Share

Bab 2 Pernikahan Semu

Kantor Wijaya Mining and Coal 

"Pagi, Pak Direktur," sapa Jessica, sekretaris pribadi Niko Wijaya yang seksi dengan tubuhnya yang padat berisi.

"Pagi, Jes. Seperti biasa, aroma wangi tubuhmu benar-benar membuat sebagian dari diriku 'bangun'," ucap Niko seraya mengedipkan sebelah matanya seakan memberi isyarat dan langsung menuju ruangannya.

Tanpa pikir, Jessica yang mengenakan rok mini di atas lutut 5 cm, kemeja putih lengan pendek namun memperlihatkan belahan dadanya, serta heels warna hitam menambah kesan seksi dan nakal langsung masuk ke dalam ruangan dan mengunci ruang kantor Niko serta menutup tirai yang ada di ruangan bos-nya. Ruangan Niko sendiri memang sedikit agak menjauh dari ruangan staff-nya yang lain dan hal itu dimanfaatkan oleh Jessica untuk 'bekerja' di luar pekerjaannya sebagai sekretaris.

"Kenapa kau masih berdiri di situ, Sayang?" tanya Niko tersenyum nakal.

"How do I look, Dear?" tanya Jessica sambil berjalan dengan langkah yang menggoda dan tatapan nakal pada Niko.

"As usually, you look gorgeous, you're hot, Dear. I can't wait to 'eat' you," goda Niko langsung menarik tangan Jessica ke pangkuannya dan mulai membelai lembut rambut wanita Indo-Jerman itu serta menjamah bagian lain dari tubuh seksi sekretaris pribadi papa Tania.

"Are we gonna doing this in here? Not in that room?" tanya Jessica menunjuk pada ruangan 'rahasia' yang ada di dalam ruangan kantor Niko. Ruangan tersebut adalah sebuah kamar yang tak terlalu besar, namun lengkap. Dan ruangan itu adalah tempat di mana Niko beristirahat dan juga sebagai tempat memadu kasih antara dia dan Jessica.

"Sesekali ganti suasana, Dear. Apa kau tak bosan selalu berada di ruangan itu?" tanya Niko yang bersiap menerkam mangsanya sambil mengulum bibir seksi sang sekretaris.

"Ahhh ... ahhhh ..." erangan dan desahan seksi yang dikeluarkan Jessica benar-benar membuat bagian pribadi Niko 'terbangun' dan mengenai bagian intim Jessica.

"Apa kau merasakannya, Dear? It's 'time'," ucap Niko berbisik di telinga sang sekretaris dengan suara nakalnya.

Jessica mengangguk, dia sangat amat mengetahui keinginan keinginan tuannya. Tanpa pikir panjang, mereka berdua akhirnya masuk ke dalam kamar 'rahasia' dan Niko mulai melancarkan 'serangannya' dengan penuh nafsu birahi. Tangannya tak henti-hentinya membelai setiap inci lekuk tubuh molek sang sekretaris hingga terus mengeluarkan desahan dan erangan yang menambah pikiran liar Niko.

"Sayang, apa kau siap?" tanya Niko yang tak sanggup lagi menahan 'rasa pusing' yang didera karena dia harus mengeluarkan 'cairan' yang ada di dalam batang milik Niko.

Jessica lagi-lagi mengangguk, dan dengan sekali sentakan, batang milik Niko langsung menancap bagai tombak yang memberikan kenikmatan bagi Jessica dan membuatnya merintih, mengerang, hingga mendesah karena liukkan tubuh Niko yang benar-benar liar di atas tubuhnya.

Liukkan tubuh Niko pun menjadi semakin tak karuan ketika batang miliknya ingin mengeluarkan cairan yang siap membaluri tubuh Jessica dengan sekali semprotan. Gerakan Niko pun semakin dan semakin liar hingga akhirnya dia mendesah setelah berhasil mengeluarkan cairan dan menyiramnya ke perut luar Jessica.

Drrtz ... drrtz ... drrtz ...

