Share

Ibu Budi

Alf sedang asyik memainkan game ular di handphone sambil rebahan, saat pintu kamar kosnya tiba-tiba diketuk dengan menggebu-gebu oleh seseorang. Dengan malas dan tanpa beranjak semili pun, Alf hanya berdecak kesal. Lebih asyik memainkan game ular gratisannya.

"Alf! Kamu di dalem kan!" Teriakan Ibu Budi, karena anaknya bernama Budi, yang juga pemilik kosan sontak membuat Alf melompat dari rebahannya.

"Iya, bu! Tunggu bentar, lagi ganti baju!" sahut Alf berbohong demi menyelamatkan diri.

"Cepetan bukain pintunya! Ibu ada perlu, nih! Imijetli (maksudnya immediately)!"

'Ck! Gangguin orang lagi rebahan aja, nih! Lagian apes banget gue yang dihantui Ibu kosan, bukan si Willy aja!' Alf merutuki kesialannya dalam hati.

Semua penghuni kos, mulai dari manusia sampai makhluk tak kasat mata, sudah tahu perangai Ibu Budi. Kalau ketahuan lagi rebahan dan pura-pura tidak mendengarkan panggilan Ibu Budi, atau melanggar peraturan kosan hingga merusak furniture kosan, bakalan dapat sanksi lain plus mandi gak boleh pakai air dari ledeng kosan. Nah lo! Simpel tapi nyakitin kan!

Alf secepat kilat menyambar gagang pintu dan membuka perlahan pintu kosan. Takut, kalau bukanya pakek tenaga dalam bisa berakibat fatal. 

Pengalaman dari si Willy dulu, saking bahagianya dapat kabar diterima kerja di Lab. Sisilia, dia menarik gagang pintu dengan tenaga Saitama, dan ambyar! Gagang pintu terlepas dengan sempurna. Dan Willy, terpaksa sebulan numpang mandi di kosannya Im, teman yang baru dikenalnya saat interview, yang punya kos berjarak 100 meter dari Lab. Sisilia. Sayangnya, si Im tidak lulus saat interview, tapi tetap berbuat baik sama Willy. Selain masalah mandi, ia juga harus membayar ganti rugi ke Ibu Budi dua kali lipat dari harga gagang pintu. Sungguh pelajaran yang berharga bagi Willy dan semua anak kosan.

Tapi, segalak apapun Ibu Budi, Alf dan Willy betah ngekos di tempatnya. Meskipun jarak dengan kantor mereka lumayan jauh, kosan Ibu Budi lebih nyaman di kantong. Selain itu, sudah disediakan tempat tidur, lemari pakaian dan sebuah meja. Uang kosan juga terbilang murah, bahkan sudah termasuk biaya listrik serta air di dalamnya.

Alf mendapati wajah bulat Ibu Budi yang dihiasi senyum Joker, malah membuat Alf merinding disko kalau kata Ahmad Dhani. Ia tahu betul gelagat Ibu Budi yang satu ini, berarti pengen minta tolong sesuatu ke Alf. Walaupun sebenarnya, tanpa senyum Joker, cukup dengan berdeham saja, anak-anak kos pasti dengan amat sangat berberat hati membantunya. Catat! Berat hati!

"Alf, ibu pengen minta tolong sama kamu," bujuk Ibu Budi yang lebih kedengaran seperti perintah bagi Alf. Alf hanya tersenyum kecut.

"Iya, bu... Mau minta tolong apaan?" tanya Alf pasrah sambil menggaruk tengkuk, seolah ada hawa Genderuwo di sekitarnya. Soalnya, hawa Ibu Budi mirip-mirip sama hawa makhluk halus lainnya.

"Gini, Alf... Ibu kan lagi ikutan arisan sama ibu-ibu sosialita..."

'Lalu? Mau nyuruh gue yang bayarin arisan gitu?' celoteh Alf su'udzhon, tapi dalam hati. Jangan gitu dong, Alf...

"... Nah, jadi kamu bisa anterin duit arisannya gak? Ke admin kita. Soalnya besok ibu lagi ada jadwal goyang zumba, jadi bakalan gak bisa ikut. Gitu, loh!" papar Ibu Budi panjang lebar sambil senyum-senyum genit, tapi Alf malah bergidik. Dan hanya terdiam.

