Share

Om Mesum

Pintu coklat tua itu perlahan-lahan terbuka. Seorang mengedarkan pandang , lalu menunduk. Bu Eda melihat Ayuna jongkok di bawahnya. Ayuna mendongak melihat wajah Sang guru. “Eh Ibu guru, Engapain di sini?” Bu Eda melotot melihat wajah Ayuna yang tepat di bawahnya.

“Berdiri Ayuna! Sekarang ikut saya ke lapangan,” bentak Bu Eda. Dengan cemberut, Ayuna berdiri dan mengikuti Bu Eda dari belakang. Semua lorong sangat sepi, karena jam pelajaran sudah di mulai berberapa jam lalu. Bukannya sedih, Ayuna semakin ceria. Ia berjalan dengan loncat-loncat.

Bu Eda berhenti, menoleh ke belakang.  Membuat Ayuna mengerem mendadak laju kakinya, hingga ia akan terhitung ke depan. “Ada apa Bu?”

Bu Eda melotot, sia-sia memberi hukuman pada gadis seperti Ayuna. Karena gadis itu akan berulah kembali. “Ayuna, Saya pusing melihat tingkah lakumu. Agar kamu jera, kali ini ibu tidak ijin kan kamu masuk kelas." Bu Eda mengeluarkan surat peringatan. Berwarna merah. Ayuna menerima surat itu. Lalu Bu Eda pergi meninggalkan Ayuna. Gadis bermata hazel itu mendengus sebal sambil memegang surat peringatan.

“Pasti Tante Emma marah denganku." Ayuna melihat kafetaria sekolah.  Berhenti sejenak lalu melangkah menuju tempat yang pas untuk mengisi perut. Apalagi tadi ia tidak makan sama sekali. Terus ada drama kejar-kejaran dengan Bu Eda membuat perutnya semakin keroncongan.

Mata kucing itu mengedarkan pandangan ke seluruh barisan kursi kantin, mencari tempat yang cocok untuk duduk. Akhirnya, pilihan Ayuna jatuh pada kursi panjang yang berada di tengah. Kemudian Memesan dua bakso, mie  ayam dan tiga es jeruk. Kantin sekolah sangat senyap, hanya ada satu meja yang terisi.  Sunyinya kantin, membuat Ayuna hanya di temani para penjaga kantin. Ada tiga ruko di kantin, ada pedagang bakso dan mie ayam. Gorengan, dan Nasi goreng. Seorang tukang air lewat, membawakan pesanan galon pada Pak Solih, penjual Mie ayam dan bakso. Pria hitam itu menatap Ayuna.

“Masa bodoh di lietin. Ini hidup gue.” Ayuna menggeser layar gawai, menekan bentuk love jika ada posting yang di sukai, salah satunya gambar jerapah. Entah itu jerapah mati, hidup, beranak atau manusia menggunakan kostum jerapah, semuanya di sukai Ayuna. Pak Solih membawakan nampan berisi makanan yang di pesan Ayuna. Meletakan tiga mangkok pesanannya. Lalu masuk kembali dan membawakan es yang di pesan Ayuna.

Gadis berkepang itu langsung meletakan gawai dan menatap  kudapan dengan mata berbinar-binar. Seperti anak kucing yang baru di kasih puting susu oleh Sang induk kucing.

Ayuna memakan makanan  tersebut dengan ganas. Tak meninggalkan sisa sedikit pun. 30 menit berlalu bakso dan mie hanya tinggal mangkoknya saja. Ayuna meminum kuah bakso langsung dari ujung benda beling itu. Mengelap mulut dengan cepat menggunakan punggung tangan.  Menyeruput tiga gelas minuman secara bergantian.

Dar!

Toby  memukul meja, Ayuna terperanjat. Gadis itu melotot. “Loe, bukannya sembunyi. Eh tambah makan bakso di sini.” Sindir Toby.

“Enak aja, gue ini emang di suruh Bu Eda”

“Kok bisa?”

Ayuna berdiri, “Gue duluan. Nanti gue tunggu di Mall. Bilangin ke Wanda.” Ayuna meletakan satu lembar uang berwarna biru. Lalu meninggalkan meja Kantin. Toby mengejar gadis itu, “Eh loe belum jawab pertanyaan gue!”

