Eugene menarik ujung gagang pintu. Seorang gadis dengan gaun putih muncul, membuat pria itu menelan saliva kasar. “Om lama amat bukain pintunya, emang ada masalah di dalam?” Masuk ke dalam kamar di ikuti seorang pelayan yang membawa troli berisi kudapan. Eugene mendelik. Menatap makanan yang sangat banyak di atas troli, “Siapa yang memakan makanan sebanyak ini?”
“Saya lah Om masak setan.”
“Taruh di situ aja, terimakasih ya?” Pelayan hotel itu pergi meninggalkan Ayuna dan Eugene.
“Apa-apaan ini Yuna?”
“Yuna dari tadi laper Om, makanya Yuna pesan makanan banyak.” Ayuna mengambil pasta dan melompat di atas kasur. Memakan makanan tersebut, seperti gadis yang belum makan bertahun-tahun. Eugene menggeleng, ia jijik melihat cara makan Istrinya, “Jangan makan di kasur, bagaimana jika makanannya jatuh?” tegur Eugene, gadis itu tak bergeming. Membiarkan Sang Suami mengoceh.
Ayuna mendongak, “Om mau juga?” tawar Sang Istri sambil mengangkat piring pasta. Eugene melengos.
Eugene menghadap cermin, membuka satu persatu kancing kemeja berwarna putih. Saat menatap cermin, ia melihat pantulan dirinya sendiri. Lalu sudut matanya menangkap wajah Sang Istri. Wajah gadis itu sudah penuh dengan saus pasta. Membuat Eugene tertawa getir. Melepas sempurna kemejanya, lalu melempar ke atas kasur. Ayuna mendelik, menyudahi makannya dan meletakan piring di atas kasur. “Aaa... Om mau ngapain Yuna?” jerit Ayuna sambil menutup mata.
“Aku mau mandi!” Mengambil handuk di lemari dan berjalan pergi meninggalkan Ayuna yang masih menutup mata. Terdengar suara pintu kamar mandi tertutup, membuat Ayuna membuka mata. Melirik pintu kamar mandi dan mendengus sebal. Bibir mengerucut dan pipi menggembung . Mengambil kembali piring pasta dan memakannya dengan lahap.
Ayuna mengambil steak daging, memakannya habis, lalu berganti mengambil kentang goreng. Tiga piring kotor bertumpuk di dekat ranjang hotel. Pria itu keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk putih yang di lilitkan di pinggang. Yang pertama di lihat adalah wujud Sang Istri yang berantakan. Riasan rambut berantakan, wajahnya penuh dengan saus.
Lalu lengan gadis itu mengelap bibir. Noda saus itu berpindah ke punggung tangan, Dan mengenai gaun pernikahan. Eugene menggeleng kepala. Geli bercampur gemas melihat tingkah laku Ayuna.
“Om!” teriak Ayuna sambil menunjuk Tubuh Eugene dan melotot.
“Apa?”
“Kenapa Om Cuma pakek handuk doang? Emang Om enggak malu apa? Di sini ada Yuna Om. Mata Yuna jadi ternoda dong.” Duduk di pinggir ranjang sambil berkacak pinggang.
Perwira Polisi itu melangkah ke almari, “Di tutup aja matanya,”
“Ih nyebelin deh Om ini, tadi buka baju sembarang. Sekarang keluar dari kamar mandi Cuma pakek handuk. Kayaknya Om Eugene gak punya malu deh,” cicit Ayuna sambil merebahkan diri di kasur. Baju penganti sudah kotor, mulut masih belepotan dan tangan Ayuna masih bau saus pasta.
“Loh, kok tidur?”
“Maunya, masak Yuna terus buka mata. Emang Yuna enggak ngantuk apa.” Mata itu sudah terpejam.
“Eh bocah, liet baju dan mulutmu masih kotor. Apa kau tidak punya cita-cita buat cuci wajah atau mandi.” Membalikkan badan menatap Ayuna yang sudah terlentang di atas kasur. Lelaki itu sangat jijik saat melihat noda makan itu mengenai seprei kasur, sepertinya ia akan segera mati jika berlama-lama dengan Ayuna.
“Enggak Om, Yuna capek. Udah seharian berdiri kayak patung. Sekarang Yuna mau bobok aja.”
