Sesampainnya di kelas Disa mulai meredakan tangisnya.
"Lu kenapa Dis?" tanya Yara penasaran.
"..." Disa diam seribu kata, dia menatap kosong ke bawah.
"Dia butuh waktu" kata Fia sambil mengelus punggung Disa.
"Gue serahin Disa ke elu jangan buat dia nangis dan ajak bicara gue mau beli teh anget" kata Fia dan berjalan pergi meninggalkan Disa dan Yara di dalam kelas. Seisi kelas hanya menatap ke arah mereka bingung.
"Dis lu kenapa?" tanya Yara sambil menatap Disa sedih.
"..." Disa masih diam membisu tak mau bicara.
"Dis bicara dong jangan buat gue takut" kata Yara dengan raut sedih.
"Gue takut Yar" kata Disa sambil menatap ke arah Yara dengan raut wajah sedih dan takut.
"Takut kenapa? Bilang sama gue" kata Yara sambil menatap Disa penuh tanda tanya.
"Gue... gue gak bisa bilang sekarang" kata Disa dan tangisnya pun mulai pecah kembali.
Yara yang melihat Disa kembali menangis pun mulai kelabakan, bingung ingin melakukan apa.
"Disa kenapa Yar?" tanya salah satu teman kelas mereka saat melihat Disa yang menangis.
"Gak apa-apa, dia cuma baper liat film tadi" kata Yara ngawur.
"Film apaan? Dia 'kan baru keluar dari uks" kata orang tadi sambil menatap aneh Yara.
"Haha, apa namanya gue lupa..." kata Yara sambil mencari alasan yang tepat tidak seperti tadi.
Di sisi lain, Fia baru sampai di depan kelas tapi dia di buat bingung saat melihat bayaknya orang yang mengerumungi Disa.
"Kenapa?" tanya Fia dengan datar saat sudah sampai di sana.
"Tadi gue liat Disa nangis terus gue tanya sama Yara tapi jawabannya aneh" jelas salah satu teman sekelasnya.
"Emang apa jawabannya?" tanya Fia dengan bingung.
"Kata Yara, Disa nangis karena baper liat film" kata orang tadi.
"..." Fia menatap Yara dengan tatapan yang sulit di artikan dan di balas oleh Yara dengan senyuman tak berdosa.
'Bego' batin Fia memaki Yara.
'Mampus gue' batin Yara.
"Bubar" kata Fia dengan datar.
"Lah? Terus Disa kenapa?" tanya salah satu teman sekelasnya.
"Kalau gue kasih tau emang lu pada bisa bantu?" tanya Fia dengan datar.
"Ya gak sih" jawab orang tadi sambil mengaruk tengkuknya.
"Kalau gitu bubar, apa perku gue yang buat lu pada bubar dari sini?" tanya Fia dengan nada suara dingin dan senyum sinisnya.
Teman-teman sekelasnya yang melihat perubahan sikap Fia pun mulai merasa takut dan bubar dari sana.
"Dia punya jiwa psikopat apa gimana ya?" gumang salah satu teman sekelasnya tapi masih bisa di dengar oleh Fia.
"Kalau gue punya jiwa psikopat orang yang pertama gue bunuh elu" ucap Fia dengan datar.
"Hehe, gue cuma bercanda elah"kata orang tadi dengan senyum canggungnya.
"..."Fia menatap orang tadi dengan datar.
'Bodo, kabur lah' batin orang tadi saat melihat tatapan maut yang di berikan oleh Fia.
"Aduh, gue kebelet mau ke belakang dulu. Bye Fia yang manis" kata orang tadi dan berlari pergi dari hadapan Fia.
Fia mulai menenangkan diri dan mendekati Disa.
"Dis" panggil Fia.
"..." Disa tak menyahuti karena dia masih menangis.
"Minun dulu, tenanggin diri lu" kata Fia sambil mendekatkan teh yang tadi dia bawa kepada Disa.
Disa hanya menurut dan mulai meminum teh yang di berikan Fia.
Beberapa saat kemudian Disa mulai tenang.
"Coba lu ceritain kenapa lu bisa nangis" kata Fia dengan nada tenang.
"Waktu aku pingsan itu sebenarnya aku gak pingsan tapi aku berpindah dimensi" kata Disa mulai cerita.
"Maksud lu? Gue gak paham" kata Yara tak paham.
"Waktu ada guru tadi kak Rita dateng dan minta bantuan" ucap Disa dengan raut wajah sedih.
'Udah gue duga' batin Fia sambil menatap ke arah lain.
"Terus?" tanya Yara mulai penasaran.
"Terus aku bilang kalau kami bisa bantu ya kami bantu" kata Disa sambil menatap ke arah Yara dan Fia bergantian.
"Setelah itu aku di bawa kak Rita ke masa saat kejadian dia meninggal" kata Disa dan air matanya mulai keluar lagi.
"Lu lanjutin nanti, gak enak kalau bahas di sini" kata Fia dengan datar saat mengetahui ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka.
