Fia melihat ke arah yang di tunjuk Disa hingga pandangannya melihat ke arah lantai 3, dan saat Fia menatap ke arah yang di maksud oleh Disa. Fia hanya bisa menatap dingin dan datar.
Disa yang mengetahui kebodohannya pun merutuki dirinya sendiri, karena Disa tak tau jika Fia bisa melihat hal-hal seperti dirinya. Disa tahunya Fia hanya manusia biasa yang tak bisa melihat hal-hal seperti itu.
Sebenarnya Fia juga tak bisa melihat sosok itu secara terperinci seperti Disa, dia hanya bisa melihat banyangan. Dan yang dia lihat tadi bayangan bewarna merah yang menandakan sosok tadi penuh akan dendam dan kebencian.
"Ngomong-ngomong kok masih sepi ya" kata Disa sambil melihat sekeliling.
"Iya ya, jam berapa emang?" tanya Yara sambil menatap Disa.
"Ya ampun kita udah telat" kata Disa saat menatap ke arah jam tangannya.
"What?" kata Yara terkejut.
"Nih" ujar Disa sambil melihatkan jam tangan miliknya.
"Loh kok bisa? Padahal kita cuma sebentar tadi" kata Yara dengan raut wajah terkejut.
"Udahlah ayo cepet, keburu kena omel" kata Fia dan berlari ke arah lapangan sekolah.
Mereka pun dengan tergesa-gera berlari menuju lapangan. Sesampainya di sana mereka langsung di panggil oleh kakak pembina dan mau tak mau mereka menuju ke sana untuk menerima hukuman.
Mereka di hukum untuk berlari mengelilingi lapangan hingga 3 putaran.
"Capek" keluh Yara di sela-sela larinya.
"Aku juga capek" kata Disa menyahuti perkataan Yara tadi.
Fia hanya diam dan menerima hukumannya dengan tenang. Pandangannya terfokus ke arah teman-temannya. Saat dia menatap ke arah Disa, Fia sedikit merasa aneh karena tiba-tiba tubuh Disa menegang beberapa detik. Walau pun tak ketara tapi gerak gerik Disa dapat di lihat oleh Fia.
"Kenapa?" tanya Fia kepada Disa.
"Gak gak papa kok" kata Disa bohong.
"Bohong?" kata Fia dengan senyum anehnya dan tatapan tajamnya.
'Fia kalau kayak gini nakutin' batin Disa sambil menatap ke arah lain untuk menghindari tatapan dari Fia.
Disa kembali menatap ke arah Fia dan Fia masih menatap Disa dengan tajam.
"Fia jangan natap aku kayak gitu, kamu nakutin kalau natap kayak gitu" kata Disa dengan wajah memelas.
"Hufft, jawab" kata Fia dengan nada tegas.
"Iya, tadi aku liat ada seseorang natap kita dari lantai dua" jelas Disa sambil melihat ke arah lain.
"Oh" jawab Fia sekenannya.
Mereka melanjutkan lari dengan tenang dan terkadang Yara mengeluh capek. Karena lapangan yang mereka putari cukup besar.
"Kak sudah!" kata Fia lumayan keras kepada kakak pembina memberi tahu bahwa mereka sudah menyelesaikan hukumannya.
"Hm, kalau sudah ikut berbaris di sana" kata kakak pembina dan menunjuk ke arah barisan para siswa.
"Baik" kata mereka serempak.
"Dan besok jangan di ulangi lagi" kata kakak pembina cowok dengan tegas.
"Iya" jawab mereka bertiga dengan malas.
Kegiatan pramuka pun sudah di mulai dan mereka menyimak dengan seksama. Hingga waktu jam istirahat datang.
"Duduk di mana nih?" tanya Yara sambil menatap kesana kesini mencari bangku yang kosong.
Hingga mata Yara melihat bangku yang kosong di belakan batu besar.
"Disana yuk" kata Yara dan menarik Disa dan Fia ke arah bangku tadi.
"Enak ya duduk sini? Sejuk" kata Yara dengan senyum mengembang.
"Hm, lumayan enak" kata Fia menjawab perkataan Yara tadi.
