Share

Cafe

Sesampainya Venna di Cafe, ia langsung melangkah menghampiri Gina yang tengah sibuk meracik kopi pesanan pelanggan. Jari jemarinya terlihat sangat cekatan. Begitu teliti untuk dapat menghasilkan rasa yang nikmat. Ketika tengah di seruput oleh penikmatnya sendiri.

Tidak salah jika Venna menempatkan gadis itu sebagai penggantinya- peracik kopi. Nyatanya, tanpa dia di cafe itu Gina bisa menghendel semua pekerjaan. Tetapi kali ini, memang sangat banyak orang berkunjung di cafe tersebut. Dan mungkin itu menjadi alasannya mengapa dia mengganggu tidur Venna dipagi hari ini. 

"Sorry..Aku telat!" tutur Venna tanpa bersalah.

Tanpa membiarkan Gina dalam kerepotan sendirian, Venna langsung membantunya menyajikan pesanan yang lainnya.

"Bangat, malahan. Kau sengaja ya? membiarkan aku seperti ini-Dalam kerepotan!" tanpa menoleh Gina menceloteh mengungkapkan kekesalannya. 

"Tidak.." Venna menggeleng." Kalau aku sengaja, tidak mungkin aku berada disini sekarang."

Venna tersenyum kecut. Ia tahu jika sahabatnya itu tengah gondokan melihat dirinya.

"Kalau aku menjadi bos, mungkin kau sudah aku pecat. Tapi sayang, aku bukan pemilik cafe ini. Bisa apa aku?!" Sembur Gina.

Venna terkekeh."Anggap saja cafe ini milik mu. Dan kau boleh memarahi ku. Jika aku terlambat lagi."

"Ha...Tidak enak jadi bos. Banyak hutang!" timpal Gina. Giliran dia yang terkekeh. Berhasil membuat Venna terperangah.

"Hai--"

Venna berdelik. Mengangkat kepalanya dari kopi yang tengah ia racik. "Apa kau tengah menyindir aku, Ha..?"

"Hahahaha..Apa kau seperti yang aku ucapkan? kalau tidak mengapa kau merasa? aku tidak membicarakan mu." Sahut Gina.

Venna mengerucutkan bibirnya. "Apa kau tidak ingat, kalau aku meminjam duit? Seribu rupiah."

Gina menoleh." Lalu..apa kau menganggap itu suatu hutang yang sangat besar? jika kau mau, aku akan anggap itu lunas sekarang juga." 

"Dasar bodoh!!" sambungnya.

"Hai..walaupun hutang hanya seribu rupiah, sampai mati itu tetap hutang." Sanggah Venna.

"Terserah kau saja." Timpal Gina

Venna menggelengkan kepalanya. Walaupun perkataan Gina selalu terdengar kasar bagi orang yang baru mengenalnya. Jauh dari yang tetlihat gadis itu sangat-lah baik terhadap Venna. Dia lah orang yang paling memahaminya.

Bukankah lebih bagus seperti itu? berteman dengan seseorang yang berbicara apa adanya dengan mulut yang blak-blakan. Dari pada orang yang baik di depan kita. Namun di belakang kita, mempunyai bisa yang mematikan. 

Oleh sebab itu, bagi Venna itu sudah jadi makanan sehari-harinya dengan sahabatnya itu. Tanpa celotehan Gina, rasanya ada yang kurang bagi Venna.

"Ah iya, Ve..Apa tidak sebaiknya kau menambah karyawan untuk membantu ku di cafe ini? mengingat bahwa yang aku lihat belakangan ini, sudah mulai di padati para pegunjung." Gina membalikan badannya. Mentap Venna yang tengah memberi ukiran pada minuman yang di hadapannya tersebut.

"Tunggu sebentar."

Venna menyudahi pekerjaannya itu. Tersenyum merekah saat hasil karya tangannya terlihat indah. Krim susu di dalam kopi, menjadi latar dari sebuah ukiran bunga di dalam kopi tersebut. Perpaduan warna coklat dan putih serta komposisi gambar yang di suguhkan membuat orang yang melihatnya tergugah selera.

