Beberapa hari setelah kejadian waktu itu. Mereka sudah memutuskan untuk membatalkan rencana untuk menulusuri sekolah mereka.
Disinilah mereka sekarang dalam kegiatan belajar mengajar. Hingga kedatangan sosok yang kemarin baru mereka kenal.
'Hai' sapa kak Rita yang berada di samping Disa.
"Hai kak" jawab Disa tanpa mengalihkan pandangannya.
'Aku boleh minta bantuan sama kamu?' tanya kak Rita dengan nada penuh harap.
"Bantuan? Kalau bisa kami bantu kami usahain bantu kak. Memangnya minta bantuin apa?" tanya Disa heran.
'Boleh minta tanganya?' tanya kak Rita sambil menjulurka tangannya di depan Disa.
"Tangan?" kata Disa dengan bingung.
'Hm, aku mau nunjukin sesuatu' kata kak Rita dengan nada sedih.
"Oh, ini" kata Disa dan kak Rita mulai memegang tangan Disa.
Setelah itu...
{ Disa POV }
Disa tiba-tiba berpindah ke tempat yang tak dia ketahui bahkan tempat ini sangat gelap tak ada pencahayaan sama sekali.
Disa memutuskan berjalan walau ada rasa takut di dirinya. Baru beberapa langkah bisa dia lihat ada satu buah lilin yang menyala di tempatkan di dalam teko yang ada di film aladin tapi ini lebih besar dan tak ada penutupnya.
Disa mengambil lilin tadi sebagai pencahayaannya saat dia mengambil lilin tadi tiba-tiba tubuhnya seperti berpindah tempat.
Saat Disa membuka mata dia sedikit terkejut karena dia berada di kelasnya tadi tapi dalam keadaan kosong tak ada orang satu pun. Dengan tergesah-gesah Disa berlari keluar kelas dan betapa terkejutnya dia sekolahannya yang saat ini sangat berbeda tak seperti yang dia kenal.
"Aku di mana?" tanya Disa kepada dirinya sendiri.
"Disini sangat sepi, bahkan satu manusia tak ada" katanya sambil melihat sekelilingnya.
Disa memutuskan untuk berkeliling siapa tau dia bisa menemukan seseorang yang bisa membantunnya.
Saat di belokan koridor Disa mendengar bisik-bisik seseorang dengan semangat Disa berlari ke arah tersebut.
Tapi saat Disa mendengar ucapa bebarapa lelaki tadi, dia merasa terkejut.
'Gimana sampek di sini lancar?' tanya salah satu di antara mereka yang berpenampilan cukup berantakan.
'Hm, lancar bentar lagi dia dateng' kata yang lainnya dengan senyum puas.
'Bego amat sih tuh cewek' kata yang lainnya menimpali.
'Gak papa yang penting dia udah masuk perangkap' kata cowok yang tadi.
"Apa maksudnya? Perangkap?" tanya Disa bingung sambil menatap ke arah tiga cowok tadi.
Saat Disa sedang sibuk memikirkan ucapan para lelaki tadi. Tiba-tiba ada yang berjalan di sampingnya tapi bagikan tak terlihat, orang itu menghiraukan kehadirannya.
Saat Disa melihat ke arah orang tadi betapa terkejutnya dia.
"Kak Rita?" Kata Disa tak percaya dengan raut wajah terkejut.
"Jangan-jangan perempuan yang mereka bicarain kak Rita" kata Disa dengan raut wajah terkejut.
'Hai' sapa Rita dengan senyum manisnya.
'Hai' balas ketiga lelaki tadi dengan senyum jail, tapi Rita tak tau maksud dengan itu semua.
"Mau apa mereka?" ucap Disa dengan geram dan was-was.
'Mana buku aku' kata Rita sambil menyodongkan tangannya.
'Ada di sana' kata salah satu cowok tadi sambil menunjuk ke arah tempat Disa.
'Ya udah ayo ambil' kata Rita dan berjalan ke arah tempat yang orang tadi tunjuk.
'Ayo' kata salah satu di antara mereka dan berjalan di depan Rita dan yang dua berjalan di belakang Rita.
Saat mereka berjalan ke arah tempat tadi, Disa di buat terkejut saat salah satu laki-laki yang berjalan di belakang Rita mengambil kayu dan mengangkatnya tinggi-tinggi untuk memukul Rita dari belakang.