"Fiks, ini jadi tempat kesukaan gue" kata Yara dengan tiba-tiba.
Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka bertiga. Hingga suara Disa terdengar.
"Fi" panggil Disa sambil menatap Fia dengan sorot serius.
"Kenapa?" tanya Fia dengan dahi mengkerut heran.
"Itu.." kata Disa mengantung sambil menunjuk ke satu titik.
Fia mengikuti arah tunjuk Disa dan di sana lebih tepatnya tak jauh dari tempat mereka duduk ada bayangan hitam. Bayangan hitam itu adalah sosok tak terlihat. Sosok itu berwarna hitam yang manandakan kesedihan, kesepian dan keputusasaan.
"Di sana ada kakak-kakak yang lagi nangis sambil nunduk" lanjut Disa menjelaskan.
"Terus?" kata Fia sambil menatap Disa serius.
"Aku mau tanya ke dia tapi takut" kata Disa dengan senyum tak jelasnya.
"Ya udah tanya aja" kata Fia dengan nada tenang.
"Tapi takut" kata Disa dengan raut wajah bingung.
"Gue di belakang" kata Fia dan bangun dari duduknya.
"Terus Yara gimana?" tanya Disa sambil menatap Fia bingung.
"Ikut" kata Fia dan menarik tangan Yara secara tiba-tiba.
Yara yang tak paham pun merasa bingun karena tangannya di tarik tiba-tiba oleh fia.
"Ikut ke mana?" tanya Yara dengan raut wajah bertanya.
"Udah ikut aja, ayok" kata Fia dengan tangan yang masih menarik tangan Yara.
"Loh?" gumam Yara dengan heran.
Disa berjalan di depan Fia dan Yara dengan raut wajah tenang. Jika dia memasang raut wajah takut atau tegang takunya nanti ada orang yang lihat dan menatap mereka aneh.
Disa berjalan hingga ke arah tempat sosok tadi berada dan duduk di sampingnya, sedangkan Fia berdiri di dekat Disa dengan tangan yang masih mengenggam tangan milik Yara.
"Hai kak" kata Disa dengan nada pelan tapi masih bisa di dengar oleh Fia dan Yara. Yara yang mendengar perkataan Disa tadi pun merasa terkejut dan takut dalam waktu bersamaan. Dia berniat ingin berlari dari sana tapi terhalang oleh tangan milik Fia.
"Diem" kata Fia dengan tegas.
Yara yang mendengar ucapan Fia tadi mulai menatap Fia dengan tatapan harap-harap cemas.
"Gue lepas tangan lu tapi muka lu jangan kayak gitu, entar di kira lu aneh" kata Fia dengan raut wajah tenang.
"O-oke" kata Yara sambil menenangkan detak jantungnya.Tangan Yara pun terlepas dari genggaman Fia.Yara berlari ke arah bangku yang mereka tempati tadi.
Fia yang melihat tingkah Yara pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Kakak kenapa nangis?" tanya Disa kepada sosok tadi.
Fia yang penasaran pun mulai duduk didekat Disa dan mendengarkan obrolan Disa dengan sosok tadi.
"Kakak gak perlu sedih, ada aku dan dua temen aku" kata Disa dengan senyum manisnya.
Saat Fia mendengar apa yang di katakan oleh Disa dengan penasaran dia melihat ke arah banyangan tadi. Fia sedikit terkejut karena bayangan tadi sudah tak sepekat tadi. Itu menandakan sosok itu tak sesedih tadi dan mulai tenang.
Fia mengangkat sedikit ujung bibirnya mengulas senyuman. Karena baru pertama kali dia bisa melihat perubahan suasana pada sosok tak terlihat.
"Namanya siapa Dis?" tanya Fia dengan penasaran.
"Oh ya kak, nama kaka siapa?" kata Disa menanyakan pertanyaan Fia tadi.
"Oh Rita, kalau aku panggil kak Rita boleh?" tanya Disa dengan senyum manisnya.
"Rita?" gumang Fia sambil melihat ke arah bayangan tadi dan sedetik kemudian senyum Fia kembali hadir.
"Fia dia penasaran sama kamu" kata Disa tiba-tiba.
