Gadis kecil itu pasrah saat tubuhnya di tarik Eugene. Ayuna mendongak menatap bola mata calon suaminya. Lelaki itu seperti membenci perempuan yang berada di depan pintu bioskop. Mereka sampai di loket, Eugene membeli dua tiket dan juga popcorn. “Om Yuna ke toilet dulu ya?” Lelaki itu mengangguk. Gadis itu bergegas pergi dari loket, menuju pintu keluar. Ayuna sudah memesan taksi di pintu keluar. Tak peduli dengan masalah Eugene. Yang terpenting ia harus pergi dari tempat ini. Untuk sementara, gadis itu akan mencari tempat menginap yang murah.
Mata gadis itu berbinar saat melihat sebuah taksi sudah menunggu, “ Syukurlah semua berjalan lancar,” ujar Ayuna.
“Apa yang lancar? Dan kau mau ke mana?” Ayuna menelan saliva. Saat suara bariton bertanya padanya. Ayuna memutar badannya, mantap Eugene. “Kau mau kabur?”
“Mana mungkin,” tukas Ayuna. Eugene langsung merampas tas selempang Ayuna. Membuat gadis bermata hazel itu mendelik tak terima.
“Lihat, kau bawa barang sebanyak ini. Dan juga, tadi kau bilang mau ke toilet. Kenapa bisa ada di sini?”
Ayuna menunduk, ia bingung mencari alasan apa untuk mengelabuhi Eugene. Pria itu seorang polisi, sulit membohonginya. Mungkin dengan melihat ekspresi wajah Ayuna, bisa mengetahui gadis itu sedang berbohong.
Lelaki itu menarik Ayuna masuk ke dalam dengan wajah merah padam. Menahan amarah pada calon Istrinya.
Ayuna melihat bola mata Eugene yang berubah merah membuatnya takut. Lelaki berdada bidang itu menyerahkan dua tiket pada Sang Penjaga. Dan mereka duduk di kursi yang berada di tengah. Banyak sekali pemuda-pemudi yang sedang di mabuk asmara menikmati filem di ruangan itu. Membuat Ayuna sedikit iri. Terlihat semua sangat mesra dengan pasangannya sendiri. Sedangkan Ayuna dan Eugene mirip dua orang asing yang terpaksa duduk sebelahan.
Eugene menyerahkan popcorn pada Ayuna, dengan ragu Ayuna mengambilnya dan memandang wajah calon suaminya yang kembali dingin. “Kenapa dia marah sama?”
Di sepanjang pemutaran filem, Mata Ayuna memandangi Eugene tanpa kedip sambil menikmati popcorn. “Sebenarnya filem nya di layar itu atau di wajahku?” sindir Eugene.
“Di depan lah Om.”
“Terus angpain dari tadi Lietin aku?”
“Om sih marah sama Yuna, jadi Yuna males mau nonton filem.” Lelaki itu cuek dan tetap menikmati filem action kesukaannya.
“Om, tadi pacar Om ya?”
“Bukan pacar lagi, udah mantan.”
Ayuna tiba-tiba menepuk bahu Eugene, “ Sabar ya Om, pasti sakit deh putus cinta. Walaupun Ayuna enggak pernah tahu rasanya putus cinta. Tapi kalau Yuna dengar dari teman Yuna, itu sakit banget.”
“Ah biasa aja.” Tolak Eugene dan menepis punggung tangan Ayuna. Mereka pun menikmati filem kembali, Ayuna lega pria yang di sampingnya sudah tak marah lagi.
Layar besar itu tertulis tamat, saat Sang pemeran lelaki menjatuhkan pistolnya dan berlari menangkap tubuh Sang Kekasih yang terbaring kaku dengan darah merembes di baju putih.
Eugene mengajak Ayuna pulang, gadis bermata hanzel mengikuti Sang Perwira polisi dari belakang. “Aneh ya Om, kok bisa si cowok nembak si cewek padahal kan saling suka.”
“Suka-suka mereka, kan cuma filem.”
“Iya juga ya Om.” Ayuna melewati pinggiran kursi penonton. Banyak pemuda-pemudi lain tak langsung pulang. Mereka asyik bermesra-mesraan di bioskop.