"Iya" kata Disa sambil menundukan kepala.
"Dan lu... jaga Disa baik-baik" kata Fia kepada Yara sambil menatap dengan tatapan mengancam
"Hehe, iya-iya" kata Yara sambil mengaruk kepalanya.
"Gue balik" kata Fia dan berjalan menuju bangkunya berada.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Disinilah mereka sekarang, masih di dalam kelas. "Oke, jadi waktu aku di masa lalu kak Rita lebih tepatnya kejadian saat kak Rita meninggal..." kata Disa tergantung. "Ternyata sebelum meninggal kak Rita di jebak sama tiga lelaki" lanjut Disa sambil menatap ke lantai. "Terus" kata Fia dengan nada serius. "Di jebak?" kata Yara sambil menatap ke arah Disa tak percaya. "Iya tapi aku gak tau kelanjutannya kayak gimana" kata Disa dengan nada suara sedih. "Terus" kata Fia lagi dengan datar. "Waktu aku pindah tempat aku panik dan cari keberadaan kak Rita yang ternyata kak Rita sudah tak bernyawa dengan tubuh yang berlumuran darah" kata Disa mulai kembali cerita. "Tiga laki-laki tadi?" tanya Fia dengan heran. "Gak tau" jawab Disa sambil mengangkat bahu tak tahu. "Huff" hembusan nafas dari Fia. 'Cukup rumit, kemungkinan dia di lecehkan dan bunuh diri?' batin Fia setelah berpikir dengan cermat. Fia memikirkan apa yang tadi Di
Sudah dua hari mereka mencari petunjuk tapi tak ada yang mereka dapat. "Ini gimana?" tanya Disa sambil menompa dagunya. "Gak tau gue" kata Yara menjawab pertanyaan dari Disa barusan. "Ck, bego!" kata Fia dengan tiba-tiba dengan suara cukup keras. "Eh buju buset!" kaget Yara. Ada beberapa pasang mata yang menatap mereka aneh. Fia yang melihat tatapan dari mereka pun membalas menatap mereka dengan tajam. Orang yang tadi menatap mereka aneh dengan segera mengalihkan tatapan. "Kenapa Fi?" tanya Disa sambil menatap Fia heran. "Lu kan bisa ngeliat hantu kenapa gak kita pergunain aja" kata Fia dengan nada pelan agar tak ada yang mendengar. "Iya juga ya" kata Yara sambil menatap Disa aneh. "Makannya itu, aku lupa" kata Disa sambil mengaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya udah Dis mulai sekarang coba tanya-tanya sama hantu yang ada disini" kata Yara dengan semangat barunya. "Oke" balas disa dengan senyum semangatnya. "Woy! Ada dua murid baru, cogan semua lagi" kata seorang siswi deng
Alvin yang melihat sikap aneh temennya pun merasa bingung. Karena sendari tadi dia melihat temannya melihat ke arah Fia terus-menerus. "Lu kenapa?" tanya Alvin pada intinya. Yuan yang mendengar pertanyaan dari temennya pun hanya bisa mengerutkan dahinnya bingung. "Lu kenapa ngeliatin tuh cewek sampek kek gitu?" kata Alvin lagi. "Gak" jawab Yuan dengan datar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lu suka sama cewek model kayak gitu?" tanya Alvin penuh selidik. Yuan yang mendengar pertanyaan dari Alvin pun hanya menganggap angin lalu. "Ck" decak kesal dari Alvin karena di abaikan oleh Yuan. "Kalau penasaran cari tau, kalau suka pepet jangan kasih kendor" kata Alvin kepada Yuan. Yuan yang mendengar perkataan Alvin hanya menatapnya dengan datar. "Woy! Buruan waktu gue terlalu berharga!" kata Fia lumayan keras saat melihat kedua cowok itu asik ngombrol sendiri. "Sabar elah" balas Alvin sambil memutar bola matanya dengan malas. "Ayok" kata Alvin dan berjalan mengikuti langka
Bel istirahat sudah berbunyi sendari tadi dan disinilah mereka sekarang di bangku belakang yang ada di kelas. "Kita mulai nanti setelah pulang sekolah" kata Fia datar. "Oke" kata Disa dengan senyum senangnya. "Harus banget ya?" tanya Yara tak yakin dengan keputusan Fia. "Kalau takut pulang aja" kata Fia dengan santai. "Siapa bilang gue takut, gue cuma sedikit gak yakin aja" kata Yara mengelak tidak mau mengakui ketakutannya. "Hm" respon Fia dengan malas. "Emm, ke kantin yuk aku laper" ajak Disa sambil melihat ke arah teman-temannya. "Gue juga laper" kata Yara menyetujui ajakan Disa tadi. "Fi?" tanya Disa sambil menata Fia. "Gue di sini" kata Fia tanpa ekspresi. "Oke kita duluan" kata Disa dan menarik tangan Yara berjalan keluar kelas. "Hm" balas Fia malas. Fia mulai menyibukkan diri dengan novel miliknya. Beberapa menit Fia sibuk dengan novel miliknya hingga ada seseorang yang berdiri di depan mejanya. Dalam diam orang itu meletakkan makanan dan minuman di meja Fia. "Mak