"Halo, saya Fia dan yang sedang duduk di sana namanya Yara" kata Fia dengan senyum singkatnya.
Fia melihat ke arah sosok tadi dan terlihat sosok tadi belajan ke arah Yara berada. Fia yang melihat itu pun tersenyum jail.
"Yara di dekat mu!" kata Fia dengan suara agak keras.
Yara yang mendengar perkataan Fia pun dengan terkejut langsung berlari ke arah Fia. Sedangkan Disa merasa heran dengan ucapan Fia tadi.
'Bukannya Fia gak bisa liat ya? Kok bisa tau?' batin Disa sambil menatap Fia penuh tanda tanya.
"Fia, jangan nakutin" kata Yara sambil memeluk erat lengan Fia.
"Hahaha, lu lucu" kata Fia dengan tawa renyahnya.
"Fia mah, lu bohongin gue?" kata Yara dengan nada kesal.
"Haha, iya" kata Fia dengan tawanya. Terjawab sudah pertanyaan di beka Disa dan dengan senyum geli Disa menatap kedua temannya.
"Fia!" ucap Yara dengan nada suara kesal.
"Haha" melihat raut wajah kesal Yara membuat tawa Fia pecah seketika.
"Tapi Ra bener kata Fia tadi, kak Rita tadi nyamperin kamu mau duduk di dekat kamu" kata Disa menjelaskan.
"Rita?" tanya Yara dengan raut wajah bingung.
"Iya nama sosok tadi Rita" balas Fia dengan senyum kecilnya.
"Oh" kata Yara sambil menganggukan kepalanya.
"Dia sekarang di mana Dis?" tanya Yara penasaran.
"Di samping kamu" jawab Disa dengan senyum mengembang.
"Hah?" kata Yara dengan raut wajah terkejut dan tubuhnya menjadi kaku dalam sekejap.
"Haha, wajah lu kondisikan. Makin jelek tau"kata Fia mengejek dengan tawa yang pecah saat melihat ekpresi wajah dari Yara.
"Fi kamu tenyata manis ya kalau senyum" kata Disa tiba-tiba dengan senyum tulusnya.
Fia yang mendengar perkataan Disa tadi dengan sekejap raut wajahnya menjadi datar.
"Hm" jawab Fia dengan wajah datarnya.
"Loh?" kata Disa dengan wajah tak percaya dengan perubahan raut wajah Fia.
"Udah yuk balik ke lapangan, entar kena hukum lagi" kata Yara dan berlari ke arah lapangan dan di ikuti ole Fia di belakangnya dengan berjalan santai, sedangkan Disa sedang berpamitan dengan sosok tadi. Setelah itu dia mulai berjalan menyusul langkah kedua temannya dengan langkah cepat.
Beberapa hari setelah kejadian waktu itu. Mereka sudah memutuskan untuk membatalkan rencana untuk menulusuri sekolah mereka. Disinilah mereka sekarang dalam kegiatan belajar mengajar. Hingga kedatangan sosok yang kemarin baru mereka kenal. 'Hai' sapa kak Rita yang berada di samping Disa. "Hai kak" jawab Disa tanpa mengalihkan pandangannya. 'Aku boleh minta bantuan sama kamu?' tanya kak Rita dengan nada penuh harap. "Bantuan? Kalau bisa kami bantu kami usahain bantu kak. Memangnya minta bantuin apa?" tanya Disa heran. 'Boleh minta tanganya?' tanya kak Rita sambil menjulurka tangannya di depan Disa. "Tangan?" kata Disa dengan bingung. 'Hm, aku mau nunjukin sesuatu' kata kak Rita dengan nada sedih. "Oh, ini" kata Disa dan kak Rita mulai memegang tangan Disa. Setelah itu... { Disa POV } Disa tiba-tiba berpindah ke tempat yang tak dia ketahui bahkan tempat ini sangat gelap tak ada pencahayaan sama sekali. Disa memutuskan berjalan walau ada rasa takut di dirinya. Baru beberapa l
