Dua orang wanita berpakaian pelayan membukan pintu berwarna emas. Ayuna meneguk saliva, suasana dingin mencekam. Hawa dingin dari lubang-lubang Ac membuat Ayuna semakin ngeri. Gadis itu bertanya-tanya, kenapa orang tua Pria asing itu mencarinya. Kursi berwarna coklat yang membelakangi Ayuna berputar. Tampak lelaki berumur sekitar 60 tahun menatap lekat Ayuna sambil memegang album tua.
“Lihatlah, putri kecil Robert sudah tumbuh besar,” ujar Smith
Ayuna mendelik, gadis bermata bening itu menoleh pada Pria di sampingnya. Namun, pria itu menatap luruh ke depan, seolah-olah mengabaikannya. “Pasti kau bertanya-tanya, kenapa lelaki tua ini bisa tahu namamu dan nama orang tua mu, bukan?” Ayuna yang polos itu mengangguk.
Smith memegang kepala Ayuna, Ia tersenyum hangat. Lelaki tua itu seperti menemukan anak perempuannya kembali. “kau sangat mirip dengan ibumu, cantik.” Ucapan Ruth Smith membuat Ayuna bersemu merah. Pujian kecil itu, begitu berharga bagi Ayuna. Semenjak kepergian orang tuannya, ia tak pernah merasa damai dan bahagia. Namun, sentuhan kecil pria paru baya itu membuat Ayuna melihat kembali sosok Sang Ayah. Tiba-tiba air mata luluh.
“Kenapa menangis? Apa ucapan paman salah?”
“Tidak, hanya saja. Ayuna kangen ayah.” Ruth smith melentangkan tangan, memberi isyarat bahwa Ayuna bisa menangis dalam pelukannya. “Anggap saja aku adalah ayah mu!” Eugene memang dengan muak tingkah Ayuna yang sok cari perhatian pada Papanya.
Ruth Smith melepaskan pelukan, “Lihatlah Eugene! Gadis kecilku sangat rapuh. Kau harus menjaganya.”
“Oh jadi Om tampan itu namanya Eugene,” batin Ayuna menatap setiap lekuk wajah Eugene yang mempesona.
“Saat aku mendengar kabar orang tua mu meninggal, aku sangat terkejut. Maafkan paman yang tidak bisa hadir saat pemakan karena paman sangat sibuk. Namun, setelah melihat mu. Mengingatkan paman tentang orang tua mu, membuat paman semakin merasa bersalah karena tidak ada di samping orang tua saat mengantarkan di saat terakhir. Karena kau gadis kecil keluarga Robert, membuat paman ingin melindungimu. Apalagi kau anak perempuan, sangat bahaya sendirian.”
“Yuna enggak sendirian paman, Yuna ada Tante Emma.”
“Iya tapi paman masih belum tenang sayang. Paman ingin, anak Om. Eugene menjaga mu sepanjang waktu!” Ruth Smith menepuk-nepuk bahu Eugene.
“Dia lelaki tampan, gagah dan baik. Dia akan selalu menjaga mu.”
“Yuna mau, tapi anak paman ini jangan nyebelin kayak tadi,” sindir Ayuna pada Eugene, polisi itu hanya melirik tak suka.
“Baiklah, jika anak Paman nakal. Langsung telefon paman oke?”
“Oke!” Ayuna antusias.
“Jadi satu bulan lagi, kamu dan Eugene akan menikah. Bagaimana?”
“Menikah?”
“Iya, anak paman ini pasti sangat baik menjadi suami.”
“Suami?”
“Iya jadi kalian berdua akan tinggal satu rumah.”
“Oh gitu, kirain apa. Paman bilang dong kalau tinggal satu rumah. Pakek istilah menikah sama suami.”