"Ve..." Gina bersuara." Kau mendengarkan aku tidak?"

Venna memberikan kopi tersebut kepada pemesannya. " Terserah kau saja. Asalkan dia tidak mengganggu dan merepotkan pekerjaan kau saja."

Venna mengingat kala itu, Gina menerima seseorang sebagai penambahan pelayan baru. Bukannya meringankan pekerjaan dan terbantu olehnya, malah membuat Gina semakin kerepotan.

Berakhir bentakan dari pelanggannya. Karena tidak sesuai pesanan yang di antarkan oleh pelayan tersebut Dan menumpahkan kopi tersebut tepat di baju pelanggan. Akibat kecerobohannya dalam bekerja. Alhasil, pelayan itu di keluarkan langsung dari pekerjaannya-di pecat.

"Kau tenang saja. Aku akan memilihnya kali ini. Tidak akan asal lagi memilih karyawan." Sahut Gina.

***

Drrrtt..drrtt..

Venna merogoh tasnya. Mendapatkan ponselnya ada seorang pemanggil." Ya hallo.."

"Sayang, kau dimana?" tanya seorang lelaki bernama Xandro Julius. Lelaki berusia dua puluh delapan tahun. Seorang sekretaris di salah satu perusahaan properti yang ternama di negara itu. Bermanik hitam kecokelatan. Alis mata hitam legam, mempertegas tatapannya. Berbatang hidung tinggi, kuliat putih bersih. Dan memiliki tinggi 170 cm.


Lelaki yang telah menjalin hubungan bersama Venna selama enam tahun belakangan ini. Juga belum bisa mengajak gadis itu untuk hubungan lebih serius. Entah apa yang membuatnya mengulur waktu. Membuat gadis itu mendambakannya sebagai pengantin pria di sisinya kelak.

"Aku di cafe. Kenapa sayang?" tanya Venna.

"Aku jemput kamu, ya? kita makan di luar." Ajak Xandro." Setengah jam lagi aku kesana, ok!"

"Hmmmm... Baiklah, aku tunggu!" 

Sambungan telepon pun di matikan oleh Venna. Ia menghampiri Gina yang tengah bersiap juga untuk pulang. Sebab malam semakin larut. Sang purnama telah semakin menerangi malam dengan cahaya gemerlapnya. "Gina.. kau duluan saja pulang. Aku di jemput Xandro." Venna mengulurkan tangannya." Kau bawa saja mobil ku, dan jangan lupa, apa yang aku bilang kepadamu." 

Gina melorotkan bahunya. Seiring napas yang ia buang. Tangannya mengambil kunci mobil tersebut." Begini ya, nasib jomblo. Malam minggu saja tidak ada yang ngajak."

"Kau saja yang tidak mau mencari. Dan membuka hati mu." Sela Venna.

"Kata siapa?" Gina mentap Venna. Yang sedang menyeruput kopi susu yang tinggal setengah lagi.

Venna meletakan gelas berisi minuman. "Buktinya, lelaki itu saja kau tolak. Dia itu benar-benar jatuh cinta pada mu." 

Gina mengerjapkan matanya. Dia tahu siapa lelaki yang di maksud Venna. "Kau tau bukan, kalau cinta tidak bisa di paksakan?"

"Lalu..."Venna menyangga dagu dengan tangannya. "Lelaki seperti apa yang mau kau cari? Hemm..."

Venna sendiri tau bagaimana lelaki yang menyukai sahabatnya itu, bahwa dia sudah lama menaruh hati terhadapanya. Tidak ada yang buruk dari lelaki itu. Bahkan dia juga seorang sekretaris dari perusahaan yang bergerak dalam bidang perhotelan. Jika saja Gina mau membuka hati untuknya, maka Venna sebagai sahabat tentu saja mendukung hubungan mereka.

