Share

Bertemu Dia

Hari ini Lizza datang terlambat ke kantor. Tidurnya berantakan semalam karena kembali dihantui mimpi buruk tentang masalalunya yang menyakitkan. Dia berlari kesetanan menerobos beberapa karyawan di kantor besar di mana dia bekerja membuat beberapa orang mendecih tak suka ke arahnya, bahkan ada yang mengumpat 'Di mana kau letakkan matamu, Nona' dan hanya ditanggapi permohonan maaf sekilas lewat israyat tubuh sebelum kemudian melanjutkan langkahnya yang lebar.

"Kau terlambat lagi, huh!" Wanita cantik berkacamata yang merupakan kepala personalia di kantor tempatnya bekerja berkacak pinggang dengan sorot mata tajam tepat menghunus ke arahnya.

"Maafkan saya Nona Kim, hari ini saya bangun kesiangan."

Jengah, itu yang kini wanita cantik bermarga sama dengan orang yang tengah berdiri menunduk di depannya itu rasakan. Dia sudah benar-benar bosan dengan alasan yang kerap Lizza ucapkan. Ini sudah keempat kalinya wanita itu lakukan dengan alasan yang sama.

"Aku sudah banyak memberimu kesempatan, kau tahu, apa kau tidak berniat bekerja, huh!"

"Sungguh, Nona Kim maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya lagi, tolong jangan pecat saya dari tempat ini."

Kim Hyojin hanya mampu membuang napasnya kasar. Dia tak ingin wajah cantiknya lekas tua karena terlalu sering marah-marah akibat ulah cleaning service seperti wanita di depan nya ini. Mata berhias eyeliner hitamnya masih menatap nyalang ke arah Lizza, namun tak ada lagi sorot emosi berlebihan di sana. "Cepatlah bekerja, bersihkan ruangan rapat, hari ini ada rapat dewan direksi, jangan kau ulangi lagi, ini kesempatan terakhirmu, kau tahu!"

"Baik Nona, terimakasih." Wanita itu membungkuk berkali-kali sebagai ucapan terimakasih karena Hyojin mengampuninya lagi kali ini.

"Aku masih kasihan melihat puteramu jika aku memecatmu," ucapnya lirih sembari berjalan kembali ke ruangannya.

Selepas kepergian Hyojin wanita bernama lengkap Kim Yoonhee itu bisa bernapas lega, namun saat dia akan beranjak sebuah tepukan mendarat di pundaknya, yang membuatnya reflek menoleh ke belakang dan menemukan sesosok pria tampan tersenyum ke arahnya. 

"Kena marah lagi, Noona," ucap pemuda sekaligus tetangga apartemennya, Yoon Seolwoo.

"Yah seperti yang kau lihat, tidurku berantakan akhir-akhir ini, Woo."

"Mimpi buruk lagi?" tanyanya.

Bahunya merosot lesu. Dia mengangguk lemah sembari berjalan ke arah gudang penyimpanan alat-alat kebersihan, diikuti Seolwoo.

"Nona Kim menyuruhmu membersihkan ruang rapat."

"Iya."

"Ayo kubantu, lihat saja kau seperti mayat hidup, apa semalaman kau tidak tidur, Nona? "

"Aku tidak bisa tidur, tejaga hingga pagi, lalu aku memilih menonton televisi, entahlah rasanya mimpiku begitu nyata."

Seolwoo menahan lengannya agar wanita itu tak melanjutkan jalannya, membuat perempuan kurus itu refkeks menoleh ke arahnya. "Ada apa?"

"Kau butuh refreshing,  mungkin kau banyak pikiran makannya kau bermimpi buruk."

Desahan lolos keluar dari bibir pink milik Lizza. "Ya, mungkin saja, dan mungkin juga aku masih terjebak bayang-bayang masalaluku yang menyedihkan."

"Sebaikanya kau harus mencari pendamping, Noona."

"Huh!" Dahinya berkerut mendengar kata pendamping dari mulut pria muda yang telah ia anggap sebagai adiknya ini. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tidak mau menanggapi, karena itu sudah jauh dari angan-angannya. Tidak, dia tidak ingin kembali terluka, sudah cukup. Sekarang, baginya adalah membesarkan Sean dan mendidiknya menjadi anak yang berbakti itu sudah cukup. Dia tidak ingin telibat dengan kisah romansa kembali, lebih tepatnya, Lizza telah menutup pintu hatinya, karena rasa cintanya sudah terpatri kuat untuk seseorang di masalalunya yang entah di mana keberadaannya sekarang, Lizza tidak tahu. 

