Alma menatap Daffa dengan sorotan mata yang tajam. Ia tidak habis pikir, dalam benaknya, pria itu orang yang galak yang pernah ia temui. Namun kenyataannya tidak begitu, hampir beberapa kali Daffa meminta maaf kepada Alma atas prilakunya yang kurang mengenakan hati. Seketika Alma menarik nafas dalam-dalam seolah ingin membuang jauh-jauh rasa lelahnya, tanpa berpikir panjang lagi, ia pun langsung memberikan nomor ponselnya kepada pria itu dengan begitu mudahnya.
Biasanya gadis itu pelit mengenai soal yang berhubungan dengan kepribadiannya, bahkan lebih pelit dari Nyi Endit. Namun, untuk seorang Daffa, ia malah memberikan nomor pribadinya itu dengan begitu saja, entah apa yang merasuki gadis itu, bisa-bisanya memberikannya dengan cuma-cuma.
*****
Lagi asyik-asyik memperhatikan Alma, tiba-tiba saja Akmal nyeletuk, "Bos! Gadis itu, kalau dilihat-lihat, cantik juga ya? Mau gak ya sama aku? Kebetulan aku juga masih bujang, pengen—"
Belum juga Akmal selesai bicara, tiba-tiba saja Daffa langsung menyelang perkataan Bodyguarnya itu.
"Pengen apalah kamu! Noh cewek disini banyak! Tinggal pilih saja, asal jangan gadis itu. Gadis itu miliku!" gertak Daffa kepada Akmal dengan dua bola matanya yang melotot.
"Wew, slow dong Bos! Gitu aja nyolot. Lagian istri Bos mau dikemana-in coba? Masa iya mau dimadu?" tutur Akmal sembari meneguk minuman soda yang baru saja dibukanya. "Wanita zaman sekarang mana ada yang mau dimadu!"
Sejenak Daffa berpikir, "Iya juga, kenapa aku bisa lupa kalau aku sudah punya istri! Tapi kenapa juga aku langsung tertarik sama gadis itu? Puluhan wanita yang suka menggodaku, tidak pernah merasa tertarik ini."
"Asal kalian tau! Mulai dari sekarang aku mau ganti istri!" celetuk Daffa dengan pede-nya.
"Wah! Serius Bos, mau ganti istri? Terus bagaimana nasibnya Nyonya Karin?" tanya Akmal terkejut.
"Hey, apa kamu lupa ya? Si Bos kan lagi mendambakan seorang anak, siapa tau kalau sama perempuan ini, doanya terkabul," ujar Farhan dengan pedenya.
"Aha! Betul sekali! Aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku untuk perempuan yang tidak mau mengandung dari darah dagingku sendiri. Lagian dia sudah mengecewakanku, apa aku harus memaafkannya? Mengeluarkan kata maaf memang mudah, tapi didalam hatiku masih terasa ada yang mengganjal, jadi lebih baik aku ceraikan saja, biar hatiku plong," ujar Daffa dengan santainya.
Akmal dan Farhan sebagai bodyguardnya, hanya bisa terdiam, mereka tidak punya kuasa untuk memberikan pendapat tentang rumah tangganya. Karena itu hak bosnya, mau pisah atau tidak mereka tidak peduli, yang penting mereka masih bisa bekerja dengan bosnya.
"Waktu sudah larut malam, kalian pulang saja, aku bisa pulang sendiri kok, asal kalian naik taksi saja, soalnya mobilnya mau aku pakai," titah Daffa kepada kedua bodyguardnya.
"Yakin Bos? Tapi kalau kejadian kayak kemarin lagi bagaimana? Takutnya ada yang memanfaatkanmu, Bos!" ujar Farhan khwatir.
"Nah iya! Bisa saja kan gadis itu memanfaatkanmu, Bos! Kita kan gak tau orangnya kayak gimana, kan belum kenal juga!" tambah Akmal yang ikutan mengkhawatirkan bosnya.
"Ish! Kalian ini buruk sangka terus, kalau kalian penasaran, cari tahu saja soal dia sampai ke akar-akarnya," tutur Daffa menyunggingkan bibirnya.
"Emang boleh, Bos?" Celetuk Akmal dengan gembiranya.
"Dia kan calon perempuanku, ya wajiblah kalian cari tau soal dia, sama halnya seperti kalian mencari tau soal Karin dulu," ucap Daffa ketus.
"Oce Bos siap!" ucap Akmal sembari mengangkat lengannya seperti memberi hormat layaknya polisi.
"Asyik jalan-jalan lagi, ya sudah kalau begitu, ayo kita pulang dan menyusun tugas rencana baru kita," ujar Farhan menyeringai.
Kedua bodyguardnya langsung pamit kepada bosnya. Mereka begitu gembira ketika ada tugas baru dari bosnya. Secara, apa yang semua mereka lakukan, dibiayai oleh bosnya. Asalkan kerja kerasnya membuahkan hasil. Dan itu point bagi mereka sehingga mendapatkan reward yang tak diduga.
"Begini nih asyiknya kalau bos kita sedang kasmaran, bisa panen rezeki," tutur Farhan penuh semangat.
"Betul sekali!" tambah Akmal tertawa lepas.
