Share

Bertemu si Lilac

Waktu menunjukkan pukul 07.59 saat Alf dan Willy mengisi absen elektronik mereka. Napas mereka ngos-ngosan, karena takut bakal terlambat. Bisa-bisa pagi mereka dihiasi dampratan dari Ibu Nover.

"Briefing-nya belum dimulai kan?" tanya Alf pada Jessy, si resepsionis yang mukanya agak blasteran, sedang sibuk browsing tempat wisata.

"Belum," jawab Jessy tanpa mengalihkan pandangan dari layar handphone, "Ibu Nover aja belum dateng, tuh!"

Alf dan Willy bertatapan. "Serius?" Willy menimpali. Tangannya menghentak pinggiran meja resepsionis, karena tak percaya.

Kali ini Jessy menatap mereka berdua dengan raut wajah mengandung kekesalan. Ia mengembuskan napas kasar.

"Kalo gak percaya, langsung aja ke ruangannya buat ngecek!" decak Jessy sambil melotot, dan kembali melakukan aktivitas browsing-nya.

Alf dan Willy secepat kilat melangkahkan kaki menuju ruang karyawan. Ini bakal jadi gosip terhits di laboratorium. Mereka bergegas mengambil segala macam perlengkapan nge-lab. Sesaat kemudian, keduanya sudah tiba di ruangan, bergabung bersama rekan kerja yang lain.

Pagi itu, suasana laboratorium tidak seperti biasa. Bukannya sibuk memeriksa sampel yang masuk, para karyawan malah sibuk ghibah. Ghibahin Ibu Nover yang selama mereka bekerja di Lab. Sisilia, tidak pernah sedetikpun terlambat. Ibu Nover selalu menjadi penghuni pertama laboratorium, bahkan saat sekuriti lagi asyik bermimpi di pos sekuriti.

"Wah! Kenapa, ya, Ibu Nover belum dateng juga?" Merlin, yang biasa dipanggil emak, karena satu-satunya yang sudah berkeluarga dan punya anak, mulai membuka gosip.

"Lagi keramas, mungkin?!" Ellen yang bergaya tomboi, menimpali dengan asalnya.

"Putus cinta, mungkin? Jadi lagi nangis bombay makanya telat masuk?" Willy menambahkan, mulai su'udzhon seperti biasa.

"Eh, lo kan temenan sama Ibu Nover di wa, coba liatin statusnya! Kali aja ada status galau, atau apa gitu!" Diego melirik Alf.

"Ogah!" Alf menepis usulan itu dengan tegas. "Gue gak biasa ngelihat status orang!"

"Ah! Sok kerad, lo!" Ellen membalas sambil melempar remahan keripik ke Alf.

"Lo, aja, Wil! Lo kan udah sembunyiin notif wa lo! Jadi kalo kepo juga gak bakal ketahuan!" Merlin menimpali sambil menebalkan lipstiknya, yang enggak bakal kelihatan kalau pakai masker.

Willy hanya mengunyah keripik kentang yang dibawa oleh Ellen, si tomboi yang dijuluki "Bibi Pemilik Kios" karena selalu rajin membawa camilan.

"Oh, iya! Willy kan gak nampilin notifnya! Kenapa, tuh!" Ellen menyomot satu keripik dan mengunyahnya kasar, menimbulkan bunyi kriuk. Topik Ibu Nover tergantikan dengan topik Willy dan notif wasap.

"Paling kepoin mantan!" Diego yang sedang nonton iklan-biar-dapat-duit, menjawab.

"Mantan dari Hongkong? Gue tuh masih suci dari lahir!" Willy menyahut sewot sambil meneguk susu kaleng cap naga, yang juga selalu dibawa Ellen, buat dibagi-bagikan ke para fakir ini.

"Kalo bukan buat kepoin mantan, trus buat apaan lo matiin notif gitu?" Alf ikut penasaran bercampur curiga. Meskipun sudah 2 tahun hidup bersahabat dengan Willy, Alf belum pernah menanyakan perihal notif wa ini.