“Terus kenapa cuma Yuna sama Om yang keluar, yang lain masih betah di dalam bioskop?”
“Terserah mereka Ayuna. Ngapain ikut-ikutan.”
Mereka sekarang keluar dari gedung bioskop, saat mereka berada di tempat yang sepi Eugene berbalik badan. Membuat Ayuna kaget dan menabrak dada bidang itu, “Duh Om kok balik badan tiba-tiba sih. Ayuna kan jadi nabrak Om.”
“Dari tadi kamu nanyak, sekarang giliran aku yang nanyak. Mau kabur ke mana kau tadi? Dan kenapa kabur?”
“E...Yuna Cuma takut nikah sama Om Eugene!” Ayuna tertunduk.
“Tiga minggu lalu kau mengiyakan saat Papa menyuruh kita menikah, sekarang saat hari pernikahan sudah dekat. Kamu enggak mau, sebenarnya apa mau mu Ayuna?”
“Kan kemarin Yuna enggak tahu menikah apa, dan sekarang Yuna udah tahu,” ujar Yuna membela dirinya.
“Emang pernikahan seperti apa Putri Ayuna Marisa?” Wajah Eugene melangkah semakin dekat. Membuat muncul perasaan aneh yang muncul di dada Ayuna. Gadis itu terus mundur ke belakang. Menghindari Sang Polisi yang berubah menjadi serigala. Wajah Eugene berada lima senti dari Ayuna. Membuatkan gadis kecil itu bisa merasakan hembusan nafas Eugene.
Suara dering ponsel Eugene berbunyi, [Selamat malam Pak.]
[_____]
[Baik saya akan segera ke sana.] Lelaki itu langsung berlari meninggalkan Ayuna. Membuat gadis bermata Hazel itu bernafas lega.
****
Seorang gadis berambut merah, berkulit sawo matang, berhidung mancung dengan pipi cuby keluar dari dalam mobil. Dua orang penjaga membuka pintu untuk Ayuna. “Yuna bisa sendiri tahu, emang Yuna enggak punya tangan,” cetus Ayuna, mengeluarkan kaki lebih dulu dari dalam mobil. Dengan wajah cemberut ia keluar mobil. Melangkah panjang menuju rumahnya. Semenjak tragedi di bioskop, saat ia akan kabur dari Eugene. Lelaki itu menyuruh pengawal menjaga Ayuna semakin ketat.
Gadis itu membuka pintu lebar, sambil berteriak memanggil Emma. Betapa terkejutnya Ayuna saat mengetahui lelaki yang selalu hadir di mimpi buruknya berada di dalam rumah.
“Kenapa Om Eugene di sini? Aha, Yuna tahu. Om kangen kan, padahal besok kan kita menikah,” ujar Ayuna. Sekarang strategi Ayuna berubah, Wanda menyarankan Ayuna untuk menggoda Eugene. Agar pria itu Ilifil saat bersama Ayuna. Jadi tak akan ada yang terjadi di hubungan mereka. Kata Toby, lelaki tidak suka cewek yang murahan atau yang selalu menggoda cowok. Entah ajaran dari mana, Ayuna percaya seratus persen pada kedua Sang Sahabat.
Eugene melempar wajah, gadis itu senang karena rencana menggoda Eugene berhasil. Walaupun rencana kaburnya gagal, yang terpenting rencana untuk membuat Eugene tak menyukainya harus berhasil. “Aku beri waktu 30 menit, cepat ganti baju!” teriak Eugene sambil mengeluarkan alat penghitung detik Gadis itu langsung berlari ke kamar.
“Ih Om resek, emang Yuna mau ikut latihan kepolisian.” Gadis itu berlari dengan langkah panjang sambil mengoceh panjang lebar. Sesampai di kamar, ia melepas baju dengan cepat. Sampai-sampai kancing seragam nya lepas.
“Jadi inget waktu pramuka deh.”
Ayuna mengambil dress berwarna biru. Ada sabuk yang melingkar di perut, lalu di bawah ada kancing berwarna senada. Gadis itu mengoleskan bedak bayi dan lip gloss Ayuna melempar wadah lip gloss dan pergi meninggalkan meja rias. Suara teriakan Eugene terdengar lantang. Seperti lelaki itu sedang melatih pasukan tentara. Membuat Ayuna mengomel tidak ada habisnya.