Suara getar ponsel milik Niko tampak terdengar nyaring di atas meja. Namun karena kelelahan, dia beristirahat sebentar dan Jessica yang masih bertelanjang dada segera keluar kamar dan mengambil ponsel milik Niko.

"Private number?" ucap Jessica ragu menatap layar ponsel hitam itu.

Dia nampak ragu menjawab telepon itu karena tak ada nama ataupun nomor telepon yang nampak. Tanpa pikir panjang, Jessica hanya membiarkannya dan tak segera menjawabnya, namun lagi-lagi ponsel Niko berbunyi. Kali ini nomor yang menghubungi ponsel Niko bisa dilihat dengan jelas oleh Jessica dan alangkah terkejutnya ketika ia tahu siapa yang menghubungi Niko.

"Sayang ... Sayang ... Sayang ... puterimu menelepon," ucap Jessica seraya membangunkan Niko yang sedikit terlelap dan langsung memberikannya pada Niko.

"Apa!? Pu--puteriku? Mana ... mana ..." panik Niko kemudian memerintahkan Jessica untuk segera berpakaian dan kembali ke meja kerjanya.

"Halo, Sayang,"

[Papah, kenapa lama sekali angkat teleponnya?]

"Iyakah? Maafkan Papa, Sayang, ada apa kamu tumben telepon Papa?"

[Lho, bukannya Papa yang memintaku datang ke kantor Papa? Dan sekarang aku sudah sampai di depan kantor Papa, nih. Aku akan segera ke sana.]

Sontak, Niko panik dan secepat kilat mengenakan kembali pakaiannnya dan merapikan baju serta kamar 'rahasianya'

"Kenapa Anda tampak gugup, Pak Presdir?" tanya Jessica yang telah mengenakan bajunya dan merapikan make up nya.

"Tania akan datang ke sini. Oh, gosssshhh, how could I forget that? Ak yang menyuruhnya datang ke sini dan aku juga yang lupa!" kesal Niko terduduk di kursinya, lemas.

"Relax, Sayang. Jika kau tegang seperti ini, Tania malah akan curiga. Aku akan mengambilkan kopi untukmu, oke." Jessica meninggalkan ruangan Niko dan membuka kembali tirai di ruangan Niko yang sempat tertutup rapat 

"Sial! Kenapa aku bisa sampai lupa, Tania akan datang ke sini, tapi aku malah ..." kesal Niko memijat keningnya dengan jempol dan jari telunjuknya.

Tok ... tok ... tok ...

Terdengar seseorang mengetuk pintu di ruangan Niko.

"Masuk,"

"Papah ...." suara lembut wanita anggun dan cantik dengan senyum mengembang terdengar menyapa Niko.

"Hi, Sayang. Masuklah," ucap Niko berdiri ke arah suara itu.

"Aku kangen Papa--bagaimana kabar Papa dan Mama?" tanya pemilik suara itu yang tak lain adalah Tania Wijaya.

"Papa dan mama selalu sehat, Sayang. Bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja? Bagaimana kabar suami tercintamu, Sayang?" tanya Papa terdengar seperti menyindir.

Tania hanya tersenyum kikuk dan sungkan pada sang papa. Dia tahu sejak awal sang papa tak menyukai Andre, Tania juga tahu jika sang papa kerap melakukan segala usaha untuk memisahkan dirinya dan Andre, namun berkat dukungan sang mama dan perjuangan mereka berdua, papa akhirnya lebih memilih untuk mengalah dan memberikan restunya untuk puteri semata wayangny. Setidaknya itulah rencana awal Niko Wijaya.

"Duduklah, Sayang. Apa kau sudah sarapan?" tanya Papa memegang lembut tangan puterinya.

"Sudah, Pah. Andre yang menyiapkan untukku. Ternyata, dia itu koki yang hebat. Tania tak tahu jika dia bisa memasak dengan begitu lezat, bahkan sarapan pagi ini pun, dia---" Tania langsung menutup mulutnya ketika ia melihat ekspresi sang papa terlihat tak menyenangkan.