"Suka-suka gue lah! Kenapa, sih, kalian pada kepoooooo banget!" Willy melakukan penekanan dalam nada bicaranya. Mimik mukanya juga ikut-ikutan mendukung kalimatnya.

Merlin hanya mencebik pada Ellen dan Alf. Sedangkan Diego, masih sibuk menonton iklan penghasil duit, dengan mengandalkan wifi kantor.

Kelima karyawan yang sedang bergosip ria itu kaget berjamaah, saat Jessy menelepon ke hp-nya Diego, dan mengabarkan bahwa Ibu Nover baru saja tiba bersama seorang wanita cantik. Mereka langsung berhamburan, mengambil posisi masing-masing dan sibuk mengerjakan apa saja, yang bisa dikerjakan. Semua bungkusan camilan dan susu cap naga langsung disingkirkan ke dalam tong sampah besar di sudut lab.

"Masker gue, woi!" sahut Alf pada Willy yang saking buru-buru, ikut menarik maskernya.

"Log book mana!" pekik Merlin sambil menyusuri meja kerja.

"Aduh! Lipstik siapa nih, woi! Gak sengaja gue injak!" teriak Diego sambil membuang lipstik yang sudah patah itu ke tong sampah.

"Sialan lo! Itu lipstik mahal gue!" umpat Merlin berlari cepat ke tong sampah dan memungut kembali lipstiknya yang sudah almarhum, di dalam tong sampah.

Diego terkekeh di balik masker, meskipun tatapan Merlin menusuk tepat di matanya.

"Makanya, jangan buang sembarangan!" ujar Diego santai, membuat Merlin semakin panas.

"Ganti lo! Gue gak mau tau!" Merlin mengacungkan telunjuknya pada Diego.

"Ogah! Bukan salah gue! Sebagai yang empunya lipstik, harusnya elo bisa jagain lipstik lo bae-bae!"

"Lo tuh yang kalo jalan pake mata!"

"Dimana-mana, kalo jalan ya pake kaki, bukan mata!"

"Gue gak mau tau! Lo harus...!"

Derap langkah sepatu pantofel 5 cm, terdengar menapaki lantai keramik menuju ke ruangan Ibu Nover, menghentikan amarah Merlin. Semua penghuni laboratorium berusaha menajamkan indera pendengaran mereka. Siapa tau Ibu Nover bakal singgah ke laboratorium dulu. Tapi, mereka terkejut dalam hati, saat menangkap gelak tawa dari dua wanita, yang disinyalir Ibu Nover dan wanita cantik-kata Jessy.

Kelima penghuni laboratorium itu berpandangan, bergantian. Selama mereka bekerja di sini, selain ini kali pertama Ibu Nover terlambat, baru kali ini pula Ibu Nover tertawa terbahak-bahak seperti yang mereka dengar. Padahal, lawakan garing Alf dan Willy pun tidak bisa membuat Ibu Nover tertawa. Lah, namanya juga garing?

🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹

Sudah sepuluh menit berlalu, dan samar-samar masih terdengar percakapan Ibu Nover dengan seseorang di ruangan sebelah laboratorium, dan tiba-tiba suara Jessy ikut terdengar.

Alf sedang sibuk melihat daftar sampel yang akan dikerjakan hari itu, saat Jessy masuk dan memanggilnya. Semua mata yang ada dalam ruangan menatap Alf dalam diam. Pandangan mereka penuh tanya.

Alf berbalik menatap Willy, dan Willy membalasnya dengan anggukan serta tatapan sedih. Adegan mereka berdua terlihat seperti Alf yang hendak mengorbankan dirinya dalam perang, dan disetujui oleh Willy, karena Willy-nya ikhlas, asal bukan dia yang mati.

Alf melangkah pelan, namun terhenti di depan pintu membuat Jessy menatapnya dengan bingung.

"Ya, elah! Drama banget!" Jessy memutar bola matanya malas, melihat tingkah Alf.

"Kira-kira, kenapa gue dipanggil? Lo tau gak?" bisik Alf pada Jessy. Wajahnya gelisah kayak orang di ambang kematian. Santai, Alf!