“Dasar Om sialan, untung Yuna enggak punya penyakit jantung. Kalau Yuna punya, terus kena serangan jantung dan mati. Orang yang pertama Yuna gentayangi Om Eugene.”
“Ayo cepat jalannya, enggak usah banyak omong.”
Ayuna mengikuti Eugene dari belakang, padahal hidupnya kemarin sangat tenang. Saat hampir tiga hari Eugene tak datang menemuinya.
Yuna memegang perut ratanya. “Maafin Yuna, Cacing. Yuna enggak bisa ngasih makan kalian semua deh. Pasti kalian kelaparan di dalam.” Batin Yuna.
“Kita mau ke mana Om? Gara-gara keburu-buru, sampek belum ingisi bayi cacing di perut Yuna deh.”
“Kita mau ke hotel!” jelas Eugene.
Ayuna melotot. “Jangan-jangan Om Eugene mau nakal sama Yuna!” Gadis itu menelan saliva dengan kasar dan meremas jemarinya.
Jangan lupa Like and Comment. Biar Autor semangat nulis.
- Yuna bikin Autor ketawa deh, gemes banget sama kamu.
Manik Hazel itu menatap keluar kaca mobil. Kedua jemari saling bertautan. Melirik seorang lelaki yang ada di sampingnya. Berkali-kali ia meneguk saliva, tenggorokan gadis itu terasa kering. Badan ramping itu menegang. Bunyi gawai membuatnya segera merogoh sakunya. Ia akan mencurahkan segala kegundahannya pada kedua Sang Sahabat.“Kenapa? “ suara bariton itu membuat Ayuna tersentak, hampir saja ia menjatuhkan smartphone miliknya.“Ah enggak papa,” cicit Ayuna sambil memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku. Eugene semakin menancapkan gas, membuat wajah Ayuna semakin pucat. Jika lelaki itu berani menyentuh tubuhnya, ia akan menghajarnya habis-habisan. Tak berselang lama. Mobil berwarna perak itu sampai di depan hotel bintang lima. Seorang staff hotel membukakan pintu mobil untuk Ayuna dan Eugene. Ayuna dengan ragu keluar dari dalam mobil. Mereka tersenyum ramah, membuat Ayuna semakin kiku.“Selamat siang Tuan dan Nyonya, mari say
Matahari merangkak, subuh perlahan-lahan menampakkan cahaya sedikit demi sedikit. Seorang gadis meringkuk di atas tempat tidur. Selimut tebal menutupi tubuh kecilnya. Sekarang adalah hari pernikahannya. Hari di mana setiap wanita di belahan bumi mana pun menantikannya, tapi tidak dengan gadis kecil yang masih berusia 18 tahun, Yang masih menggunak,an seragam abu-abu.Perempuan berusia 38 tahun itu masuk, membuka tirai kamar. Cahaya mentari malu-malu masuk ke dalam kamar. Emma membalikkan badan, menatap gundukan selimut. Anak majikannya itu berada di dalam. Menggoyangkan tubuh Ayuna yang tertutup selimut tebal dan lembut.“Yuna! Ayo bangun. Nanti kau telat loh di acara pernikahanmu.”“Nanti dulu Tan, Yuna ingin tidur bentar lagi.” Suara parau dan serak, khas orang yang bangun tidur terdengar di telinga Emma. Perempuan berambut ikal itu melangkah keluar dari kamar. Pasti butuh waktu bagi Ayuna menata kembali hatinya. Karena sebentar lagi dia akan be
Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”“Saya lah Om masak setan.”“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.“Apa-apaan ini Yuna?”“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Gadis berbaju berwarna merah tanpa lengan di padukan dengan celana colot berwarna putih berdiri di samping kolam renang. Mendekap tubuhnya sendiri yang ke dinginan. Mengamati pantulan bulan dalam kolam berwarna biru tua. Suara derup langkah mendekat. Gadis itu membalikkan badan. Melayangkan pandangan pada istri adik iparnya. “Ada apa?”Hanami memperhatikan sekeliling berharap pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar. Saat semua benar-benar aman, Hanami mencari kata yang akan di sampaikan pada Ayuna. “Kau tahu, kemarin aku hampir dapat masalah karena Mami. Gara-gara aku tak mau mengandung anak Ken.”