"Oh, begitu. Syukurlah, Papa senang mendengarnya." jawab Papa melepaskan genggaman tangannya dari Tania dan berdiri menghadap cakrawala sepanjang mata memandang.

"Pah---"

Tok ... tok ... tok ...

"Sa--eh, Pak Presdir, ini kopi Anda," ucap Jessica hampir saja keceplosan memanggil Niko dengan 'Sayang'.

"Oh, letakkan saja di situ. Karen, kau mau minum apa? Biar Jessica membawakan minumanmu," ujar Papa menatap Tania datar.

"Tidak, Pah. Tania sudah kenyang," balasnya.

"Baiklah jika itu yang kau inginkan. Jes, tolong bawakan Nona Tania croissant plus kopi tanpa gula dan sedikit krimer kental di atasnya," perintah sang Papa.

"Pa---!" Tania agak meninggikan suaranya.

"Lakukan apa yang kuminta!" perintah Niko menatap tajam Jessica.

"Ba--baik, Pak," Jessica langsung bergegas meninggalkan ruangan Niko dengan rasa takut dan khawatir.

"Baru pertama kali kulihat Pak Presdir seperti itu. Ada apa sebenarnya di antara mereka berdua?" gumam Jessica segera bergegas pergi dan membawakan apa yang diminta Niko.

"Pa, apa Papa masih belum bisa menerima pernikahan kami? Apa Papa---"

"Jika Papa belum bisa menerima pernikahan kalian, kau tahu kan apa yang bisa Papa lakukan, Sayang?" tanya Papa dengan intonasi mendalam.

"Apa Papa akan melakukan seperti yang dulu Papa lakukan pada kami? Papa akan berusaha memisahkan kami lagi?" tanya Tania agak emosu.

"Papa hanya ingin kamu bahagia, Tania. Kenapa kau masih saja berpikiran buruk tentang Papa, Sayang? Apa kau pikir Papa akan selamanya menjadi orang jahat di matamu?" tanya Papa dengan suara lirih.

"Bu--bukan begitu, Pa maksud Tania. Hanya saja--" Tania menbungkam mulutnya tiba-tiba.

"Sayang, trust me, baby. Papa selama ini melakukan hal itu karena Papa ga mau kamu sampai menderita dan hidup susah. Papa yakin Andre itu--"

"Mulai lagi--" sela Tania emosi.

Papa mulai diam setelah Tania terdengar emosi menanggapi ucapannya. 

Tok ... tok ... tok ...

Suara ketukan pintu terdengar nyaring di ruangan besar itu.

"Masuk," ucap Niko melihat lurus ke arah pintu ruangannya.

Jessica masuk dengan membawa pesanan yang telah dipesankan oleh Niko sebelumnya. Sebuah plastik putih berlogo salah satu toko kue terkenal di Jakarta, diletakkan di meja kerja Niko beserta segelas kopi tanpa gula. Keduanya bergeming, saling menatap.

"Ma--maaf, apa ada yang harus saya kerjakan lagi, Pak Presdir?" tanya Jessica kikuk melihat 'kediaman' mereka berdua.

"Kau boleh keluar, Jess. Terima kasih," ucap Niko tanpa melihat Jessica.

"Baik, Pak. Permisi, Nona Tania." Jessica meninggalkan ruangan Niko dan kembali ke tempat kerjanya.

"Fuuuhhh ... suasana yang tak menyenangkan antara ayah dan anak. Tapi---ada apa ya? Kenapa mereka berdua seperti 'perang dingin' begitu?" gumam Jessica curi-curi melihat ke dalam ruangan Niko.

"Kenapa Papa memintaku datang?" tanya Tania datar.

Tanpa banyak basa-basi, Papa mengeluarkan sebuah amplop dan memberikannya pada Tania.

"Apa ini, Pah?" tanya Tania penasaran.

"Sebuah mimpi!" balas Papa singkat tanpa melihat Tania.