"Aku tidak tertarik menjalin kembali sebuah hubungan," ucapnya lirih, namun membuat hati Seolwoo cukup teriris. Dia yang sudah memendam cinta selama 5 tahun ini selalu berakhir dengan sia-sia, maka dari itu dia lebih memilih bungkam daripada mengatakan perasaan bodohnya dan membuat Lizza menjauhinya. Baginya melihat wanita cantik itu tersenyum sudah cukup untuknya, walau hanya sebagai seorang adik dia akan terima. 

"Kenapa? Kau tidak ingin mencarikan Sean seorang ayah?" godanya, walau hatinya sendiri miris mengatakan itu.

"Sean sudah memiliki ayah, jika kau lupa."

"Tapi laki-laki berengsek itu meninggalkanmu, Noona."

"Aku tahu, tapi aku hanya ingin Sean mengenal siapa ayahnya, namun aku tidak berniat menikah dengannya, aku tidak ingin menjadi benalu dalam hidupnya, mungkin saja sekarang dia sudah memiliki pasangan hidup, siapa yang tahu." Lizza tersenyum, senyum miris yang sarat akan luka lebih tepatnya. 

"Maaf, jika memnuatmu sedih, Noona.

Aku tidak bermaksud mengungkitnya kembali, mungkin saja kau berminat mencari pasangan yang setampan Presdir Park." Lagi-lagi pemuda bermarga Yoon itu menggodanya, hanya untuk membuat wanita cantik itu kembali tertawa.

"Apa? Kau ingin Nyonya Park membunuhku, dan Sean menjadi yatim piatu, sialan kau, adik macam apa kau, sini akan kujewer telingamu."

"Tapi Presdir sangat tampan, Noona!" teriaknya sembari berlari menghindari kejaran Lizza. 

"Mana aku tahu, aku tidak pernah melihat wajahnya, kembali anak nakal, Noona akan menjewer telingamu."

"Ampun Nonna, ampuni adikmu yang tampan ini." 

Lizza terus mengejar pemuda itu tanpa memperhatikan koridor lantai dua, hingga tubuhnya menabrak seseorang yang kemudian membuatnya terjatuh di atas lantai, dan orang yang ditabraknya terhuyung ke belakang membuat alat pel dan seember air yang dia bawa tumpah dan membuat air menggenang lantai keramik tersebut. 

"Noona, kau tidak apa-apa." Seolwoo membantu Lizza untuk berdiri, dan seseorang yang menjadi korban Lizza hanya diam sembari membersihkan genakan air dengan kain pel yang dia bawa. 

"Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja." Berkali-kali wanita cantik bermarga Kim itu membungkuk mengucapkan permintaan maaf, namun laki-laki itu tetap diam menunduk mebersihkan kekacauan yang wanita itu buat.

"Seon Joo, maafkan Lizza Noona, ya."

"Lain kali hati-hati," ucapnya yang terdengar begitu dingin. 

"Maaf, sekali lagi maaf," ucap wanita itu merasa begitu bersalah. 

"Sudah Noona, tidak apa-apa, oh ya ini karyawan baru yang aku ceritakan kemarin padamu."

Lizza mendongakan wajahnya, bersamaan dengan pria muda itu yang juga menatap ke arah Lizza dengan wajahnya yang datar tanpa ekspresi. 

Deg

Deg

Deg

Jantung Lizza seolah barusaja diajak bermaraton. Mata bulatnya menatap nanar pria muda di depannya. Bagaimana mungkin, ini pasti mimpi, batinnya. Gemuruh di dadanya tak lagi mampu ia bendung. Rasanya dia ingin berlari menerjang pria tampan di hadapannya, namun ada yang berbeda dari pria itu. Wajah itu terlihat lebih muda, dan kemana senyum ramah pria tersebut kenapa dia sekarang berubah menjadi pria dingin tak tersentuh. 

Bibir pinknya bergetar hebat, matanya berkaca-kaca, seolah rasa rindunya sudah tak mampu ia tampung lagi. 

"Seo Joon, kau kah itu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status