Gina terdiam. Sorot matanya tiba-tiba saja berubah menjadi sendu. Jari jemarinya dengan kuku panjang mengetuk meja. Sehingga yang terdengar suara jentikan kuku itu. Lalu dia mengangkat wajahnya kembali. Tersenyum simpul kearah Venna. Gadis itu teramat serius menantikan jawaban darinya.

"Dia lagi tersesat mencari jalan ke hati ku!!" Gina terkekeh. "Wajah kau lucu sekali. Hahahaha..."

"Kau tau Venna, bahwa hati memilih siapa yang dia kehendaki. Tidak melihat siapa orangnya. Dia hadir begitu saja dan memilih tempat kepada siapa ia berlabuh." Tambahnya.

Venna yang mendengar ucapan Gina, mengangguk pelan kepalanya. Ada benarnya juga, apa yang dia ucapkan oleh sahabatnya itu. "Ya sudah.. Kau yang akan menjalani dan memilih siapa lelaki yang kau kehendaki sebagai pendampingmu nanti. Aku tetap mendukungmu."

Gina tersenyum. Menarik badannya lebih mendekati meja. Dengan jari tangan yang medorong dahi sahabatnya itu."Wajah kau sungguh menyebalkan. Aku tidak seburuk itu, Venna." 

Venna yang sedari tadi menggenggam sehelai tisu yang ia remas itu, melemparkan tisu itu ke arah Gina. Walaupun tisu itu mengenai wajahnya, tetapi tidak membuat dia merasa kesakitan. "Dasar kau ini."

Mereka pun tertawa lebar. Cafe yang sudah tidak ada lagi pengunjung dan tulisan di dekat pintu kaca juga telah di ganti dengan kata " Close" membuat kesunyian di dalam sana pecah karena gelak tawa mereka yang terdengar.

"Kau di jemput kesini oleh Xandro?" tanya Gina.

"Hmmm..." Venna berdehem. Melirik kearah jam yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Pandangannya menelusuri keluar dari kaca pintu cafe. Mungkin saja sosok yang ia tunggu sudah berada diluar sana.

"Kenapa dia belum juga datang?" Gina juga melihat ke arah luar kaca. Hanya ada orang lalu-lalang.

Tidak lama kemudian tibalah sosok lelaki yang ia tunggu. Menampakan dirinya di balik pintu kaca tersebut. Tentu saja kedua gadis itu menoleh bersamaan. Venna yang sejak tadi menunggu kedatangannya melampar senyuman kepada lelaki itu yang tengah melangkah menuju meja yang ia duduki bersama sahabatnya.

"Sorry..membuat kau lama menunggu, sayang!" Xandro mengecup dahi Venna.

"Tidak apa. Yang penting kau telah disini, Xandro." Balas Venna.

Gina yang merasa menjadi nyamuk di antara mereka, ia juga tidak suka melihat pemandangan yang di hadapannya begitu lama lagi, beranjak dari duduknya.

" Aku malas di antara orang pacaran, jadi nyamuk!" sindir Gina. Tangan gina seolah menepuk nyamuk yang berterbangan."

"Makanya, kelamaan jomblo sih!" sembur Venna.

Bibir Gina mengerucut." Ya sudah, Ve.. Aku pulang duluan ya." Gina menepuk bahu Venna. Lalu mengalihkan tatapannya kepada Xandro." Xan.. Aku duluan. Kalian hati-hati  di jalan. Dan antar kembali sahabat ku dengan selamat. Ok!"

"Hemm.. Kau juga." Venna melambaikan tangannya ke udara kearah Gina. 

"Apa kau masih mau disini, sayang? Hemm.." Xandro menggenggam tangan Venna.

"Aku rasa tidak. Perut ku sudah menuntut haknya." Venna menarik sudut bibirnya." Ayo.. Kita berangkat."

"Kau manis sekali sayang." Xandro pun beranjak dari duduknya. 

Bersambung..

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Novia aryani
Lanjut kak
goodnovel comment avatar
Rendi Herman Pelangi
lanjut ah..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status