"Maksud--Papa?"

"Bukalah ketika kau berada di studiomu dan kau akan tahu," balas Papa lagi.

Tania terdiam, tak biasany papa bersikap dingin seperti ini.

"Pah----"

"Sayang, Papah masih banyak kerjaan. Kita akhiri saja percakapan pagi kita, ya. Terima kasih kau sudah mau datang, Sayang. Jika ada waktu, mampirlah untuk makan malam di rumah," ucap Papa sambil tersenyum dan melihat wajah Tania.

Tania masih bergemimg, seakan dibuat bingung oleh sikap papa yang tiba-tiba langsung berubah drastis, "Akan kuusahakan, Pah. Salam untuk mama." tambah Tania berjalan pasti meninggalkan ruangan kantor Niko.

Ruangan Dosen

"Cie ... pengantin baru ... gimana tuh rasanya semalem? Udah berapa kali 'perang', Pak?" kelakar salah satu dosen tempat Andre mengajar, Wisnu.

"Mantep, Bro. Ga salah pilih aku dengan dia. Masih rapet!" tambah Andre sambil tertawa lepas.

"Ehem----" suara mendehem dari salah seorang dosen wanita cantik di kampus Andre mengajar, Elliana terdengar di sela-sela obrolan kaum pria.

"Sst .. sst ..." Wisnu memberikan isyarat mata pada Andre yang duduk membelakangi pintu masuk ruangan dosen.

"Hallo, Bu Dosen cantik, apa kabar? Makin cantik aja ni kayaknya ..." ucap Wisnu seraya tersenyum menggoda.

"Pagi, Pak Wisnu. Kabar saya--sangat baik, bahkan jauh lebih baik," balas Elliana sambil melirik Andre yang masih tetap duduk membelakanginya.

"Dre, kamu ga mau nyapa dosen cantik ini, apa?" goda Wisnu sambil mencolek sikut Andre.

"Hmmmm---" balasnya.

"Pak, Wisnu, Anda dicari Bu Lily, beliau meninta Anda datang ke ruangannya sekarang," senyum Elliana.

"Baiklah, aku akan ke sana. Duluan, ya Dre, Nona cantik ..." Wisnu pun segera meninggalkan ruangan dosen dan menuju ruangan Lily, Dekan kampus mereka mengajar.

Elliana duduk mendekati Andre dan menatapnya lekat. Tangannya mulai membelai wajah Andre namun segera dipegang erat olehnya, siapa sangka! Tangan panjang nan gemulai itu bukannya disingkirkan dari wajah Andre, tapi dicium olehnya. Elliana tersenyum, memamerkan senyumannya yang mampu menawan setiap hati para pria, membuat jantung tiada berhenti bergejolak.

"Aku merindukanmu," ucap Elliana pelan.

Andre tersenyum dan berkata, "Akupun merindukanmu, Sayang."

Hubungan antara Elliana dan Andre memang bukanlah sebuah hubungan yang 'biasa'. Di kampus mereka memang dikenal akrab dan layaknya sahabat yang telah lama kenal, namun di luar kampus, siapa yang menyangka bahwa mereka telah melakukan hubungan terlarang dan jauh melebihi hubungan dari sekadar 'sahabat'.

"Jangan di sini. Kita masih di kampus," ucap Andre kemudian melepaskan genggaman tangannya dari Elliana.

"Jadi, di tempat biasanya---" goda Elliana dengan senyuman mautnya.

"Hari ini, sepertinya aku tak bisa. Aku harus menemani dia pergi dan aku sudah janji padanya," ucap Andre seraya membereskan mejanya.

Raut wajah Elliana yang awalnya sumringah berubah muram dan langsung menarik lengan Andre secara paksa.

"Eh,---" ucap Andre terkejut, "apa-apaan kau ini, Elli," tambahnya.

"Jadi sekarang kau lebih memilih dia daripada aku? Kau lebih memilih orang lain--"

"Dia istriku! Kami sudah menikah! Apa kau lupa itu?!" sahut Andre emosi.