Sesampainnya di kelas Disa mulai meredakan tangisnya. "Lu kenapa Dis?" tanya Yara penasaran. "..." Disa diam seribu kata, dia menatap kosong ke bawah. "Dia butuh waktu" kata Fia sambil mengelus punggung Disa. "Gue serahin Disa ke elu jangan buat dia nangis dan ajak bicara gue mau beli teh anget" kata Fia dan berjalan pergi meninggalkan Disa dan Yara di dalam kelas. Seisi kelas hanya menatap ke arah mereka bingung. "Dis lu kenapa?" tanya Yara sambil menatap Disa sedih. "..." Disa masih diam membisu tak mau bicara. "Dis bicara dong jangan buat gue takut" kata Yara dengan raut sedih. "Gue takut Yar" kata Disa sambil menatap ke arah Yara dengan raut wajah sedih dan takut. "Takut kenapa? Bilang sama gue" kata Yara sambil menatap Disa penuh tanda tanya. "Gue... gue gak bisa bilang sekarang" kata Disa dan tangisnya pun mulai pecah kembali. Yara yang melihat Disa kembali menangis pun mulai kelabakan, bingung ingin melakukan apa. "Disa kenapa Yar?" tanya salah satu teman kelas merek
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Disinilah mereka sekarang, masih di dalam kelas. "Oke, jadi waktu aku di masa lalu kak Rita lebih tepatnya kejadian saat kak Rita meninggal..." kata Disa tergantung. "Ternyata sebelum meninggal kak Rita di jebak sama tiga lelaki" lanjut Disa sambil menatap ke lantai. "Terus" kata Fia dengan nada serius. "Di jebak?" kata Yara sambil menatap ke arah Disa tak percaya. "Iya tapi aku gak tau kelanjutannya kayak gimana" kata Disa dengan nada suara sedih. "Terus" kata Fia lagi dengan datar. "Waktu aku pindah tempat aku panik dan cari keberadaan kak Rita yang ternyata kak Rita sudah tak bernyawa dengan tubuh yang berlumuran darah" kata Disa mulai kembali cerita. "Tiga laki-laki tadi?" tanya Fia dengan heran. "Gak tau" jawab Disa sambil mengangkat bahu tak tahu. "Huff" hembusan nafas dari Fia. 'Cukup rumit, kemungkinan dia di lecehkan dan bunuh diri?' batin Fia setelah berpikir dengan cermat. Fia memikirkan apa yang tadi Di
Sudah dua hari mereka mencari petunjuk tapi tak ada yang mereka dapat. "Ini gimana?" tanya Disa sambil menompa dagunya. "Gak tau gue" kata Yara menjawab pertanyaan dari Disa barusan. "Ck, bego!" kata Fia dengan tiba-tiba dengan suara cukup keras. "Eh buju buset!" kaget Yara. Ada beberapa pasang mata yang menatap mereka aneh. Fia yang melihat tatapan dari mereka pun membalas menatap mereka dengan tajam. Orang yang tadi menatap mereka aneh dengan segera mengalihkan tatapan. "Kenapa Fi?" tanya Disa sambil menatap Fia heran. "Lu kan bisa ngeliat hantu kenapa gak kita pergunain aja" kata Fia dengan nada pelan agar tak ada yang mendengar. "Iya juga ya" kata Yara sambil menatap Disa aneh. "Makannya itu, aku lupa" kata Disa sambil mengaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya udah Dis mulai sekarang coba tanya-tanya sama hantu yang ada disini" kata Yara dengan semangat barunya. "Oke" balas disa dengan senyum semangatnya. "Woy! Ada dua murid baru, cogan semua lagi" kata seorang siswi deng
Alvin yang melihat sikap aneh temennya pun merasa bingung. Karena sendari tadi dia melihat temannya melihat ke arah Fia terus-menerus. "Lu kenapa?" tanya Alvin pada intinya. Yuan yang mendengar pertanyaan dari temennya pun hanya bisa mengerutkan dahinnya bingung. "Lu kenapa ngeliatin tuh cewek sampek kek gitu?" kata Alvin lagi. "Gak" jawab Yuan dengan datar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lu suka sama cewek model kayak gitu?" tanya Alvin penuh selidik. Yuan yang mendengar pertanyaan dari Alvin pun hanya menganggap angin lalu. "Ck" decak kesal dari Alvin karena di abaikan oleh Yuan. "Kalau penasaran cari tau, kalau suka pepet jangan kasih kendor" kata Alvin kepada Yuan. Yuan yang mendengar perkataan Alvin hanya menatapnya dengan datar. "Woy! Buruan waktu gue terlalu berharga!" kata Fia lumayan keras saat melihat kedua cowok itu asik ngombrol sendiri. "Sabar elah" balas Alvin sambil memutar bola matanya dengan malas. "Ayok" kata Alvin dan berjalan mengikuti langka