“Dia tidak tahu, apa pura-pura bodoh.” Batin Eugene tak mengerti dengan jalan pikiran Ayuna. Apakah dia benar-benar tidak tahu arti semua perkataan Smith. Apakah gadis itu hanya pura-pura. Di jaman sekarang mana ada gadis yang tidak tahu dengan menikah. Bahkan, banyak remaja yang sudah bebas melakukan hubungan lawan jenis tanpa sebuah ikatan di sebut menikah.
“Kamu mau kan, menikah dengan anak Paman?”
“Yuna mau, sekarang aja enggak papa.” Kekeh Ayuna membuat Ruth smith tertawa sedangkan Eugene melotot.
“Baiklah, makanlah dulu sebelum pulang. Kita masak banyak masakan hari ini.”
“Beneran paman? paman baik banget sama Yuna,” ujar Yuna. Ayuna tanpa malu bergegas pergi, rumah Smith sudah dianggap seperti rumah sendiri. Gadis itu mencari meja makan, bangunan begitu luas membuat Ayuna pusing. Eugene mengikuti dari belakang. Memandang gadis kecil yang akan menjadi istrinya. Lelaki itu menelan saliva berat, impiannya mendapatkan gadis cantik berambut panjang. Berdada besar dan body mirip gitar spanyol kandas sudah. Dan pada akhirnya ia akan mendapatkan istri seorang remaja, masih sekolah dan bertubuh kecil.
“Tuhan, apa salahku di kehidupan masa lalu. Kenapa aku harus bertemu gadis sepertinya.” Batin Eugene.
****
Ruangan kelas sangat ramai, murid -murid ricuh. Ayuna menjejakkan kaki di kelas. Gadis itu masuk dengan melompat-lompat sambil bersenandung. Menyanyikan lagu ciptaannya sendiri. Gadis berusia 18 tahun itu tak suka menghafal lirik lagu, tapi ia suka bersenandung. Dan setiap bait lagu yang ia keluarkan dari mulutnya adalah ciptaannya sendiri. Suara Fals itu membuat banyak insan yang malas mendengar nyanyian Ayuna.
Gadis dengan bando warna orange, seperti warna jerapah. “Hai kawan!” teriak Ayuna sambil menjatuhkan pantat di kursi aluminium itu.
“Senang banget, kesambet setan apa Loe?” tandas Lay, pria populer yang diam-diam suka pada Ayuna.
“Kepo!”
“Tumben Loe enggak telat?” Wanda menarik kursi dan duduk di depan Ayuna.
“Gue mau tobat.”
“Tumben!” tanya Wanda ragu. Lalu memegang dahi Ayuna, “Loe enggak habis kemasukan arwah di rumah cowok aneh itu kan?”
“Enggak lah. Adanya setan takut sama gue.”
Toby mengibaskan rambutnya lalu berjalan ke arah Ayuna, lelaki itu cowok berkulit cewek dan lebih suka bergaul dengan cewek dari pada cowok. “Ih ada apaan sih, kok tumben enggak mengajak-ngajak gue.
“Telat Loe.”
“Oh iya, kemarin loe pulang jam berapa dari rumah cowok ganteng itu. Enggak di Apa-apaan kan?”
“Enggak kok, Yuna tambah di suruh makan."
“Enak, gue di luar enggak di kasih makan. Tambah nyamuk makanan kulit gue.”
Ayuna dan Wanda tertawa melihat ekspresi Toby, “Terus loh, kenapa di suruh ke rumah cowok aneh itu?”
“Oh itu, Paman smith Cuma nyuruh Yuna nikah.”
“Hah Nikah!” Wanda dan Toby berteriak karena terkejut. Semua mata melirik ke arah mereka. Membuat ke dua sahabat Ayuna salah tingkah.
“Anu, itu loh Guys. Anjingnya Yuna nikah lagi. Gue kaget aja hehehhe,” cetus Toby sambil menunjukkan gigi geriginya.
Tok! Tok!
