigau terus, aku sampai masuk angin. Udah ditolongin malah kabur," gerutu Alma sembari mengambil air minum.Gadis itu lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Ia hendak beristirahat lagi karena waktu untuk bekerjanya nanti adalah jam lima sore. Dan ini kesempatan bagi Alma untuk melanjutkan istirahatnya lagi. Namun tetap saja, meski bisa rebahan, ia tetap harus mencari sesuap nasi untuk mengisi perutnya yang sedari tadi berbunyi karena lapar. Untung saja, ada tukang bubur yang suka nawarin ke tempat kos-annya.Waktu pun begitu cepat, sehingga
Alma menatap Daffa dengan sorotan mata yang tajam. Ia tidak habis pikir, dalam benaknya, pria itu orang yang galak yang pernah ia temui. Namun kenyataannya tidak begitu, hampir beberapa kali Daffa meminta maaf kepada Alma atas prilakunya yang kurang mengenakan hati. Seketika Alma menarik nafas dalam-dalam seolah ingin membuang jauh-jauh rasa lelahnya, tanpa berpikir panjang lagi, ia pun langsung memberikan nomor ponselnya kepada pria itu dengan begitu mudahnya.Biasanya gadis itu pelit mengenai soal yang berhubungan dengan kepribadiannya, bahkan lebih pelit dari Nyi Endit. Namun, untuk seorang Daffa, ia malah memberikan nomor pribadinya itu dengan begitu saja, entah apa yang merasuki gadis itu, bisa-bisanya memberikannya dengan cuma-cuma.*****Daffa dan keduabodyguardnya masih berada di dalam bar. Mereka masih asyi
Pertanyaan Alma membuat kedua bodyguard itu tercengang. bagaimana tidak, ia melontarkan pertanyaan dengan begitu banyaknya sehingga keduanya tidak bisa menjawabnya."Kenapa kalian diam saja?" tegas Alma."I-itu! Dia masih disana," tunjuk Akmal sembari gelagapan."Kalau begitu kami permisi dulu, Nona!" ucap Farhan sembari menarik lengan Akmal agar secepatnya pergi dari tempat itu.Melihat gelagat kedua bodyguard itu, membuat Alma keheranan. Namun ia sudah tidak peduli lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu."Dasar orang aneh, ditanya begitu saja, seperti ditanya hantu!"*****Ketika bar itu sudah mulai sepi, Daffa berusaha mendekati Alma yang sedang membereskan botol minuman. Daffa ingin lebih dekat dengan gadis itu, karena ia mulai menyukainya. Sesuatu yang disukai,
Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup."Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya."Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma."Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa."Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya."Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya."Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan."Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya."Sejak kapan?" Alma malah balik tanya."Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar ki
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu
Dengan sekuat tenaga gadis itu memberontak. Namun usahanya sia-sia karena ciuman Daffa begitu kuat. Daffa tidak peduli kalau gadis itu sulit untuk bernapas, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memberi pelajaran kepada gadis itu, agar tidak mengundang hasrat yang menggairahkan. Akan tetapi, Daffa pun sadar atas apa yang dilakukannya itu. Dan tidak lama kemudian, akhirnya Daffa melepaskan ciumannya, sehingga Alma tidak lagi memberontaknya."Kalau sampai terjadi lagi seperti ini, aku tidak segan-segan untuk mencicipi daging mulusmu itu!" ancam Daffa menyeringai.Daffa langsung keluar dari kamar mandi, sementara Alma hanya bisa terdiam membisu akibat syok karena ulahnya Daffa. Ada sedikit rasa takut bercampur kesal terhadap laki-laki itu, namun hatinya lega karena Daffa tidak melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya."Ya ampun! Ciuman ini!" kata Alma sembari meraba bibirnya yang sudah disentuh oleh Daffa. "Mimpi apa