Bel istirahat sudah berbunyi sendari tadi dan disinilah mereka sekarang di bangku belakang yang ada di kelas. "Kita mulai nanti setelah pulang sekolah" kata Fia datar. "Oke" kata Disa dengan senyum senangnya. "Harus banget ya?" tanya Yara tak yakin dengan keputusan Fia. "Kalau takut pulang aja" kata Fia dengan santai. "Siapa bilang gue takut, gue cuma sedikit gak yakin aja" kata Yara mengelak tidak mau mengakui ketakutannya. "Hm" respon Fia dengan malas. "Emm, ke kantin yuk aku laper" ajak Disa sambil melihat ke arah teman-temannya. "Gue juga laper" kata Yara menyetujui ajakan Disa tadi. "Fi?" tanya Disa sambil menata Fia. "Gue di sini" kata Fia tanpa ekspresi. "Oke kita duluan" kata Disa dan menarik tangan Yara berjalan keluar kelas. "Hm" balas Fia malas. Fia mulai menyibukkan diri dengan novel miliknya. Beberapa menit Fia sibuk dengan novel miliknya hingga ada seseorang yang berdiri di depan mejanya. Dalam diam orang itu meletakkan makanan dan minuman di meja Fia. "Mak
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu dan sekolah sudah lumayan sepi, saat ini mereka masih di dalam kelas. "Gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. "Sekarang aja, sekolah juga sudah sepi" kata Disa menjawab pertanyaan Yara. Sedangkan Fia, dia masih sibuk dengan novel di tangannya. "Fia ayo!" kata Disa sambil menatap Fia horror. "Hm" balas Fia sambil bangkit dari duduknya. Yara dan Disa berjalan di depan sedangkan Fia di belakang dengan pandangan fokus ke novel. "Mulai dari lantai tiga atau gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. Fia yang di tatap Yara hanya mengangkat bahu acuh. "Lantai tiga aja" kata Disa dengan senyuman. Fia yang mendengar jawaban dari Disa hanya bisa memutar mata malas. "Kalau kayak gitu buang-buang waktu" kata Fia dengan nada malas. "Eh? Iya juga ya" kata Disa sambil mengaruk lehernya yang tak gatal. Gimana Fia tak bilang seperti itu 'kan kalau ke lantai atas pansti lewatnya dari lantai bawah. Jadi otomatis j
Sudah tiga hari mereka melakukan keliling sekolah dan setiap keliling pasti ada gangguan dari mereka. Entah itu gagguan kecil atau besar. Tapi mereka sudah bertekat untuk menyelesaikan masalah ini. Disinilah mereka sekarang di kantin dengan wajah lelah. "Yakin mau lanjutin?" tanya Yara tak yakin. "Hm, udah terlanjur di tengah jalan, masa kita mau berhenti gitu aja?" kata Disa dengan wajah yang dia letakkan di atas meja. "Tapi..." kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kenapa?" tanya Fia dengan raut heran. "Aku ngerasa mereka gak terima kita buat ngungkit masalah ini" kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kalau pun kita berhenti di sini, emang ada jaminan kalau kita bakal terhindar dari mereka?" kata Fia dengan raut wajah tenang. "Kita udah terlanjur masuk, kalau kita keluar gak ada jaminan buat kita terbebas dari mereka" lanjut Fia dengan raut wajah serius. "Dan gue kira mereka udah nandain wajah kita" kata Fia dengan tenang dan meminum jus miliknya. "Maksud lu?" tanya Yara