Caramel sudah mandi, sudah dandan, dan sudah bersiap-siap dengan pakaian dinas yang baru dia beli. Sesekali dia mematutkan tampilannya di cermin. Namun setiap kali melihat cermin, Caramel langsung menutup wajahnya karena malu.Sebelumnya Yuan telah mengabari jika dirinya lembur dan akan pulang sekitar jam delapan malam. Tapi jam delapan sudah lewat Yuan tak kunjung muncul di hadapannya. Caramel sudah berselimut rapat. Dia sangat malu tapi dia juga ingin terlihat menggoda di depan Yuan. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, dua keraguan saling memenuhi ruang pikirnya.Ceklek! Terdengar gagang pintu dibuka membuat degup jantung Caramel berpacu hebat. Dia seperti sedang lari maraton karena keringat mulai menjalari wajah dan tubuhnya.Yuan membuka pintu kamar dan melihat Caramel menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Menyisakan wajah yang sudah basah akan keringat.“Caramel, kamu kenapa?” tanya Yuan khawatir karena Caramel berkeringat. Khawatir jika keringat itu keringat ding
Pergulatan yang terjadi antara Caramel dan Yuan semalam membuat mereka bangun kesiangan. Sang Surya telah berdiri gagah sementara Caramel dan Yuan masih bergelung selimut menutupi tubuh polos keduanya.Yuan memeluk Caramel begitupun sebaliknya. Kedua insan di mabuk cinta itu masih terbuai oleh euforia yang mereka ciptakan. Euforia yang membuat mereka terhanyut dalam kenikmatan dunia.Caramel terbangun dan mengucek matanya mencari sumber cahaya. Sesaat Caramel tersadar bahwa dirinya telah menjatuhkan diri sepenuhnya ke pelukan Yuan.Senyumnya mengembang saat melihat sang suami masih tertidur pulas. Betapa letihnya Yuan setelah bekerja keras tadi malam demi membuat istrinya bahagia dan merasa terpenuhi. Tangan Caramel terulur menyentuh wajah Yuan. Sekilas Caramel melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Tetapi Caramel tidak kaget karena Yuan sudah bilang akan mengambil cuti untuk hari ini. “Selamat pagi suamiku. Terima kasih sudah meruntuhkan ketakutanku. Sekara
Usai memakaikan gaun, penjaga toko itu juga merias tipis wajah Caramel. Rambut Caramel yang panjang diurai membuat kesan anggun yang menyihir pasang mata yang melihat. Mengenakan gaun berwarna peach, panjang semata kaki dengan bahan premium membuat Caramel terlihat mahal. Apalagi kulitnya yang putih kian terpancar karena seolah menyatu dengan gaun yang dia kenakan.“Cantik sekali. Suami Kakak pasti takjub dengan penampilan Kakak,” puji penjaga toko tersebut dengan tulus. “Terima kasih, Mbak,” balas Caramel.Caramel memang cantik. Senyumnya manis, wajahnya ayu, tidak akan bosan memandangnya berlama-lama.Penjaga toko membimbing Caramel keluar dari ruang ganti. Dari kejauhan Caramel melihat Yuan tengah sibuk memainkan ponselnya. Caramel merasa canggung harus memanggil Yuan.“Bagaimana penampilan istrinya, Kak? Sudah sempurna bukan?” Yuan menoleh. Seketika matanya terpana melihat kecantikan istrinya yang sangat berbeda dari penamp
Yuan dan Caramel telah sampai di kediaman Alexander sekitar jam sepuluh malam. Waktu yang cukup larut bagi Caramel yang tidak pernah keluar malam.Caramel kembali ke rumah besar yang menurutnya jauh dari kesan bahagia. Tempat di mana Caramel merasa asing dan kesepian saat tidak ada Yuan dan Devon di dalamnya. Jujur Caramel masih enggan untuk kembali lagi ke rumah itu. Tapi Caramel tak bisa menolak keinginan suaminya yang di mana Yuan juga memiliki tanggung jawab terhadap ibu dan adik-adiknya Yuan menggandeng tangan Caramel memasuki rumah yang terlihat sudah sepi, mungkin sang penghuni rumah telah bersarang di kamarnya masing-masing. “Selamat malam, Tuan, Nona? Senang rasanya Nona bisa kembali lagi ke rumah ini,” sapa Bi Tyas saat Yuan dan Caramel hendak menaiki tangga.“Bi Tyas, terima kasih Bi atas sambutannya yang ramah. Saya juga senang bisa bertemu Bibi lagi,” balas Caramel tersenyum ramah.“Sama-sama, Nona. Tuan dan Nona butuh sesuatu? Akan saya buatkan.…” Bi Tyas menawarkan.“