“Bu Eda enggak Izinin   gua masuk kelas. Gue cabut dulu!” Semua Ayuna mengembang.

Ayuna merapikan tasnya lalu menjejakkan  kaki keluar dari sekolah. Semua kelas terdengar senyap. Ayuna melewati lorong-lorong  tiap kelas, terdengar suara ibu guru sedang menerangkan pelajaran.  Ayuna mendengus, karena ia tak bisa ikut bersama sama mereka. Mereka pun kembali ke depan gedung  sekolah, Pak Satpam mengangkat  alis, “Ada apa Non?”

“Bukain  gerbang, saya mau keluar?”

“Anda mau kabur.”

“Saya di suruh Bu Eda enggak boleh masuk kelas.” Ayuna mencari kartu berwarna merah yang tadi ia selipkan di dalam tas.

Pak Satpam masih tak percaya. Ia mengulur waktu dengan menelfon Bu Eda. Bu Eda mengiyakan hukuman Ayuna. Pak Satpam membukakan pintu gerbang  tersebut. Ayuna menyudahi mengacak-ngacak isi tasnya. Kartu pemberian Bu Eda itu hilang. Untungnya, ia masih bisa tetap keluar tanpa kartu tersebut.

“Pak, Ayok berangkat.”

“Loh enggak masuk sekolah?”

“ Saya telat,  makanya enggak boleh masuk.”

“Maafin saya ya Mbak, saya enggak bisa ngebut tadi.”

“Enggak papa kok Pak.” Ayuna menepuk bahu Toni.

Ayuna masuk ke dalam mobil, Pak Toni menancap gas. Mesin mobil menyala, dan pergi meninggalkan depan gedung sekolahan Ayuna.

“Pak jangan bilang Tante Emma!”

“Baik Nona.”

Mobil itu meluncur. Ayuna membuka kaca mobil. Lalu mengambil permen yang selalu ada di kantong jog. Gadis itu memakannya sambil tertawa, lalu melempar permen-permen manis itu keluar, terlihat anak-anak pemulung senang menerimanya. Tiba-tiba ada sebuah motor sport di samping mobil Ayuna. Ayuna meletakkan dagu di pinggiran kaca.

“Halo Mas atau Om, mau ke mana?” goda Ayuna. Lelaki itu menoleh, Ayuna bisa melihat mata hitam pekat itu melotot dari balik kaca helm. Bukanya sebal, Ayuna senang bisa menggoda lelaki asing tersebut

Ayuna melempar permen, “Om, ini Yuna kasih permen biar  di jalan enggak mengantuk.” Lelaki yang berada di atas ducati , melirik sebal ke arah Ayuna Ia menyalip mobil Ayuna. “Pak salip  motor  itu!”

“Baik.” Toni menancap gas menyalip motor tersebut. Ayuna terkekeh, ia yakin lelaki itu akan semakin geram dengan dirinya.

1 jam berlalu, satu mobil dan satu motor saling menyalip satu sama lain. Hingga tak sengaja bagian belakang  motor sport tersenggol. Membuat pria itu kehilangan ke seimbangkan lalu ke jatuh ke pinggiran jalanan. Untungnya, badan  lelaki itu tidak terlalu keras membentur tanah.

Mobil Ayuna mendadak berhenti  di samping Pria itu. “Duh Om sih, engbut-ngebut. Makanya Om hati-hati.” Ujar Ayuna dari balik jendela. Sambil meringis menunjukkan gigi geriginya.

***

Ayuna menyeruput bubble mix dan memakan kentang goreng. Ia menunggu ke dua temannya. Gadis itu duduk sendirian di kafe yang berada di dalam Mall. Ayuna mengantuk karena menunggu Toby dan Wanda. Mata Ayuna sangat berat. Ia pun menjatuhkan wajah di atas meja. Tak peduli dengan tatap orang sekitar yang memandang aneh.

“Boleh duduk sini?” tanya pemuda berbaju hitam dengan tindik  di hidung dan telinga.