Pinggul Eugene masih di liliti handuk, melihat Sang Istri keras kepala tidak mau mencuci tangan. Terpaksa Sang Perwira itu membujuk Ayuna dengan segala cara, “Yuna, nanti kalau Ayuna mandi atau cuci wajah nanti Om beliin Es krim loh.” Suara Eugene di buat lembut agar gadis itu luluh dan mau melakukan perintahnya.
Ayuna memicingkan mata, “Yuna bukan anak kecil Om, enggak mempan di bujuk kayak gitu.” Bibir ranum itu terkatup kembali.
“Atau nanti Om beliin Boneka jerapah yang banyak!”
“Maaf Om Eugene, Yuna udah punya banyak kali di rumah.” Gadis itu malah tengkurap, membuat tangan kotor dan mulut kotor Ayuna semakin menambah bercak noda di kasur.
Gigi gerigi Eugene berdecit, jemari itu saling meremas. Ia tidak sabar dengan tingkah Ayuna yang sulit di atur. Gadis itu terlalu keras kepala. Membuat amarah Eugene naik. “Baiklah, jika kau tak bisa dengan cara baik-baik, aku akan menyeretnya ke kamar mandi,” batin Eugene. Lalu melangkah menuju Sang Istri. Mengakat tubuh kecil Ayuna dan membawanya ke ke kamar mandi. Mata itu langsung terbuka lebar, rasa kantuk dan lelah tiba-tiba hilang. “Om! Lepasin Yuna, Om mau ngapain Ayuna hah!”
“Om mau mandiin kamu, salah sendiri di suruh mandi sulit amat." Tubuh Ayuna gemetar, ia meronta-ronta sekuat mungkin di atas gendong Eugene. Saat sampai di depan kamar mandi, Eugene menjatuhkan tubuh Anak Sma itu.
“Jika kau tak mau aku mandi kan, cepat mandi sendiri. Aku hitung sampai lima kau harus masuk kamar mandi.”
Ayuna mendongak sambil menatap sinis dan masuk ke dalam kamar mandi.
Eugene menghelai nafas lega, ia segera pergi menuju tempat semula. Lelaki itu baru menyadari bahwa tak membawa baju ganti. Karena acara tidur di hotel itu sangat mendadak. Tiba-tiba sebuah bel berbunyi. Ia melangkah panjang menuju pintu, melihat siapa yang datang dari balik lobang kecil. Ternyata itu pelayan hotel. Membuka pintu kamar, “Ada apa?”
“Ini ada titipan dari keluarga Tuan.”
“Oh Terimakasih.” Eugene mengambil Paper bag yang di bawa pelayan hotel, melihat ke dalam tas ternyata yang di dalam adalah piayama untuknya dan Ayuna. Menutup pintu kembali dan berjalan ke kasur.
Memakai piayama berwarna coklat. Dan meletakkan kembali isi paper bag, ia yakin isi di dalamnya itu baju untuk Ayuna. Tanpa melihat baju seperti apa.
“Om!”
“Apa?”
“Mana baju ganti Yuna?” Lelaki berjalan mendekati kamar mandi dan menyerahkan paper bagi dari balik pintu. Gadis itu langsung meraihnya. Ayuna mengambil isi di dalamnya, gadis itu terkejut saat mendapati baju yang aneh dari Eugene.
“Apa-apa ni Om?”
“Kenapa lagi?”
“Ih...masak Yuna pakai baju beginian. Sama aja dong Om, kayak Yuna enggak pakai baju." Runtuk Ayuna dari balik pintu kamar mandi.
“Apaan ya sih, pakai aja itu. Di sini enggak ada baju lagi.”
Ayuna melempar Linggar berwarna coklat senada dengan piayama miliknya. “Enggak mau.” Eugene menelan saliva setelah mengetahui baju yang akan di pakai Ayuna. Sangat terbuka dan sangat transparan.
“Ya udah, Yuna pakek baju pengantin lagi aja.”
“Eh baju pengantin mu itu sangat kotor, aku tak suka jika kau memaki baju kotor itu di atas kasur."
“Terus Yuna pakek apa Om? ini Yuna udah kedinginan loh. Kelamaan di dalam kamar mandi. Bisa-bisa Yuna mati kedinginan nanti.”