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu dan sekolah sudah lumayan sepi, saat ini mereka masih di dalam kelas. "Gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. "Sekarang aja, sekolah juga sudah sepi" kata Disa menjawab pertanyaan Yara. Sedangkan Fia, dia masih sibuk dengan novel di tangannya. "Fia ayo!" kata Disa sambil menatap Fia horror. "Hm" balas Fia sambil bangkit dari duduknya. Yara dan Disa berjalan di depan sedangkan Fia di belakang dengan pandangan fokus ke novel. "Mulai dari lantai tiga atau gimana?" tanya Yara sambil menatap teman-temannya. Fia yang di tatap Yara hanya mengangkat bahu acuh. "Lantai tiga aja" kata Disa dengan senyuman. Fia yang mendengar jawaban dari Disa hanya bisa memutar mata malas. "Kalau kayak gitu buang-buang waktu" kata Fia dengan nada malas. "Eh? Iya juga ya" kata Disa sambil mengaruk lehernya yang tak gatal. Gimana Fia tak bilang seperti itu 'kan kalau ke lantai atas pansti lewatnya dari lantai bawah. Jadi otomatis j
Sudah tiga hari mereka melakukan keliling sekolah dan setiap keliling pasti ada gangguan dari mereka. Entah itu gagguan kecil atau besar. Tapi mereka sudah bertekat untuk menyelesaikan masalah ini. Disinilah mereka sekarang di kantin dengan wajah lelah. "Yakin mau lanjutin?" tanya Yara tak yakin. "Hm, udah terlanjur di tengah jalan, masa kita mau berhenti gitu aja?" kata Disa dengan wajah yang dia letakkan di atas meja. "Tapi..." kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kenapa?" tanya Fia dengan raut heran. "Aku ngerasa mereka gak terima kita buat ngungkit masalah ini" kata Yara dengan raut wajah khawatir. "Kalau pun kita berhenti di sini, emang ada jaminan kalau kita bakal terhindar dari mereka?" kata Fia dengan raut wajah tenang. "Kita udah terlanjur masuk, kalau kita keluar gak ada jaminan buat kita terbebas dari mereka" lanjut Fia dengan raut wajah serius. "Dan gue kira mereka udah nandain wajah kita" kata Fia dengan tenang dan meminum jus miliknya. "Maksud lu?" tanya Yara
Sehari setelah keputusan mereka, bukanya mendapat ketenangan atau apa, mereka malah mendapat teror kecil dari penghuni sekolah. Contohnya di rumah Yara. Saat ini Yara sedang tidur di atas kasurnya dengan nyamannya. Seperti beban hidupnya sudah pergi dari pundaknya. ‘Brak!’ salah satu barang di atas lemarinya terjatuh dengan cukup keras. “Apa itu!” kaget Yara sambil bangkit dari tidurnya. “Kok bisa jatuh?” kata Yara dengan nada suara heran. Bulu kuduknya mulai merinding karena merasa kehadiran seseorang di kamarnya. Dengan perasaan cemas Yara menatap sekeliling kamarnya. Tiba-tiba pandangannya terhenti di satu titik di mana ada sepasang mata yang mengawasinya. Dengan gugup yara menelan salvirnya. “Mata!” kata Yara sambil berlari keluar kamar menuju kamar adiknya. “Dek gue tidur sini, makasih bye!” kata Yara setelah sampai di kamar adik perempuannya. “Kakak kenapa?” tanya adik Yara dengan nada suara heran. “Gak apa-apa, gue tidur dulu. Selamat malam adikku tersayang” kata Yara
Jam pelajaran sudah di mulai sendari tadi. Fia juga sedang fokus dengan penjelasan guru yang ada di depan. Tiba-tiba Fia merasa aneh dengan situasi di kelasnnya. Ya, jika di jelaskan kelas yang Fia tempati itu terpisah dari kelas-kelas lainnya. Kelas yang di tempati mereka di himpit oleh gudang dan anak tangga. Jendela kelas yang biasanya memberikan pemandanga kondisi lapangan sekolah berbeda di kelas ini, jendela di kelas Fia memperlihatkan kondisi gudang yang ada di sampinya. Dengan rasa penasaran Fia memperhatikan kesekeliling kelas. "Tak ada yang mencurigakan" gumam Fia pelan. "Lu kenapa?" tanya Dewi teman sebangkunya. "Gak, gue gak Apa-apa" balas Fia dan kembali mancatat materi dari guru. Kelas mulai hening dan semua siswa fokus ke pelajaran. Hingga guru keluar karena ada panggilan masuk. Sesaat setelah guru keluar dari kelas, ada salah satu siswa yang berteriak dengan histeris. "Akhh!" teriak siswi tadi sambil berlari ke depan serta wajah yang dia tutupi dengan tangannya.