"Kak Rita awas!" teriak Disa sambil berlari ke arah Rita tapi nihil tubuhnya menembus tubuh Rita begitu saja.
"Apa-apaan ini?" gumam Disa tak paham.
Bhuk
Disa mendengar suara hantaman itu, saat dia melihat ke arah belakang dirinya di kejutkan dengan sosok Rita yang sudah tak berdaya di atas lantai.
"Kak Rita!" teriak Disa dengan histeris.
'Bawa dia di gudang' kata salah satu pria tadi dengan nada menyuruh.
'Elah nyusahin lu, padahal elu yang nikmatin kita yang susah' kata yang lainnya dan mau tak mau membawa Rita ke gudang yang tadi di tunjuk.
'Entar juga kebagian' ucap orang tadi dengan tenang.
Disa masih mematung di tempat dan menatap ke depan dengan sorot mata kosong. Sekarang dia paham maksud dari kata-kata mereka tadi.
"Kak Rita!" teriak Disa setelah sadar dari diamnya. Setelah itu dia dengan cepat berlari ke arah tempat tadi. Disa mulai berjalan untuk mendekati tubuh kak Rita yang sedang terbaring lemah di atas lantai tapi langkahnya terhenti karena dia merasa tubuhnya terlempar ke tempat yang baru yaitu dekat batu besar yang ada di depan ruang guru.
Dia mulai berlari mencari sosok Rita. Saat dia berlari mencari sosok Rita betapa terkejutnya dia saat melihat keluar sekolahan lebih tepatnya jalan raya yang ada di sana.
Disana dia melihat tubuh rita yang tak berdaya dengan tubuh penuh dengan darah. Tak jauh dari sosok Rita ada sebuah mobil hitam dengan lampu yang masih menyala.
"Kak rita!" teriak histeris Disa sambil berlari ke arah tubuh Rita.
"Kak bangun" kata Disa dan ingin menyentuh tubuh tak berdaya Rita tapi tangannya menembus begitu saja.
"Kak Rita" kata Disa mulai meneteskan air matanya.
Saat dia memejamkan mata...
"Kak Rita!" teriak Disa sambil bangun dari tidurnya.
"Dis?" kata Yara bingung.
"Loh?" kata Disa kaget saat dia melihat ke sekeliling ruangan.
"Lu tadi tiba-tiba pingsan" kata Fia dengan datar.
"Tapi.." kata Disa tergantung dengan wajah sedihnya.
Fia yang melihat perubahan raut wajah Disa pun merasa heran.
"Lu mau kemana?" tanya Yara saat melihat Disa turun dari atas kasur uks dan berjalan keluar.
"Ke kelas" kata Disa dengan raut sedih.
"Tap-" kata Yara terpotong dengan tepukan di bahunya.
"Ikutin aja" kata Fia dengan raut serius setelah itu berjalan mengikuti langkah Disa dan di ikuti Yara di belakangnya.
Di sepanjang koridor Disa hanya menunduk dengan ekspresi sedih. Saat dia melewati gudang yang tadi. Tiba-tiba dia teringat kejadian tadi setelah itu air mata yang dia tahan sendari tadi pun turun begitu saja.
Fia yang melihat itu pun dengan segera menghampiri Disa dan memeluknya.
"Tenangin diri lu" kata Fia dengan nada lembut.
"Disa kenapa Fi?" tanya Yara sambil menatap heran ke arah Disa.
"Jalan dulu" kata Fia dan menuntun Disa jalan ke arah kelas mereka berada.