Untung saja ketika mereka sedang bertengkar, ruangan dosen sepi karena memang bertepatan dengan jam mengajar sehingga tak ada yang mengetahui pertengkaran mereka.

Elliana terdiam, dia terpaku dan terkejut mendengar ucapan Andre. Pria yang dikenalnya kalem, lemah lembut dan selalu tersenyum itu kini seperti orang lain baginya.

"Jadi kau mulai mencintainya? Menyukainya? Kau mulai tergoda dan menikmati pernikahan semu ini?" perlahan tangan Elliana dilepaskan dari lengan Andre.

Andre menarik napas panjang dan melihat ke arah wanita cantik itu dengan tatapan lekat sambil memegang kedua tangannya dan berkata, "Sayang, tolong pahami posisiku, aku sudah menikah, aku memiliki istri sekarang, aku--"

"Aku tak peduli! Mau kau memiliki istri atau tidak ... aku menyukaimu, aku menyayangimu, aku cinta kamu, Sayang ..." tegas Elliana perlahan tapi pasti, bibirnya yang sensual mulai mendekati bibir Andre. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk merasakan kenikmatan dari dalam dan panasnya 'api terlarang' di antara mereka. Bibir yang saling mengulum dan sesekali bunyi desahan Elliana membuat Andre harus menahan keinginannya untuk mengeluarkan cairan miliknya. Tangan nakal Andre mulai bermain di tubuh Elliana, posisi yang tidak menguntungkan pun akan menjadi menguntungkan untuk mereka, dalamnya lidah mereka saling bertemu membuat dua insan beda status ini menjadi agak liar. Sesekali siluet mereka menunjukkan pose menantang dan menegangkan. Andre kini benar-benar dalam keadaan yang tak 'stabil', pikirannya tak cukup kuat menahan godaan sang Lilith, Elliana yang semakin dalam desahannya membuat Andre benar-benar terbang ke langit ketujuh. 

Krekkk ...

Suara pintu terdengar dari ruangan tempat Andre dan Elliana memadu kisah terlarang mereka. Dengan tergesa-gesa, Andre dan Elliana segera merapikan pakaian dan rambut mereka. "Eh, Bu Dosen masih di sini?" tanya Wisnu yang langsung menghampiri mereka berdua.

"Oh, A--Anda sudah selesai bertemu Bu Lily, Pak Wisnu?" tanya Elliana gugup.

"Ya, sudah. Beliau hanya membicarakan seputar kegiatan kampus untuk beberapa bulan ke depan," papar Wisnu yang melihat Andre dan Eliiana dengan tatapan curiga. 

"Kenapa? Ada apa?" tanya Andre sinis ke arah Wisnu.

Wisnu hanya tersenyum tanpa sepatah katapun dan langsung kembali ke mejanya. Sementara itu, Elliana berdiri dekat Andre dengan sikap kikuk dan gugup, sesekali merapikan baju dan roknya.

"Aku permisi dulu, masih ada yang harus aku selesaikan, Pak Wisnu, Pak Andre," ucap Elliana meninggalkan mereka berdua. 

"Aku tak mengerti dengan sikapmu, Andre. Seharusnya 'api' itu kau padamkan, bukan? Sebelum membara dan membakar seisi rumah," papar Wisnu sambil membuka notebook-nya.

"Apa maksudmu?" Andre menghentikan kegiatannya membaca buku.

Namun Wisnu enggan menyelesaikan ceritanya dan lebih memilih fokus dengan notebook-nya.

"Apa memang pernikahanku ini ... pernikahan semu? Semu ... bayangan? Apa ... aku mulai mencintai Tania? Apa benar aku akan mampu menjalani pernikahan ini hingga akhir?" batin Andre melihat foto pernikahan mereka di meja kerjanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Chiquitita Nikita Budi Putri
❤️❤️❤️padahal baru baca bab 2 tapi udh sebagus itu, penyampaian cerita sederhana tidak bertele² jadi mudah terbayangkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status