Kini yang terbayang dalam pikiran Alf adalah Ibu Budi yang punya badan saingan sama punyanya Willy, sedang bergoyang zumba dengan napas ngos-ngosan. 

"Nih, duitnya!" Ibu Budi meraih tangan Alf dan meletakkan sebuah amplop yang tidak—terasa—berisi, ke telapak tangan Alf. Lamunan Alf buyar dan penuh tanda tanya.

'Beneran ada uangnya atau gak, nih? Jangan-jangan gue diprank?' batin Alf.

"Inget! Di dalemnya ada seratus ribu! Awas kalau hilang! Alamatnya nanti Ibu wasap kamu!" lanjut Ibu Budi sambil menyipitkan mata, mengancam kalau Alf berani menggelapkan duit itu, bakal tahu sendiri akibatnya.

Alf menatap amplop itu dan wajah Ibu Budi bergantian.

'Buset, dah! Katanya arisan ibu-ibu sosialita, tapi isinya cuma seratus ribu doang! Mending juga arisan nenek-nenek di panti jompo!' batin Alf lagi.

Ibu Budi melenggang kangkung meninggalkan Alf yang hanya menggelengkan kepala. Alf kembali masuk ke kamar dengan malas, dan meraih jaket kulit KW berwarna hitam, lalu bergegas ke kamar Willy. 

Willy lagi asyik mendengarkan lagu dangdut sambil bergoyang pelan, saat Alf hendak mengetuk pintunya, tapi mengurungkan niat, menatap ilfeel pada sahabatnya. Sepertinya Willy sedang menikmati lagu sambil olahraga ringan. Mungkin pikirnya, sambil menyelam minum air alias mati!

Willy yang tersadar dengan adanya hawa-hawa makhluk lain, langsung menoleh cepat menangkap sosok Alf.

"Ngapain lo!" tanya Willy dengan napas ngos-ngosan. "Ngagetin orang aja! Hawa setan lo gangguin konsentrasi goyangan gue!"

Alf cemberut kayak anak kecil, membuat Willy menatapnya jijik.

"Gak usah sok imut, deh! Gak cocok!" lanjut Willy sambil memejamkan mata dan menggoyangkan kepala, lalu pinggangnya... atau mungkin perutnya? Dengan santai ia mengikuti irama musik dangdut. Asoy geboy!

"Temenin gue, dong!" sahut Alf yang masih bersandar di ambang pintu kamar Willy.

Willy melongo sesaat, me-loading kata-kata Alf barusan. "Jam segini mau ke mana?" tanya Willy sambil menunjuk ke jam dinding souvenir belanja online—nya, yang menunjukkan pukul 21.00.

"Gue dimintai tolong sama Ibu Budi buat nganterin duit arisan SOSIALITA—nya," jawab Alf dengan penekanan penuh arti. 

"Ya elah! Besok aja pas pulang kantor!" Willy mengganti gerakannya dengan gaya ngebor khas Mbak Inul. Tapi, bobot tubuhnya seolah tak merestui niatan hati si kribo, membuatnya malah sakit pinggang.

"Kagak bisa! Besok arisannya!" Alf menjawab sambil mengibaskan tangan kanannya.

"Ya, udah! Kenapa Ibu Budi gak nganterin sendiri! Ribet amat dah!" Willy mengelus-elus pinggang yang mulai nyeri.

Alf mendengus dan mengacak rambut frustasi.

"IBU-BUDI-ADA-LATIHAN-ZUMBA-BESOK-MAKANYA-NYURUH-GUE-NGANTERIN-SETORANNYA!" Alf mengeja dengan kesabaran yang mulai menipis.

"Ya udah! Anterin sono! Ngapain ngajak gue! Lo yang disuruh kok gue yang ikutan repot!" Willy juga ikut-ikutan nyolot, ditambah lagi nyeri pinggangnya makin menjadi.

Alf mengangguk kepala perlahan dan menunjukkan seringai, membuat Willy bergidik.

"Gitu, ya... Jadi, segini aja rasa persahabatan lo sama gue? Oke... Fine!" sahut Alf merentangkan kedua tangan, membuat Willy makin bergidik.

"Mulai besok dan seterusnya, lo ke kantor naik ojek! Jangan nebeng sama gue!" ancam Alf sambil menepuk tembok di sebelah kirinya, membuat Willy terlonjak.

Alf melotot padanya. Sesaat kemudian Willy meringis.