Sesampainnya di kelas Disa mulai meredakan tangisnya. "Lu kenapa Dis?" tanya Yara penasaran. "..." Disa diam seribu kata, dia menatap kosong ke bawah. "Dia butuh waktu" kata Fia sambil mengelus punggung Disa. "Gue serahin Disa ke elu jangan buat dia nangis dan ajak bicara gue mau beli teh anget" kata Fia dan berjalan pergi meninggalkan Disa dan Yara di dalam kelas. Seisi kelas hanya menatap ke arah mereka bingung. "Dis lu kenapa?" tanya Yara sambil menatap Disa sedih. "..." Disa masih diam membisu tak mau bicara. "Dis bicara dong jangan buat gue takut" kata Yara dengan raut sedih. "Gue takut Yar" kata Disa sambil menatap ke arah Yara dengan raut wajah sedih dan takut. "Takut kenapa? Bilang sama gue" kata Yara sambil menatap Disa penuh tanda tanya. "Gue... gue gak bisa bilang sekarang" kata Disa dan tangisnya pun mulai pecah kembali. Yara yang melihat Disa kembali menangis pun mulai kelabakan, bingung ingin melakukan apa. "Disa kenapa Yar?" tanya salah satu teman kelas merek
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Disinilah mereka sekarang, masih di dalam kelas. "Oke, jadi waktu aku di masa lalu kak Rita lebih tepatnya kejadian saat kak Rita meninggal..." kata Disa tergantung. "Ternyata sebelum meninggal kak Rita di jebak sama tiga lelaki" lanjut Disa sambil menatap ke lantai. "Terus" kata Fia dengan nada serius. "Di jebak?" kata Yara sambil menatap ke arah Disa tak percaya. "Iya tapi aku gak tau kelanjutannya kayak gimana" kata Disa dengan nada suara sedih. "Terus" kata Fia lagi dengan datar. "Waktu aku pindah tempat aku panik dan cari keberadaan kak Rita yang ternyata kak Rita sudah tak bernyawa dengan tubuh yang berlumuran darah" kata Disa mulai kembali cerita. "Tiga laki-laki tadi?" tanya Fia dengan heran. "Gak tau" jawab Disa sambil mengangkat bahu tak tahu. "Huff" hembusan nafas dari Fia. 'Cukup rumit, kemungkinan dia di lecehkan dan bunuh diri?' batin Fia setelah berpikir dengan cermat. Fia memikirkan apa yang tadi Di
Sudah dua hari mereka mencari petunjuk tapi tak ada yang mereka dapat. "Ini gimana?" tanya Disa sambil menompa dagunya. "Gak tau gue" kata Yara menjawab pertanyaan dari Disa barusan. "Ck, bego!" kata Fia dengan tiba-tiba dengan suara cukup keras. "Eh buju buset!" kaget Yara. Ada beberapa pasang mata yang menatap mereka aneh. Fia yang melihat tatapan dari mereka pun membalas menatap mereka dengan tajam. Orang yang tadi menatap mereka aneh dengan segera mengalihkan tatapan. "Kenapa Fi?" tanya Disa sambil menatap Fia heran. "Lu kan bisa ngeliat hantu kenapa gak kita pergunain aja" kata Fia dengan nada pelan agar tak ada yang mendengar. "Iya juga ya" kata Yara sambil menatap Disa aneh. "Makannya itu, aku lupa" kata Disa sambil mengaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya udah Dis mulai sekarang coba tanya-tanya sama hantu yang ada disini" kata Yara dengan semangat barunya. "Oke" balas disa dengan senyum semangatnya. "Woy! Ada dua murid baru, cogan semua lagi" kata seorang siswi deng
Alvin yang melihat sikap aneh temennya pun merasa bingung. Karena sendari tadi dia melihat temannya melihat ke arah Fia terus-menerus. "Lu kenapa?" tanya Alvin pada intinya. Yuan yang mendengar pertanyaan dari temennya pun hanya bisa mengerutkan dahinnya bingung. "Lu kenapa ngeliatin tuh cewek sampek kek gitu?" kata Alvin lagi. "Gak" jawab Yuan dengan datar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lu suka sama cewek model kayak gitu?" tanya Alvin penuh selidik. Yuan yang mendengar pertanyaan dari Alvin pun hanya menganggap angin lalu. "Ck" decak kesal dari Alvin karena di abaikan oleh Yuan. "Kalau penasaran cari tau, kalau suka pepet jangan kasih kendor" kata Alvin kepada Yuan. Yuan yang mendengar perkataan Alvin hanya menatapnya dengan datar. "Woy! Buruan waktu gue terlalu berharga!" kata Fia lumayan keras saat melihat kedua cowok itu asik ngombrol sendiri. "Sabar elah" balas Alvin sambil memutar bola matanya dengan malas. "Ayok" kata Alvin dan berjalan mengikuti langka
