Sore di hari Sabtu begitu tenang, begitupun dengan diriku dan Alex sekarang. Hari ini aku menepati janjiku untuk menemaninya ke sebuah toko hadiah. Setelah berkeliling dan mencari hadiah yang cocok untuk tante Ani, disinilah aku berada. Di Sebuah toko sushi yang tidak jauh dari toko kado tadi.
Alex menepati janjinya untuk mentraktirku dan membelikan sushi, bahkan dia menambahkan pesanan sushi kesukaanku tanpa aku minta. Alex memang sahabatku yang luar biasa, dia selalu tau apa saja yang aku suka.
“Terima kasih, Pak Alex” ucapku tersenyum lebar menatapnya yang sedang menyiapkan pesanan Susi di depanku.
Dia mendengus tertawa kecil. Tak lama dia taruh satu Susi di piringku. “Pokoknya kamu harus makan yang banyak ya, Ra” katanya layaknya orang tua yang sedang memperhatikan anaknya.
Keesokan paginya... aku terbangun dengan senyuman lebar di wajahku. Semalam aku bermimpi indah. Bermimpi tentang Max yang mengajakku makan malam disebuah restoran mewah dan berdansa di tengah tempat yang megah. Mengingat itu senyum ku semakin mengembang apalagi ketika Max selalu tersenyum di dalam mimpiku semalam. Dan di akhir mimpiku Max menciumku dengan sangat manis. Bisa aku pastikan jika pipi ku sudah bersemu sekarang ini. Ya Tuhan rasanya mimpi semalam begitu nyata. Apa semua ini karena efek aku percaya akan ada sebuah peluang dari Max nanti? Jika memang begitu, bolehkah aku terus mengharapkan hal itu, dan bagaimana jika mimpi itu menjadi kenyataan suatu saat nanri. Percayalah Aku pasti tidak dapat menolaknya.
“Maaf siapa ya?” Suara wanita yang sedari tadi memandangku terdengar setelah aku berdehem keras. Aku angkat wajah ku, menatap perempuan itu dengan dingin. “Apa Max ada?” tanya ku Balik. Dia tak menjawab, hanya mengubah raut wajahnya dengan berdecih melipat kedua tangan di depan dada. “Dia ada di dalam. Ada perlu apa ya mencari Max? Saya bisa sampaikan.” “Saya ingin bertemu dengan Max. Bisa tolong kamu panggilkan dia” Sela ku menatap wanita ini dengan sinis. Terdengar dia membuang nafas kasar. Wajahnya seakan akan mengatakan jika aku adalah pengganggu di sini. “Maaf sepertinya dia sibuk nggak bisa diganggu, kamu bisa datang besok lagi. kalau memang tidak ingin disampaikan ole
Max POV ____________________________________________ Max tidak percaya jika Laras akan mengunjungi nya seperti ini. Apalagi memberikan sebungkus cupcake untuknya. Max tidak tau jika Laras akan melangkah maju untuk berani mengunjungi apartemennya tanpa ada kasus pekerjaaan di antaranya. Sejujurnya, Max sangat canggung pada posisinya saat ini. Keberadaan Laras dan Ria di apartemennya membuat Max mau tak mau mengambil pilihan untuk mengajak Laras makan malam bersama. Max tidak mau Laras salah paham dengan adanya Ria sekarang, itulah kenapa Max mencegah Laras untuk pulang tadi. Max sudah bilang kalau dia tidak mau ada kabar miring pada hubungannya nanti. Sampai makan malam bersama pun tiba. Max akhirnya selesai menyiapkan hidangan yang tadi di buat. Terlih
Max membopong Laras menuju kamarnya, membaringkan wanita itu dengan perlahan lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Laras dengan tenang. Sejenak Max menatap wanita yang sedang tertidur di hadapannya itu dalam diam, mengingat kembali apa yang dilakukan wanita tersebut saat di meja makan tadi. Senyum tipis pun mengembang, tatkala wanita ini berani membentak Ria dan menyentuh wajah nya dengan sangat dekat. Di sela ingatan dengan kejadian tadi. Max membenarkan letak posisi rambut Laras yang sedikit menutupi wajahnya itu. Max ingat ucapan wanita ini ketika membandingkan dengan Ria. Max mengelus pipi mulus itu dengan lembut. “Cantik” gumam Max tanpa sadar dan direspon dengan menggeliat Laras dalam tidurnya. Clekk. Ter