Sejak Yuan bergabung dengan mereka tak ada satu pun yang menjawab pertanyaan Yuan. Semua itu karena Yuan telah menegur mereka. Yuan sudah tahu jika Damitri dan Selina yang sudah mengusir istrinya secara paksa. Yuan juga melayangkan sebuah ancaman. Jika mereka berani mengusir Caramel lagi, maka uang bulanan mereka tidak akan dicairkan. Tentu saja hal itu merupakan ancaman terberat bagi mereka, karena tanpa uang mereka tidak akan bisa melakukan apa pun.“Jen, bulan ini uang jajan kamu Kakak tambah. Terima kasih karena kamu sudah bersikap adil. Kamu bisa melihat mana yang baik dan mana yang bukan.” Yuan membuka obrolan. Sekilas melirik ke arah Damitri dan Selina yang berwajah masam.“Apa? Kakak serius?” Jennifer tampak antusias mendengar kabar yang Yuan lontarkan."Iya, dong. Memangnya Kakak pernah bercanda soal uang," timpal Yuan."Aaa... Terima kasih, Kak Yuan. Kakak memang Kakak terbaik." Jennifer memeluk Yuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih.“Kalau Selina, Kak? Ditambah juga, '
“Kita nggak bisa begini terus, Sel. Kalau kita diam aja, yang ada posisi kita semakin tergeser dengan perempuan sialan itu. Kamu lihat sendiri tadi, Yuan tega memotong uang jajan kamu demi membela wanita itu. Bagaimana kalau Wanita itu sudah menguasai Yuan sepenuhnya? Kita bisa ditendang dari rumah kita sendiri, Sel!”Damitri tampak berapi-api. Dia terlalu khawatir dengan pemikirannya sendiri. Mereka sedang berada di kamar Selina. “Mamah benar. Tapi kita harus main cantik, Mah. Kita tidak boleh terlalu grusak-grusuk sehingga membuat Kak Yuan semakin kesal. Yang ada nanti dia semakin meratukan istrinya yang norak itu. Kita harus bisa merebut hati Kak Yuan lagi, Mah.” Selina berjalan ke arah Jendela memikirkan sesuatu.“Tapi bagaimana caranya, Sel?” Damitri mengikuti Selina.Selina membisikkan sesuatu ke telinga Damitri tentang rencana yang dia pikirkan. Damitri tampak manggut-manggut mengerti dan setuju dengan rencana putri kesayangannya tersebut.“Oke, Mamah mengerti. Kapan kita mula
Caramel sedang berada di dapur untuk memasak sesuatu. Rencananya dia akan membuat kejutan untuk suaminya yang sekarang sedang bekerja. “Sedang buat apa, Nona? Mau saya bantuin?” Bi Tyas menawarkan bantuan usai dirinya menyelesaikan pekerjaan rumah.“Em, enggak usah, Bi. Aku mau buat donat kentang untuk Mas Yuan. Aku ingin membuat dengan tanganku sendiri,” urai Caramel. Bi Tyas tersenyum ramah.“Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu, Nona.”“Iya, Bi. Oh ya, Bi, makanan kesukaan Mas Yuan apa, ya? Siapa tahu dia kurang cocok dengan masakanku nanti, jadi dia masih bisa makan karena ada makanan favoritnya.” “Tuan Yuan sangat suka dengan ikan gurame yang digoreng garing, Nona. Setelah itu disiram saos asam pedas manis di atasnya.”Caramel berpikir sejenak. Namun dia sudah ada bayangan makanan seperti apa yang Yuan sukai. Caramel akan mencoba masak dengan resepnya sendiri. “Kalau Nona kerepotan saya bisa membantu.”“Enggak usah, Bi. Saya bisa sendiri, kok,” tolak Caramel lagi.“Kalau beg
Mana bisa Caramel tidur dengan perasaan campur aduk. Waktu sudah lebih dari pukul sepuluh malam tapi Yuan belum juga pulang. Ditambah angin dan hujan deras membuat perasannya semakin tidak tenang. Caramel masih terus menghubungi nomor Yuan dan Dirga meski tak mendapatkan respon berarti. Ke mana dia harus bertanya, sementara orang yang Caramel kenal hanyalah Dirga.Tok! Tok!Mendengar ketukan pintu membuat Caramel girang. Dia berharap itu adalah Yuan. “Mas Yuan.” Caramel langsung berlari ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Tapi kegembiraan Caramel seketika surut saat melihat seseorang yang berdiri di ambang pintu adalah Jennifer, bukan suaminya. “Hehe, ini Jenni, Kak. Kak Yuan belum pulang juga, Kak?” Jennifer turut khawatir. Caramel menggeleng lemas.Caramel masuk lagi ke kamar diikuti Jennifer yang juga terlihat bersitegang. Tidak biasanya Yuan pulang larut malam tanpa memberikan kabar. “Kakak buat kejutan untuk Kak Yuan?” tanya Jennifer setelah melihat balkon yang b