"Tanya aja ke Ibu Nover!" Jessy menyahut dengan ketus.

Alf menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, dan melepaskannya pelan. Ia berbalik menatap teman-temannya, yang sontak memberi semangat dengan kepalan tangan dan anggukan kepala.

"Kali aja gaji lo mau dinaikkin," Jessy terkikik, karena bagaimanapun juga hal itu belum pernah terjadi dalam kamus Ibu Nover. "Sans, Alf!" Jessy menepuk pundak Alf sambil mengedipkan sebelah matanya. Ia beranjak meninggalkan Alf yang sudah siap lahir batin menuju ke ruangan Ibu Nover.

"Gue gak ngebuat salah apapun, jadi santai aja. Ngapain gue resah dan gelisah pada semut merah?" gumam Alf mulai kacau.

Pintu kayu jati menyambutnya. Alf berhenti sejenak dan kemudian mengetuk pintu ruangan.

"Permisi, Bu," sapa Alf dari luar ruangan.

"Masuk," balas Ibu Nover dengan nada datar seperti biasa.

Alf membuka pintu dan melangkahkan kakinya dengan perlahan. Matanya berusaha menyapu seluruh ruangan dan mendapati sosok seorang wanita yang sedang duduk di sofa, membaca koran. Wajahnya belum terlihat jelas.

"Mungkin cewek ini yang dibilang cantik sama si Jessy, ya? Kan gak mungkin juga yang dimaksud Ibu Nover," tanya Alf pada dirinya sendiri.

Alf berdiri di hadapan meja Ibu Nover, dengan tatapan penuh tanya.

Ibu Nover tersenyum manis sepersekian detik, membuat Alf mengerjapkan matanya tak percaya. Bahan gosip baru, nih!

"Saya manggil kamu ke sini, karena ada yang mau ketemu sama kamu," ujar Ibu Nover sambil menangkupkan kedua tangannya di wajahnya.

Matanya menunjuk ke wanita yang sedang membaca koran, membuat Alf ikut mengarahkan pandangannya ke obyek yang dimaksud.

"Wi," panggil Ibu Nover lembut.

Alf mengernyit. 'Wi? Siapa? Winda? Wiwid? Wika? Widuri? Wiki?' terkanya dalam hati, mengira sembarang nama yang bahkan bukan milik kenalan atau keluarganya. Ya, ampun, Alf!

Wanita yang merasa namanya disebut itu, melipat koran yang dibacanya, membuat Alf semakin mengernyit. Bak adegan slow, wanita itu berdiri dengan anggun, dan menatap Alf yang masih terpaku dalam bingung.

Wanita itu berjalan menuju ke hadapan Alf, yang sudah mulai menyadari sesuatu. Tatapan yang penuh tanda tanya, berganti membelalak tak percaya. Mulutnya seketika menganga, namun wanita itu justru tersenyum, seolah tahu bahwa Alf sudah menyadari siapa dirinya.

Alf bergeming bagai patung. Terperanjat sekaligus terpesona. Matanya mengerjap sesaat. Telunjuknya terangkat, hendak mengatakan sesuatu.

"Hai, Alf! Sudah lama, ya," sapa wanita yang dipanggil Wi oleh Nover itu.

"Wi? De...wi maksudnya?" tanya Alf ragu.

Wanita itu tertawa kecil. "Lucu banget, sih kalau kamu yang manggil. Udah, manggil kayak biasa aja," ujar Dewi santai, tidak sesantai tatapan Alf yang penuh kekaguman pada dirinya.

Ibu Nover mengerutkan keningnya mendengar pernyataan si Dewi.

"Manggil kayak biasa?" tanya Ibu Nover.

"Iya. Waktu SMA, aku biasa dipanggil Inn. Pas kuliah aja aku ganti jadi Dewi," jawab wanita itu sambil tersenyum menatap Ibu Nover dan Alf bergantian.

Alf yang berdiri di hadapan Dewi atau kita sebut saja Inn, hanya meringis.