Namun, tiba-tiba pembicaraan mereka terdengar oleh Alma, yang sedang membersihkan meja. Langsung saja Alma menyelang pembicaraan mereka mumpung masih di dalam area bar.
"Apanya yang panen rezeki?" tanya Alma kepada kedua bodyguard itu.
Seketika kedua bodyguard itu berhenti melangkah dan langsung menengok ke belakang. Mereka terkejut karena apa yang dibicarakannya terdengar oleh Alma.
"A-anu itu, panen— "
Belum juga selesai bicara, Alma sudah menyelang lagi.
"Bukannya kalian yang tadi bersama laki-laki itu, yang minta nomor saya kan?" kata Alma mengernyitkan alisnya. "Dia teman kalian bukan? Kemana dia? Kenapa gak ikut pulang sama kalian?" kata Alma dengan berbagai pertanyaan yang membuat keduanya tercengang dan terdiam membisu sambil menelan salipanya.
Bersambung ...
Pertanyaan Alma membuat kedua bodyguard itu tercengang. bagaimana tidak, ia melontarkan pertanyaan dengan begitu banyaknya sehingga keduanya tidak bisa menjawabnya."Kenapa kalian diam saja?" tegas Alma."I-itu! Dia masih disana," tunjuk Akmal sembari gelagapan."Kalau begitu kami permisi dulu, Nona!" ucap Farhan sembari menarik lengan Akmal agar secepatnya pergi dari tempat itu.Melihat gelagat kedua bodyguard itu, membuat Alma keheranan. Namun ia sudah tidak peduli lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu."Dasar orang aneh, ditanya begitu saja, seperti ditanya hantu!"*****Ketika bar itu sudah mulai sepi, Daffa berusaha mendekati Alma yang sedang membereskan botol minuman. Daffa ingin lebih dekat dengan gadis itu, karena ia mulai menyukainya. Sesuatu yang disukai,
Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup."Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya."Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma."Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa."Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya."Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya."Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan."Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya."Sejak kapan?" Alma malah balik tanya."Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar ki
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu
Dengan sekuat tenaga gadis itu memberontak. Namun usahanya sia-sia karena ciuman Daffa begitu kuat. Daffa tidak peduli kalau gadis itu sulit untuk bernapas, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memberi pelajaran kepada gadis itu, agar tidak mengundang hasrat yang menggairahkan. Akan tetapi, Daffa pun sadar atas apa yang dilakukannya itu. Dan tidak lama kemudian, akhirnya Daffa melepaskan ciumannya, sehingga Alma tidak lagi memberontaknya."Kalau sampai terjadi lagi seperti ini, aku tidak segan-segan untuk mencicipi daging mulusmu itu!" ancam Daffa menyeringai.Daffa langsung keluar dari kamar mandi, sementara Alma hanya bisa terdiam membisu akibat syok karena ulahnya Daffa. Ada sedikit rasa takut bercampur kesal terhadap laki-laki itu, namun hatinya lega karena Daffa tidak melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya."Ya ampun! Ciuman ini!" kata Alma sembari meraba bibirnya yang sudah disentuh oleh Daffa. "Mimpi apa
"Kenapa gak dari tadi nutup matanya? Udah mau selesai dibaju, malah nutup mata! Gak kuat ya lihat body orang cantik macam aku? Cih, laki-laki ganjen seperti dirimu, mana mungkin bisa menahan hawa nafsu!" ledek Alma sembari memakai kaos oblongnya."Hey aku pria normal! Tentu saja tidak bisa nahan godaan! Memangnya kamu mau aku sentuh bolak-balik macam dadar gulung? Hah!" kata Daffa kesal setelah mendengar ledekan dari Alma."Ya-ya gak mau! Gak enak kalau disentuh sama pria ganjen seperti kamu! Wekk!" Alma langsung memalingkan wajahnya. Ia cepat-cepat menjauh dari sorotan Daffa.Daffa yang mendengar ocehan Alma, langsung mencoba mendekati Alma, "Kata siapa gak enak? Sini aku sentuh! Biar kamu merasakan sentuhanku yang begitu dahsyat!"Alma langsung menghindar ketika Daffa mendekatinya. Mereka seolah-olah seperti main kucing-kucingan. Dan seketika mereka lupa kalau diluar sana ada yang sedang menunggu untuk menjual dagangannya kepada Alma."Wekk! Gak kena!
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, saat itu pula ponsel Daffa berdering terus tanpa henti. Meskipun suaranya tidak begitu kencang, tapi Daffa merasa enggan untuk meliriknya. Dan benar saja, ternyata yang menelepon Daffa adalah Karin, istrinya sendiri. Daffa benar-benar malas untuk mengangkatnya, dan pada akhirnya, ia langsung mematikan ponsel miliknya agar Karin tidak dapat menghubunginya lagi."Kenapa dimatikan?" tanya Alma sembari membereskan mangkuk yang sudah kotor dan hendak mencucinya."Gak penting!" jawab Daffa singkat."Kalau kamu mau pulang, ya pulang saja! Barangkali pihak keluarga mencarimu, kan semalaman kamu tidak pulang," tutur Alma."Tidak kok, santai saja. Lagian aku