Bel istirahat sudah berbunyi sendari tadi dan disinilah mereka sekarang di bangku belakang yang ada di kelas. "Kita mulai nanti setelah pulang sekolah" kata Fia datar. "Oke" kata Disa dengan senyum senangnya. "Harus banget ya?" tanya Yara tak yakin dengan keputusan Fia. "Kalau takut pulang aja" kata Fia dengan santai. "Siapa bilang gue takut, gue cuma sedikit gak yakin aja" kata Yara mengelak tidak mau mengakui ketakutannya. "Hm" respon Fia dengan malas. "Emm, ke kantin yuk aku laper" ajak Disa sambil melihat ke arah teman-temannya. "Gue juga laper" kata Yara menyetujui ajakan Disa tadi. "Fi?" tanya Disa sambil menata Fia. "Gue di sini" kata Fia tanpa ekspresi. "Oke kita duluan" kata Disa dan menarik tangan Yara berjalan keluar kelas. "Hm" balas Fia malas. Fia mulai menyibukkan diri dengan novel miliknya. Beberapa menit Fia sibuk dengan novel miliknya hingga ada seseorang yang berdiri di depan mejanya. Dalam diam orang itu meletakkan makanan dan minuman di meja Fia. "Mak
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu dan sekolah sudah lumayan sepi, saat ini mereka masih di dalam kelas. "Gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. "Sekarang aja, sekolah juga sudah sepi" kata Disa menjawab pertanyaan Yara. Sedangkan Fia, dia masih sibuk dengan novel di tangannya. "Fia ayo!" kata Disa sambil menatap Fia horror. "Hm" balas Fia sambil bangkit dari duduknya. Yara dan Disa berjalan di depan sedangkan Fia di belakang dengan pandangan fokus ke novel. "Mulai dari lantai tiga atau gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. Fia yang di tatap Yara hanya mengangkat bahu acuh. "Lantai tiga aja" kata Disa dengan senyuman. Fia yang mendengar jawaban dari Disa hanya bisa memutar mata malas. "Kalau kayak gitu buang-buang waktu" kata Fia dengan nada malas. "Eh? Iya juga ya" kata Disa sambil mengaruk lehernya yang tak gatal. Gimana Fia tak bilang seperti itu 'kan kalau ke lantai atas pansti lewatnya dari lantai bawah. Jadi otomatis j
Sudah tiga hari mereka melakukan keliling sekolah dan setiap keliling pasti ada gangguan dari mereka. Entah itu gagguan kecil atau besar. Tapi mereka sudah bertekat untuk menyelesaikan masalah ini. Disinilah mereka sekarang di kantin dengan wajah lelah. "Yakin mau lanjutin?" tanya Yara tak yakin. "Hm, udah terlanjur di tengah jalan, masa kita mau berhenti gitu aja?" kata Disa dengan wajah yang dia letakkan di atas meja. "Tapi..." kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kenapa?" tanya Fia dengan raut heran. "Aku ngerasa mereka gak terima kita buat ngungkit masalah ini" kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kalau pun kita berhenti di sini, emang ada jaminan kalau kita bakal terhindar dari mereka?" kata Fia dengan raut wajah tenang. "Kita udah terlanjur masuk, kalau kita keluar gak ada jaminan buat kita terbebas dari mereka" lanjut Fia dengan raut wajah serius. "Dan gue kira mereka udah nandain wajah kita" kata Fia dengan tenang dan meminum jus miliknya. "Maksud lu?" tanya Yara
Sehari setelah keputusan mereka, bukanya mendapat ketenangan atau apa, mereka malah mendapat teror kecil dari penghuni sekolah. Contohnya di rumah Yara. Saat ini Yara sedang tidur di atas kasurnya dengan nyamannya. Seperti beban hidupnya sudah pergi dari pundaknya. ‘Brak!’ salah satu barang di atas lemarinya terjatuh dengan cukup keras. “Apa itu!” kaget Yara sambil bangkit dari tidurnya. “Kok bisa jatuh?” kata Yara dengan nada suara heran. Bulu kuduknya mulai merinding karena merasa kehadiran seseorang di kamarnya. Dengan perasaan cemas Yara menatap sekeliling kamarnya. Tiba-tiba pandangannya terhenti di satu titik di mana ada sepasang mata yang mengawasinya. Dengan gugup yara menelan salvirnya. “Mata!” kata Yara sambil berlari keluar kamar menuju kamar adiknya. “Dek gue tidur sini, makasih bye!” kata Yara setelah sampai di kamar adik perempuannya. “Kakak kenapa?” tanya adik Yara dengan nada suara heran. “Gak apa-apa, gue tidur dulu. Selamat malam adikku tersayang” kata Yara