“Lalu?”“Apa kau bodoh, nenek lampir itu sangat menginginkan cucu. Dia tidak akan berhenti beroceh jika tidak mendapatkan ahli waris.”“Hah, siapa? Nenek lampir yang mana? Aku tidak tahu di rumah ini ada nenek lam lampir.” Hanami memegang pelipisnya. Gadis yang di depannya sa
Dengan sigap Eugene menangkap tubuh kecil padat Ayuna yang hampir mencium rumput. Cangkir berukir bunga itu jatuh. Isinya pun tumpah tak meninggalkan sisa. Eugene masih merangkul tubuh Sang Istri yang akan jatuh. Manik keduanya saling beradu. Ayuna merasakan debaran pada jantungnya. Manik berwarna amber, hidung besar dan ada luka di pangkal hidung serta keringat yang bercucuran membuat Eugene semakin tampan.“Yuna, Eugene, Kalian sedang apa? Cepat masuk waktunya sarapan. Pacarannya nanti,” teriak Mami Ananta dari jauh.Eugene melepaskan tubuh Ayuna. Pantat Ayuna mencium lantai. “Aw! Sakit tahu Om! Bilang dong kalau mau di Lepasin,” runtuk Ayuna sambil memukuli pantatnya yang kotor, membersihkan noda yang tersisa. Lelaki itu malah pergi meninggalkan Ayuna yang masih terduduk di rumput. Ayuna bangkit dan mengejar Sang Perwira polisi.Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan. Hanya Hanami yang pergi entah ke mana di
Lelaki memakai kemeja itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Walaupun pandangannya terhalang oleh para pelancong yang berlalu lalang. Tapi ia tak menyerah menemukan Sang Istri. Setelah sekitar 10 menit berkeliling Pasar malam. Tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung bajunya. Dia adalah Ayuna, gadis yang ia cari. “Om beliin itu!” pinta Ayuna mengiba. Pria yang ada di depannya itu menarik nafas lega, akhirnya yang di cari telah kembali. Mengikuti arah Ayuna. Tangan Ayuna memegang pergelangan tangan Eugene. Mereka sampai di penjual arum manis.“Pak! beli lima ribuan dua. di bentuk Ayam ya!”“Baik Neng!” Lelaki itu dengan sigap membuatkan pesanan Ayuna. Gadis itu senang menanti arum manis miliknya.“Kamu dari mana?”“Tadi Yuna liet anak kecil Om ke pisah sama ibunya, Terus Yuna nganterin ke deh.”“Lain kali bilang dulu Kalau kamu mau pergi. gimana kalau tiba-tiba kamu ilang. Mami sama Papa pasti marah sama saya.”“Oke siap Om" Memberi
Seorang Pria dengan rambut cepak. Seragam SMA yang acak-acakan duduk di kursi taman berwarna putih. Perasaannya tak menentu saat menunggu gadis pujaannya. Perasaan cinta itu tumbuh saat kelas sebelas akhir. Namun, sangat sulit mengungkapkan perasaannya. Pria berumur 18 tahun itu berpangku tangan, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut taman.Suara derup langkah mendekat, “ Lay! Ternyata kamu yang ngirim Yuna hadiah dari kemarin.” Gadis itu berdiri di samping kursi. Kedua jemarinya saling bertautan satu sama lain.Lay berdiri, detak jantungnya semakin terpompa. Kupu-kupu kecil bertebaran di perut. “A-aku s-se-neng kamu datang!” ujar Lay dengan gugup. Panggilan Ayuna berubah dari ‘Gue Elo’ ke ‘Aku kamu’. Berati sesuatu yang di takutkan Ayuna terjadi.“Kenapa Lay panggil Yuna?” Lelaki itu terdiam, sedangkan alas sepatunya menghentak-hentakkan permukaan bumi. Keringat dingin bercucu