"Lo kenapa, sih, Alf?" Willy beringsut ke arah Alf yang sedang sibuk melakukan uji *fitokimia dari salah satu sampel yang masuk ke laboratorium.
Alf hanya menjawab dengan dendangan lagu. Lagu yang baru diciptakan beberapa menit yang lalu. Yang Willy tahu, nadanya menggambarkan hati Alf yang sedang berbunga-bunga, bukan kesedihan sehabis keluar dari ruangan Ibu Nover.
"Mencurigakan banget," selidik Willy sambil melirik tajam ke arah Alf, "jangan-jangan, gaji kamu dinaikkin? Kamu doang?!"
Alf tidak menjawab dan masih sibuk dengan aktivitasnya, membuat Willy yang merasa dikacangin, jadi sensian.
"Tega banget, sih, lo! Gak berbagi dengan sahabat sendiri!" Willy mencebik.
Alf melirik ke arah Willy yang juga sedang menatapnya dengan tatapan menyimpan banyak tanya.
"Jadi, lo gak mau berbagi sama gue? Sahabat senasib seperjuangan lo? Dalam suka maupun duka?" ulang Willy dramatis dengan menepuk pelan dada—bukan dada bidangnya.
Alf memutar bola matanya malas, dan kembali serius dengan aktivitasnya, membuat Willy melotot karena gusar.
Melihat respon Alf yang tidak sesuai ekspektasi, Willy akhirnya menyerah. Dia lebih memilih keluar dari ruang laboratorium, dan menghirup udara segar di luar sana. Alf hanya melirik sepintas punggung Willy, dan terkikik pelan.
"Ngapain lo ketawa-ketiwi sendirian?" Ellen yang tiba-tiba sudah ada di samping Alf, sontak membuat Alf terkejut.
Alf menghela napas kasar. "Ya, ampun, Ellen! Untung gue gak lagi megang sampel atau labu ukur! Kalau jatuh gimana!"
Ellen mengedikkan bahu. "Ya tinggal ngambil yang baru. Repot amat," jawabnya cuek.
Alf melotot pada gadis tinggi, dan berkulit eksotik itu. Sedangkan Ellen hanya cuek, dan meraih pulpen di samping note book milik Alf.
"Pinjem bentar," ujar Ellen sambil menyeringai dan nyelonong pergi, meninggalkan Alf yang hanya bisa geleng-geleng kepala. Mau marah, takut kalau jatah camilannya dibuang ke perut si Willy.
Ellen memang seorang perempuan yang sebenarnya terlihat menarik di mata pria-pria, dengan pesona kulit cokelat dan rambut soft layered bob—nya, yang selalu terlihat messy but cool. Tapi, pesona seorang Ellen hanya tampak jika dirinya sedang tidak bersuara alias diam membisu atau sedang fokus bekerja.
Yap! Semua karyawan di Lab. Sisilia tahu betul bagaimana lidah tak bertulangnya Ellen kalau sudah mengucapkan sesuatu. Ketus dan terkadang gak nyambung, dan bisa buat si lawan bicara jadi gondok. Tapi, satu hal baik yang membuat Ellen masih 'dianggap' adalah karena bekal camilan yang selalu disediakannya. Wah!
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Alf sedang sibuk membersihkan ruangan laboratorium sore itu, saat hp-nya tiba-tiba berdering. Dengan sigap, Alf merogoh hp di dalam saku celananya. Sebuah notifikasi wasap dari nomor tak dikenal, terpampang di sana. Alf mengernyit sambil membuka pesan tersebut.
'Halo, Alf. Ini aku, Inn. Nomorku jangan lupa di save. Eh, besok jalan bareng, yuk!'
Alf menelan ludah tak percaya dengan apa yang barusan dibacanya.
'Baru ketemu siang tadi udah ngajak jalan bareng? Gue? Diajak jalan bareng sama si Inn?' batin Alf histeris.
Alf secepat kilat membalas chattingan dari Inn. Tak mau membiarkan si wanita menunggu lama rupanya.
'Ok, makasih kamu udah hubungin aku. Boleh, kok! Kebetulan lagi kosong.'
Ping!
Alf segera membuka balasan dari Inn dengan mata Shinchan penuh harap.
'Plis, deh, Alf! Gak usah formal gini, deh! Ok, deh! Kebetulan besok malming.'
Alf semringah. Bunga-bunga seakan bermekaran di sekeliling Alf, semekar bunga di seprei pemberian emak. Sekian lama menjomblo dan tidak pernah menghabiskan malam minggu dengan wanita manapun, hanya ditemani Willy dengan goyang dangdut bahenolnya, yang selalu membuat Alf frustasi dan takut, kalau-kalau orientasi s**snya bakal berubah karena keseringan melihat goyangan ngebor si Willy. Tapi, hari ini. Akhirnya, saudara-saudara! Alf diajak malam minggu oleh seorang wanita cantik. Bayangkan, saudara-saudara, ALF-YANG-DIAJAK-BUKAN-MENGAJAK! Alf melompat kegirangan sambil berputar-putar, hingga napasnya ngos-ngosan.