"Kamu... Apa kabar?" tanya Alf bukan basa-basi, karena setelah tamat SMA, dia tidak pernah bertemu atau kontak dengan Inn.

Inn yang cerdas dan jadi kebanggaan sekolah, mendapat beasiswa dari salah satu Universitas ternama di Indonesia. Dan setelah selesai dengan S1, Inn langsung mengambil S2.

"Aku baik, dong! Makanya sekarang aku ada di depan kamu," jawab Inn sambil memamerkan senyuman bak dewi yang membuat hati Alf berbunga-bunga merah muda dan berkilau, seperti saat SMA. Ah, bahkan sekarang rasanya Inn lebih mempesona.

"Oh, iya! Minta nomor hp kamu, dong!" lanjut Inn sambil merogoh handphone apel tergigit keluaran terbarunya, di tas cantik berwarna lilac. Oke! Jadi, dia si wanita lilac!

Sesaat Alf tahu bahwa levelnya berbeda dengan Inn, gadis manis yang pernah digombalinya waktu masih berseragam abu-abu. Wajah Alf muram sesaat, disadari oleh Inn.

"Alf?" Inn menegurnya lembut, membuat Alf tersadar seolah angin surga berhembus di pendengarnya. Alf tersenyum kembali.

"Sori... Ini nomor hp aku," ujar Alf sopan, sambil menyebutkan nomor handphone-nya, nomor hasil diskon kartu perdana.

"Makasih. Nanti aku hubungi, ya," sahut Inn sambil mengibas pelan hpnya.

'Dia mau hubungi gue yang nista ini? Emak... Mungkinkah ini jodoh anakmu?' batin Alf halu bin ngarep.

"Ya, udah, Alf. Kamu kembali kerja, sana," Ibu Nover menimpali.

Alf berbalik dengan hati berkecamuk, masih belum rela meninggalkan sosok Inn yang berdiri manis di hadapannya tadi. Tapi, tatapan mematikan Ibu Nover lebih menusuk sendi-sendinya, membuatnya harus kembali ke laboratorium.

Alf memasuki laboratorium dengan wajah cerah ceria seperti habis dikabari gajinya naik 2 kali lipat. Para kaum ghibah yang sudah menunggunya daritadi demi mendapatkan bahan ghibahan baru, berpandangan melihat Alf yang tak berhenti tersenyum, memamerkan gingsulnya.

"Alf, lo diapain sama Ibu Nover?" Willy menggoyangkan lengan Alf, saat Alf sudah berdiri di sampingnya, namun Alf tetap diam.

"Wah! Parah, nih kayaknya!" Ellen meletakkan telapak tangannya ke kening Alf yang sedikit hangat. Tapi, hangatnya bukan karena demam, melainkan karena malu-malu kucing a.k.a terpesona pada Inn.

"Mungkin gak gajian bulan ini?" Merlin menambahkan dengan wajah terkejut yang dramatis, mirip emoji chatting yang keningnya warna biru.

Willy menarik napas kasar. "Sabar Alf. Semua hanya ujian!" ujar Willy sambil menepuk pundak sahabatnya, dan menggelengkan kepala pelan, seolah tak tahan dengan penderitaan sahabatnya. What?!

Mereka sibuk menerka-nerka dan bertanya, namun Alf hanya diam. Sepertinya, rasa bahagia Alf saat ini belum mau dibagikan dengan siapapun termasuk Willy. Cukup untuk dirinya sendiri.

Oke, Alf! Bhaiq! Sakarepmu ajalah!

💜💜💜💜💜

corn leaf

Oke! Gaess, untuk episode ini gimana? Untuk episode ini kayaknya gak terlalu ada komedinya. Aku lagi mengalami writer block, tapi aku berusaha untuk menulis. Maafkeun jika kurang maksimal hasilnya. Jangan lupa, untuk selalu komen ya. Biar aku tau kurang lebihnya. Terima kasih.

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ayyona
setelah sapu, skrg lipstik pun almarhum....eh almarhumah dong 🤭😂
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status