"Jangan, dong... Kamu sohibku satu-satunya... Jangan gitu, dong, Alf..." rayu Willy pada Alf yang sedang cemberut.

Alf pura-pura jual mahal, membiarkan Willy bertekuk lutut di hadapannya dulu. Ya elah! Kayak cowok lagi merayu cewek aja!

Mata Willy sudah mulai berkaca-kaca memancarkan cahaya berkilau, seperti anak kucing tetangga yang matanya berkaca-kaca tiap minta makan. Kebetulan si Willy agak mirip dengan anak kucing tersebut. Atau mungkin si Willy masih ada hubungan saudara sama kucing itu? Oke! Tinggalkan ini!

"Iya! Tapi, lo harus temenin gue! Gue gak mau pergi sendiri anterin duit ini!" Alf melirik Willy yang masih menatapnya sambil memohon-mohon.

Mendengar ucapan Alf, Willy langsung ceria kembali. Ia melompat hendak memeluk Alf, namun ditepis pria itu.

"GAK USAH MELUK!" pekik Alf sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Bisa-bisa gue mati kehabisan napas kalo dipeluk sama lo!" 

Willy manyun sesaat, lalu kembali terkikik.

"Ya, udah! Yoookkk, jalan!" lanjut Alf sambil melangkah keluar dari kamar Willy, dengan tangan yang masih menghadang Willy biar gak nekat memeluknya lagi. Bisa disangka belok, kalau dilihat sama anak kos!

"Eh, Alf! Emangngya arisan sosialita Ibu Budi berapa duit, sih? Pasti jutaan ya?" terka Willy saat mereka sudah tiba di parkiran kosan. Alf dan Willy sama-sama mengenakan helm mereka.

"Hmph! Arisan sosialita apaan! Namanya aja yang cuma arisan sosialita! Setorannya cuma seratus ribu doang!" sindir Alf yang disambut dengan pelototan Willy.

Willy menepuk pet helmnya. "Seriusan lo?" tanya Willy tak percaya.

"Demi kerang lautnya Spongebob! Udah gitu pake ngancem gue gak boleh gelapin nih duit setoran! Cuma seratus ribu doang! Sejuta mending!" cerocos Alf sambil menstater motornya.

"Jadi, kita harus susah payah anterin nih duit ke admin, yang cuma seratus ribu doang?" Willy hanya menggelengkan kepala. Alf menganggukkan kepala menyetujui.

"Terus, kita mau anterin ke mana, nih?" tanya Willy, menyadarkan Alf kalau Ibu Budi belum mengirimkan alamat si admin.

"Tunggu bentar. Gue wasap Ibu Budi dulu," ujar Alf sambil meraih ponselnya, dan mengetikkan pesan ke Ibu Budi.

Tak berapa lama, balasan Ibu Budi muncul. Balasan berupa sebuah pesan suara. Willy terkekeh melihat pesan suara Ibu Budi.

"Ngapain sih pake pesan suara segala," keluh Alf sambil memutar pesan suara Ibu Budi.

Alf dan Willy serempak takjub bin menganga saat pesan suara Ibu Budi diputar.

Bayangkanlah, bukan hanya suara Ibu Budi yang terdengar, tapi juga suara suaminya, Bapak Budi karena memang namanya Budi Setiawan.

Bapak Budi sedang bermanja sama Ibu Budi, minta dipijat. Dan dengan santai bin tanpa rasa berdosa akan merusak pendengaran kedua pria ini, Bapak Budi merayu Ibu Budi yang sedang nyerocos alamat si admin, namun sesekali membalas suaminya manja dan genit—yang berbeda 180 derajat kalau bicara dengan anak-anak kosan.

Alf dan Willy berpandangan sesaat. Pandangan jijik bin mau muntah.

💜💜💜💜💜

corn leaf

Sabar ya, Alf dan Willy... Namanya juga suami-istri... Makanya jangan kelamaan jomblo... Wkwkwk... Pembaca semuanya, jangan lupa review-nya, ya... Kalau garing dikomen, dong... Kalau lucu, dikomen juga, ya... Terima kasih!

| Sukai
Komen (3)
goodnovel comment avatar
ayyona
kucing: ga sudi gw sodaraan ma die, gw kan imut meong 😁
goodnovel comment avatar
corn leaf
Baelahh 😂🙏
goodnovel comment avatar
KolongLangit
Chapter ini natural. Syukurlah tingkat kegaringan berkurang.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status