Setelah lelah dengan euforia singkatnya, ia kembali berdiri tegap dan mengetikkan pesan balasan kepada Inn.
'Bisa banget!' ketik Alf dan langsung mengirimkan pesan tersebut tanpa menunggu lama.
Beberapa detik saja, balasan Inn kembali bertengger di layar hpnya.
'Siap! Kamu jemput aku, ya!'
Mata Alf berbinar-binar. Oke! Ini malam minggu pertamanya bersama seorang wanita tulen, bukan Willy! Selain karena dia diajak oleh si wanita, Alf juga disuruh menjemput si wanita di rumahnya. Ini seperti lampu hijau dari si wanita, biar Alf dikenalkan sebagai pacar oleh si wanita, bukan sebagai teman SMA.
Hidung Alf kembang kempis membayangkan apa yang mungkin saja tidak akan terjadi. Namun, sudah kepalang si Alf terbang ke langit ketujuh. Dia sudah overdosis kebahagian, sehingga membuatnya kena penyakit halu tingkat akut.
Alf dengan gesit membalas 'IYA!'.
'Ya, Tuhan... Ternyata... Selama ini gak sia-sia aku menjomblo... Ternyata hatiku selalu menolak cinta yang lain, karena dia percaya pada cinta yang indah pada waktunya,' batin Alf sambil memeluk gagang sapu. Please, deh, Alf! Sejak kapan hatimu menolak Cinta, kalau Cinta gak pernah muncul di hadapanmu, tapi di hadapan Rangga? Eeh?!
Alf kembali melanjutkan aktivitas menyapu bersih lantai laboratorium, mencuci semua perlengkapan, hingga mengepel lantai. Saking bahagia, semua kerjaan mau dikerjakan.
Lab. Sisilia memang belum mempekerjakan cleaning service. Para karyawan, harus membereskan hasil kerja mereka sendiri, termasuk membersihkan ruangan. Khusus untuk membersihkan ruangan, biasanya Ibu Nover membuat jadwal tersendiri. Dan hari ini adalah jadwal Alf menjadi cleaning service.
Alf bergegas ke lokernya saat semua kerjaan telah selesai dilakukan. Dia meraih jaket kulit KW-nya, mengenakannya, dan melangkah cepat ke area parkiran. Terlihat Willy yang sedang bercanda bersama Ellen dan Jessy, serta Pak Ape, si sekuriti berusia 40 tahunan.
Motor Alf segera melaju ke depan pos sekuriti. "Yuk, pulang!" ujar Alf pada Willy yang masih asyik bercanda.
"Ntar dululah Alf, lagi seru ceritanya!" rengek Jessy.
"Aduh! Gue udah capek banget, nih!" balas Alf sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Lagi ada janji sama orang, lo?" selidik Willy.
"Kagak! Tapi, gue mau pulang terus tidur! Gue capek!" jawab Alf sedikit kesal.
"Ya, udah, Wil. Nanti aja baru dilanjutin. Kasian si Alf tuh, capek abis ngebabu!" sungut Jessy.
Willy yang manyun, menyeret langkahnya menuju ke motor Alf, dan segera duduk di atas jok motor. Bibirnya semakin manyun saat Alf meliriknya.
"Yah, mas Alf... Lagi seru-serunya," ujar Pak Ape memasang raut kecewa dibuat-buat.
"Emang si Willy lagi nyeritain apa, sih?" tanya Alf sambil melirik ke Willy melalui kaca spion.
"Ini loh! Dia lagi ceritain pengalaman kalian ke 'surga dunia'! Katanya kalian ketemu bidadari, ya!" Jessy menjelaskan.
Alf tergelak. "Ngarang! Bidadari ?! Body trek pasir gitu!"
"Lah! Tadi katanya cewek cantik, tinggi, putih dan langsing kayak idolaku Kim Jong Un?" tanya Ellen.
"Leeennnn, Kim Jong Un itu lelaki! Lelaki tulen! Kok malah samain sama cewek, sih?" ujar Willy sambil menepuk helmnya sendiri.
"Idola gue! Suka-suka guelah!" jawab Ellen, ketus. Nah, kan! Ngeselin!
Willy menggelengkan kepala, dan menepuk pundak Alf. "Jalan aja, dah! Daripada emosi!" ujarnya yang disambut tawa Alf.
Alf segera berpamitan dan hendak melajukan motor, saat Jessy kembali berujar.