Ayuna mengakat kepala, “Jangan di sini. Itu kursi milik teman Ayuna.”

“Bentar aja.”

“Di Bilangin enggak boleh masa banget sih mas-mas seram.” Lelaki itu mengalah dan pergi meninggalkan Ayuna. Dari jauh  Toby dan Wanda datang. Ayuna membawa makan dia atas meja aluminium dan menghampiri Wanda. “Sistalove, kalian akhirnya datang.”

“Sorry, tadi sulit banget mau kabur. Terus di  jalan macet.”

“Syukurlah, kalian pada datang.” Ayuna memeluk ke dua sahabat.

“Lepasin! Nanti makan loe kenak baju.”

“Sorry...Eh tahu enggak, Tadi ada mas-mas seram  mau godain  Yuna.” Melirik Pria tadi yang sudah berdua dengan temannya.

“Terus gimana?” tanya Wanda.

“Yuna usir, untung dia mau pergi.”

“Udah enggak papa, Yuna. Dia Cuma mau numpang duduk kok. Enggak mungkin berniat macam-macam sama loe, mana ada cowok yang mau sama cewek yang.” Ekor mata Toby melihat atas dan bawah tubuh Ayuna yang tak berisi. Ayuna melotot dan memegang dadanya.

“Oh, ayo cepetan jalan."

“Oke Sistalove." Mereka bertiga keliling Mall. Melihat setiap toko baju, sepatu dan aksesoris berjejer. Mereka bertiga masuk ke dalam toko pakaian. Melihat bagian celana dalam. Toby mencoba celana segitiga dan meletakkan di kepala. Yuna dan Wanda ketawa. Lalu mereka keluar dari toko pakaian.

“Eh tu ada box foto. Yuk foto!” Mereka berlari ke arah box berwarna biru. Masuk satu persatu ke dalam box tersebut, lalu memencet tombol merah dan kamera  pun mulai menyala.

Mereka foto dengan pose-pose lucu dan menggemaskan. Mata melotot dan pipi menggelembung. Lidah keluar dan mata mendelik. Tak lama foto mereka dengan wajah konyol keluar dari balik mesin. Mereka tertawa satu sama lain. Menertawakan wajah konyol masing-masing orang .

“Yuk, langsung ke toko jerapah."

“Oke.” Jawab Toby dan Wanda. Mereka ke luar dari balik Box foto dan berjalan menuju toko Jerapah.

“Gue haus mau beli es ya. Kalian duluan aja.” Ujar Toby.

“Gue beliin Toby!”

“Oke.”

“Awas loe kalau lupa, gue bunuh.”

“Tenang aja embak kunti. Gue enggak lupa.” Toby berlari meninggalkan Wanda dan Ayuna. Wanda dan Ayuna menjejakkan kaki ke toko jerapah.

“Wah, bagus-bagus ni. Pasti keluaran terbaru.”

“Iya Yun.” Ayuna memilah-milih pernak-pernik dan boneka jerapah. Ayuna jantung cinta pada boneka jerapah ibu dan anak.

“Gue mau beli ini.” Ayuna  membalikkan badan, tiba-tiba seorang lelaki bertuksedo  dengan kacamata hitam berdiri di depan Ayuna.

“Maaf, Om atau Mas. Ini saya mau bayar dulu.” Ayuna melewati  tubuh lelaki tinggi tegap.

“Kamu Ayuna?” Memegang bahu Ayuna. Menghentikan paksa Ayuna. Tubuh gadis bermata kucing itu menegang.

“Om kok tahu?” Ayuna melirik tangan Om mesum itu, lalu menepis tangan tersebut. “Lepasi dong Om.” Ayuna berjalan  menuju kasir.”

Lelaki itu menunduk, dan mengakat tubuh Ayuna seperti kantong beras. Ayuna terperajat, ia terus menjerit di atas pundak lelaki berkacamata hitam. Lalu  menendang -nendang di atas bahu Lelaki itu. Mirip anak kucing yang Mintak di lepas dari kandang.

 Wanda terkejut saat Ayuna tak ada di tempat, dan melihat ke arah pintu keluar ternyata Ayuna di gendong lelaki misterius.

“Yuna!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status