Ciuman Max semakin cepat tak menunjukan tanda melambat. Laras semakin bergairah dibuatnya, tangannya kini bergerak menelusuri tubuhnya. Dia pun melakukan hal yang sama. Namun ketika Laras akan membuka kancing baju lelaki itu. Seketika Max menarik tangannya dan menghentikan ciuman mereka. “Saat nya bangun Laras” katanya meninggalkan Laras sendiri di atas ranjang. Bersama dengan bunyi suara yang begitu mengganggu, dan membuat Laras langsung mengerjapkan kedua mata saat suara yang mengganggu di sampingnya itu adalah sebuah alarm yang berbunyi. Dengan perlahan, Laras mengangkat tubuhnya, mengambil alarm tersebut dan langsung menghentikan bunyi yang mengganggunya itu. Dia pun kembali memejamkan mata sambil mengukir senyum, ketika Laras kira akan kembali melanjutkan kegiatan bersama dengan lelaki tadi. Namun, men
Keesokan pagi... Aku datang lebih awal dari biasanya. Sesampainya di kantor aku langsung bergegas menyiapkan kopi untuk Max yang saat ini belum tiba. Dan tidak lupa aku langsung mengecek jadwal Max hari ini. Aku melepaskan nafas lega ketika melihat di layar tablet yang kupegang list Max tidak begitu padat. Mendadak semangatku memuncak, aku pastikan bisa selesaikan semua hari ini dan... aku pasti bisa membuat Max terkesan akan kinerja ku. Ini adalah kesempatan ku untuk menunjukkan kepadanya kalau aku bisa mengambil hatinya mengingat kejadian semalam Max begitu manis padaku. Percayalah sepulang dari apartemen Max aku tidak bisa tidur semalaman. Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi dan terlihat Max keluar dari dalam lift khusus menuju ruangannya.
(Laras POV) Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Untuk beberapa menit aku termenung saat baru menyadari kalau untuk pertama kalinya Max menghubungiku secara pribadi tadi. Perasaan ku seketika menjadi tak menentu, apalagi saat mendengar Max akan menyusul diriku. Apa itu artinya Max ingin mengantarku ? Semua pikiran yang berbicara di kepalaku seketika menjadi kenyataan saat sebuah mobil hitam kini melaju pelan kearah ku. Aku semakin termenung, tak percaya dengan apa yang aku lihat. kaca mobil itu pun turun dan tak lama terdengar suara berat dari dalam mobil tersebut. “Masuklah” katanya ku masih terpaku mendengar debaran di dadaku yangs semakin ke
Sedikit terkejut aku membalikan tubuhku. Mendengar suara Max langsung ku sambut dia dengan senyuman hangat. Sejenak aku berfikir mencerna perkataan Max tadi, kulihat bunga biru ini lalu tak lama aku pun mengangguk. Mungkin tidak masalah untuk membeli nya juga " Tolong bungkuskan bunga ini juga" pinta ku pada lelaki yang menjelaskan tadi. Lelaki itu langsung mengambil bunga biru dan bergegas untuk membungkusnya. Sebenarnya aku tidak tau untuk apa aku membeli bunga yang bahkan terdapat kisah sedih di dalamnya. Mungkin, karena aku merasa jika nasib kisah cinta ku sama seperti sang putri. Sekarang aku mengerti, bukan diriku saja yang merasakan patah hati, sejak dulu hingga saat ini.Ternyata mencintai itu adalah suatu yang sulit. Aku pikir, Max adalah lelaki yang mudah dijangkau. Tapi, sejak dulu hingga saat ini nyatakan perasaan ku tidak pernah sampai