"Loh? Gimana kelanjutannya, Will?! Kan ceritanya belum selesai!" teriak Jessy dengan nada mengejek.
"Bodo amat! Nanya aja sama si pecinta Kim Jong Un sono!" balas Willy.
Jessy hanya terkikik melihat motor Alf yang melaju meninggalkan area Lab. Sisilia.
💜💜💜💜💜
*Fitokimia dalah suatu pengujian untuk mengetahui metabolit sekunder dalam tanaman.
Hai, gaess! Jangan lupa untuk selalu review cerita ini, ya! Terima kasih!
Welcome to malam minggu, malam yang panjang. Malam yang bagi segelintir orang dihabiskan dengan bercengkerama ria bersama keluarga. Bagi sebagian workaholic, malam minggu tetap seperti malam biasanya yang penuh dengan pekerjaan. Dan bagi sebagian orang lagi, khususnya anak muda, malam minggu adalah saat yang tepat buat berkunjung ke rumah pujaan hati. Sedangkan bagi para jombloers, jangan ditanya, bisa perang dunia. Tapi, bagi jomblo bernama Alf, malam minggu kali ini berbeda. Tidak lagi dihabiskan dengan maraton film horor bareng Willy, takutnya kalau nonton drama Korea bisa-bisa jadi halu tingkat tinggi. Jadi, kalau bukan dihabiskan dengan film horor, maka malam minggu dilewati dengan menonton pertunjukan tunggal tarian 'ular disengat listrik' si Willy. Alf sudah mengenakan kemeja putih polos yang biasa dia gunakan kalau mau menghadiri kondangan. Kemeja ini dipakai untuk menunjukkan bahwa dirinya masih polos dan suci. L
Alf masih berdiri terpaku sambil membayangkan perubahan drastis Princess dari putri kecil nan imut dan menggemaskan, menjadi ah-sudahlah, kata Willy tidak boleh ada body shaming. Alf beberapa kali menghela napas panjang, membuat Inn mengernyit. "Kenapa, Alf?" tanya Inn sambil mendekatkan wajahnya pada Alf dan menatap lelaki itu dengan saksama, "ada yang sakit?" Alf menelan ludah. Mendapat tatapan penuh kekhawatiran dari Inn, yang tepat menembus netra cokelat kehitamannya, turun ke jantung, membuat Alf mematung. Jantungnya bak genderang bertalu-talu. Inn masih menatap Alf dengan tatapan khawatir diselipi kepolosan, tidak peka terhadap pria di depan yang wajahnya sudah dipenuhi peluh. "Kok keringat kamu jadi banyak gini? Padahal di sini lagi dingin, loh," Inn memundurkan posisi berdirinya. "Kamu sakit, Alf? Ngomong, dong!" lanjut Inn sambil menggoyangkan lengan Alf. "Engg.... gak!" jawab Alf terbata-bata, sambil cengenges
Alf memarkirkan motor di parkiran cafe yang sudah berjajar banyak motor dengan keanekaragaman model dan warna. Setelah mengaitkan helm milik sendiri dan punya Inn, Alf kembali merapikan kemeja putihnya. Wajahnya sudah tidak ada sisa-sisa keceriaan lagi. Sudah kepalang bahagia ingin malam mingguan sama Inn, ternyata mereka malah reunian bareng sohib SMA mereka. "Siapa aja, sih yang ada di dalam?" Alf bertanya pada Inn, sambil merapikan sisi rambut dan kacamatanya. Inn sibuk mengetikkan sesuatu, tidak menjawab pertanyaan Alf, membuat Alf mengerucutkan bibir. Alf mendesah. "Sia-sia aja," gumam Alf pelan. "Sia-sia kenapa, Alf?" Inn bertanya tiba-tiba sambil menatap wajah Alf yang masih cemberut. "Eh, gak, kok!" sahut Alf. "Yuk, ke dalem! Yang lain udah pada nunggu," ajak Inn sambil mendahului Alf masuk ke cafe. Alf kembali mendesah, "Ternyata bener kata Willy... Gak mungkin, gue malam mingguan bareng c
"Haduhhh, makanya lo sih, kelayapan kagak ngajak-ngajak gue! Begini kan jadinya!" Willy terlihat sedang meremas handuk kecil hasil rendaman air, yang kemudian diletakkan di kening Alf. "Gue udah feeling kalo bakal jadi gini, nih akhirnya! Kualat kan lo sekarang!" omel Willy sambil mengecek kondisi Alf. "Untung lo punya sohib yang kayak gue! Selalu ada di saat jatuh bangunnya lo! Tapi, masih aja lo ke kondangan sendirian!" lanjut Willy sambil menatap Alf yang mulai bersin-bersin. Willy mengibaskan tangannya, "Pulang-pulang bawa penyakit sama virus! Bukan bawa makanan, kek!" Alf berusaha menutup mata, agar bisa terlelap dan lepas dari omelan khas emak-emak si Willy. Dia berharap obat yang diminum bisa segera membuatnya mengantuk. Alf sudah cukup lelah malam ini. Selain lelah hati, karena si gebetan malah meninggalkannya sendiri-yah dengan persetujuan si Alf juga, sih! Tapi, lelah karena kesialan bertubi-tubi