Bu Kim mengetuk pintu kayu, membuat semua murid berhamburan ke meja masing-masing. Sedangkan Wanda dan Toby belum puas dengan penjelasan Ayuna. Toby melotot dan membentuk angka v dengan jari telunjuk dan jari manis, lalu mencolokkan ke mata.
Tak terasa jam begitu cepat berputar, pelajaran pertama telah usai. Di gantikan waktu istirahat Bu Kim berjalan keluar kelas sambil membawa tumpukan buku. Buru-buru Wanda menarik tangan Ayuna dengan kasar, membuat gadis berbando orange itu merintih kesakitan. Di ikuti Toby dari belakang sambil mengibaskan kipas tangan.
“Tunggu in dong! Ih wanda jalannya cepat amat,” oceh Toby.
Wanda mengerutkan dahi, “Mau ke mana si Wanda, aku lapar.” Mereka pun sampai di sebuah bangunan tua yang berada di belakang sekolah. Wanda melepaskan cengkeramannya. Sedangkan Toby ngos-ngosan mengejar Wanda dan Ayuna.
“Kenapa sih Wanda?”
“Loh itu bego apa tolol sih,” sindir Wanda.
“Loe tahu kan, gue selalu peringkat 2 dari bawah. Berarti gue bego lah.” Wanda menepuk jidat lebarnya.
“Maksud gue, kenapa loe mau di ajak nikah sama pria aneh itu. Loe tahu pernikahan itu apa?”
“Ya elah Wan, masalah nikah kok di ributin. Nikah kan Cuma tinggal satu rumah, makan bareng dan Om Eugene. Om Eugene bakal jagai Yuna. Kan enak, Yuna kayak punya bodyguard. Heheh,” kekeh Ayuna.
“Pernikahan itu buka sesempit yang loe pikirin. Pernikahan itu enggak main-main Putri Ayuna Marisa,” ucap Wanda melotot sambil menekuk lengan tangan. “Toby, mana videonya!”
“Ih Wanda, suka banget nonton begituan.” Toby menyerahkan gawai miliknya. Lalu memperlihatkan video membuat Ayuna terperanjat, melotot dan menggigit bawah bibirnya.
Hati-hati berganti dengan cepat. Tak terasa hari suci pernikahan Ayuna akan segera datang. Sepanjang hari, gadis itu tak henti-henti memikirkan cara untuk kabur dari rumah. Menghindari pernikahannya sendiri, tapi seluruh sisi rumahnya di jaga ketat oleh anak buah Ruth Smith. Membuat pergerakan Ayuna tak leluasa, bahkan untuk pergi bersama Wanda dan Toby saja sulit.Ayuna berdiri di depan ranjang, melihat sebuah kalender yang sudah di lingkarinya. “empat hari sebelum hari pernikahan, Yuna harus ngapain?” Ayuna mondar-mandir sambil menggigit ujung kukuk. Dengan wajah pucat dan berkeringat. Tiba-tiba bayangan video yang di perlihatkan Wanda terlintas. Ia tak bisa membayangkan adegan jorok seperti itu terjadi padanya. Baru pertama melihat, tapi mampu membuat bulu kuduk Ayuna berdiri. Gadis bermata besar dengan manik hanzel itu menggeleng-gelengkan kepala.“Oh tidak! Yuna kau mikirin apa sih.” Ayuna memukul-mukul kepala.Pintu kamar Ayuna ter
Gadis kecil itu pasrah saat tubuhnya di tarik Eugene. Ayuna mendongak menatap bola mata calon suaminya. Lelaki itu seperti membenci perempuan yang berada di depan pintu bioskop. Mereka sampai di loket, Eugene membeli dua tiket dan juga popcorn. “Om Yuna ke toilet dulu ya?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu bergegas pergi dari loket, menuju pintu keluar. Ayuna sudah memesan taksi di pintu keluar. Tak peduli dengan masalah Eugene. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat ini. Untuk sementara, gadis itu akan mencari tempat menginap yang murah.Mata gadis itu berbinar saat melihat sebuah taksi sudah menunggu, “ Syukurlah semua berjalan lancar,” ujar Ayuna.“Apa yang lancar? Dan kau mau ke mana?” Ayuna menelan saliva. Saat suara bariton bertanya padanya. Ayuna memutar badannya, mantap Eugene. “Kau mau kabur?”“Mana mungkin,” tukas Ayuna. Eugene langsung merampas tas selempang Ayuna. Membuat gadi
Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari say
Matahari merangkak, subuh perlahan-lahan menampakkan cahaya sedikit demi sedikit. Seorang gadis meringkuk di atas tempat tidur. Selimut tebal menutupi tubuh kecilnya. Sekarang adalah hari pernikahannya. Hari di mana setiap wanita di belahan bumi mana pun menantikannya, tapi tidak dengan gadis kecil yang masih berusia 18 tahun, Yang masih menggunak,an seragam abu-abu.Perempuan berusia 38 tahun itu masuk, membuka tirai kamar. Cahaya mentari malu-malu masuk ke dalam kamar. Emma membalikkan badan, menatap gundukan selimut. Anak majikannya itu berada di dalam. Menggoyangkan tubuh Ayuna yang tertutup selimut tebal dan lembut.“Yuna! Ayo bangun. Nanti kau telat loh di acara pernikahanmu.”“Nanti dulu Tan, Yuna ingin tidur bentar lagi.” Suara parau dan serak, khas orang yang bangun tidur terdengar di telinga Emma. Perempuan berambut ikal itu melangkah keluar dari kamar. Pasti butuh waktu bagi Ayuna menata kembali hatinya. Karena sebentar lagi dia akan be
Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”“Saya lah Om masak setan.”“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.“Apa-apaan ini Yuna?”“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Gadis berbaju berwarna merah tanpa lengan di padukan dengan celana colot berwarna putih berdiri di samping kolam renang. Mendekap tubuhnya sendiri yang ke dinginan. Mengamati pantulan bulan dalam kolam berwarna biru tua. Suara derup langkah mendekat. Gadis itu membalikkan badan. Melayangkan pandangan pada istri adik iparnya. “Ada apa?”Hanami memperhatikan sekeliling berharap pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar. Saat semua benar-benar aman, Hanami mencari kata yang akan di sampaikan pada Ayuna. “Kau tahu, kemarin aku hampir dapat masalah karena Mami. Gara-gara aku tak mau mengandung anak Ken.”“Lalu?”“Apa kau bodoh, nenek lampir itu sangat menginginkan cucu. Dia tidak akan berhenti beroceh jika tidak mendapatkan ahli waris.”“Hah, siapa? Nenek lampir yang mana? Aku tidak tahu di rumah ini ada nenek lam lampir.” Hanami memegang pelipisnya. Gadis yang di depannya sa
Dengan sigap Eugene menangkap tubuh kecil padat Ayuna yang hampir mencium rumput. Cangkir berukir bunga itu jatuh. Isinya pun tumpah tak meninggalkan sisa. Eugene masih merangkul tubuh Sang Istri yang akan jatuh. Manik keduanya saling beradu. Ayuna merasakan debaran pada jantungnya. Manik berwarna amber, hidung besar dan ada luka di pangkal hidung serta keringat yang bercucuran membuat Eugene semakin tampan.“Yuna, Eugene, Kalian sedang apa? Cepat masuk waktunya sarapan. Pacarannya nanti,” teriak Mami Ananta dari jauh.Eugene melepaskan tubuh Ayuna. Pantat Ayuna mencium lantai. “Aw! Sakit tahu Om! Bilang dong kalau mau di Lepasin,” runtuk Ayuna sambil memukuli pantatnya yang kotor, membersihkan noda yang tersisa. Lelaki itu malah pergi meninggalkan Ayuna yang masih terduduk di rumput. Ayuna bangkit dan mengejar Sang Perwira polisi.Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan. Hanya Hanami yang pergi entah ke mana di