Willy uring-uringan di atas kasur Alf, seperti anak kecil yang minta dibelikan permen, tapi tak dikabulkan. Ia menatap tajam pria berkacamata yang sedang merapikan kaos berlogo buaya berwarna hitamnya. Tangan Willy terlipat di depan dada. Bibirnya mulai monyong. Matanya menyisir Alf dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan mirip ibu-ibu komplek lagi gosip terus yang digosipin muncul. Pria yang ditatapnya tetap santai meski merasa punggungnya merinding karena tatapan Willy. Alf sudah tampak rapi dan bersih, walaupun sesekali Alf terlihat bersin-bersin, membuat Willy tak sabar untuk selalu berdeham keras. "Masih penyakitan tapi nekat jalan juga lo!" Willy membuka suara dengan nada gusar. "Santai, coy! Cuma bersin doang!" jawab Alf cuek sembari merapikan rambutnya. Willy bangkit dari duduk dan melesat mendekati Alf. Dipeganginya kening Alf. Matanya menyipit, menatap tajam Alf. "Ya elah! Lo tuh masih demam, Alf! Bu
Hai, semuanya! Corn Leaf di sini! Cuma mau kasitau, jangan lupa review setelah baca, ya. Biar aku makin semangat nulisnya! Lope! Lope! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Senin pagi yang indah. Tapi entah mengapa banyak sekali orang-orang yang membenci hari senin. Selalu saja ada yang mengeluh tentang hari senin. Serasa begitu banyak pekerjaan menanti di hari senin. Padahal, harusnya manusia lebih bersyukur, masih bisa menatap hari senin. Tsah! "Masih enam hari lagi..." gumam Willy dengan wajah terkantuk-kantuk. Lelaki gempal itu menyeret langkahnya dengan malas, menapaki anak tangga menuju ke ruang laboratorium. Waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi, tapi Willy dan Alf sudah berada di kantor. Tidak seperti biasanya, dimana mereka tiba 10 menit sebelum pukul delapan. "Hari baru tuh harusnya semangat! Pagi-pagi udah loyo! Padahal kemarin sok cera
Yuhuu!!! Kembali lagi bareng Corn Leaf di sini! Yuk, marilah kemari, baca cerita ini, dan jangan lupa review ya gaess... Reviewnya yang membangun, ya... Biar aku makin semangat nulisnya. UwU. 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf dan Willy kembali ke ruangan laboratorium dengan wajah muram, membuat si emak-pimpinan kaum tukang ghibah Lab. Sisilia, Merlin, tak sabar untuk bertanya. Merlin beringsut ke meja Alf, saat pria itu sudah mulai menyiapkan bahan untuk menguji sebuah sampel. Sedangkan Willy, sibuk mengecek laporan hasil uji fitokimia yang dilakukan Alf beberapa waktu lalu, dan laporan lainnya agar bisa dikirimkan hasil uji itu ke pengirim. "Gimana?" tanya Merlin setengah berbisik, saat sudah bersisian dengan Alf. Matanya menatap Alf dengan tatapan penuh harap. Mengharapkan jawab pastinya. "Apanya?" Alf balik bertanya. Merlin mendesah, "Kenapa kalian sampe dipanggi
Hai gaesss, apa kabar ? Semoga sehat selalu. Nah, cerita kali ini fokusnya ke Willy.Jangan lupa reviewnya gaes, biar aku selalu semangat! Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, artinya jam istirahat tiba. Semua penghuni laboratorium bergegas keluar ruangan, demi mencari makan siang. Alf dan Willy juga terlihat menuruni tangga, disusul Merlin dan Ellen. Diego sudah lebih dulu melesat keluar daritadi, entah kemana. Katanya, udah janjian mau makan siang bareng pacarnya. "Mau makan dimana lo berdua?" Ellen bertanya dari balik punggung Alf dan Willy. "Tempat biasa," jawab Alf. Tempat biasa yang dimaksud si Alf adalah warung Mas Bhambang di samping kantor, yang menjual bakso, soto maupun berbagai jenis nasi. Nasi campur, nasi ayam, nasi goreng, dan nasi lainnya. Selain itu, harganya juga lumayan pas di kantong para karyawan bergaji UMP ini. "Gue mau mak