Eugene membuang pikiran kotornya. Lalu memijat pelipisnya. Berpikir apa solusi untuk Ayuna, Sang Istri yang sangat merepotkan. Sebuah ide muncul, “Atau aku pesankan baju baru untukmu!”
“Lama Om, Yuna udah enggak kuat di dalam kamar mandi ni.” Merangkul badannya sendiri yang kecil.
Ekor mata Eugene menangkap kemeja putih miliknya masih tergeletak di kasur. Meraih kemeja tersebut dan menyerahkan pada Ayuna, “Sambil menunggu baju mu datang, kau pakai ini dulu.”
Kepala Ayuna keluar dari pintu, meraih kemeja lelaki itu. “Baiklah Om, ini lebih mendingan dari pada baju aneh itu.” Melirik Linggar yang masih tergeletak di lantai.
Lima menit kemudian, Ayuna keluar dari kamar mandi. Menggunakan kemeja putih Eugene yang kedodoran. “Gimana Om?”
Eugene menelan saliva, entah kenapa Ayuna terlihat sangat seksi memakai kemejanya. Lelaki itu mengeram, menahan nafsunya yang bergejolak . Ia tak menyangka gadis kecil itu bisa membuatnya tergoda.
“Kenapa Om? Ada yang salah dari Ayuna?” Lelaki itu menggeleng dan memalingkan wajah, menatap Ayuna membuat ia tak akan bisa mengendalikan nafsunya naik.
Tubuh semampai seorang gadis berusia 18 tahun menggeliat di atas kasur hotel. Kemeja berwarna putih itu masih melekat di tubuhnya. Tadi malam, Ayuna ke buru tertidur saat seorang pelayan membawakan nya pakaian. Eugene bangun dari ranjang, melirik Sang Istri yang sudah tertidur dengan pose melintang. Kaki Ayuna berada di atas perutnya sedangkan kepalanya hampir jatuh ke bawah. “ Dasar bocah, tidur aja enggak Bener.” Eugene menepis kaki Ayuna dan melempar selimut tebal ke paha Ayuna yang terekspos.Eugene menguap, melentangkan ke dua tangan untuk merenggangkan ototnya agar lemas. Bangkit dari kasur. Melangkah ke kamar mandi.Mata Ayuna terbuka saat suara pintu di tutup keras. Dengan tertatih-tatih ia bangkit dari kasur. Menguap lebar dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Melihat setiap sudut kamar hotel yang tampak sama. Setelah menyadari tadi malam ia tidur satu ranjang dengan Eugene. Langsung menyilangkan
Gadis berbaju berwarna merah tanpa lengan di padukan dengan celana colot berwarna putih berdiri di samping kolam renang. Mendekap tubuhnya sendiri yang ke dinginan. Mengamati pantulan bulan dalam kolam berwarna biru tua. Suara derup langkah mendekat. Gadis itu membalikkan badan. Melayangkan pandangan pada istri adik iparnya. “Ada apa?”Hanami memperhatikan sekeliling berharap pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar. Saat semua benar-benar aman, Hanami mencari kata yang akan di sampaikan pada Ayuna. “Kau tahu, kemarin aku hampir dapat masalah karena Mami. Gara-gara aku tak mau mengandung anak Ken.”“Lalu?”“Apa kau bodoh, nenek lampir itu sangat menginginkan cucu. Dia tidak akan berhenti beroceh jika tidak mendapatkan ahli waris.”“Hah, siapa? Nenek lampir yang mana? Aku tidak tahu di rumah ini ada nenek lam lampir.” Hanami memegang pelipisnya. Gadis yang di depannya sa
Dengan sigap Eugene menangkap tubuh kecil padat Ayuna yang hampir mencium rumput. Cangkir berukir bunga itu jatuh. Isinya pun tumpah tak meninggalkan sisa. Eugene masih merangkul tubuh Sang Istri yang akan jatuh. Manik keduanya saling beradu. Ayuna merasakan debaran pada jantungnya. Manik berwarna amber, hidung besar dan ada luka di pangkal hidung serta keringat yang bercucuran membuat Eugene semakin tampan.“Yuna, Eugene, Kalian sedang apa? Cepat masuk waktunya sarapan. Pacarannya nanti,” teriak Mami Ananta dari jauh.Eugene melepaskan tubuh Ayuna. Pantat Ayuna mencium lantai. “Aw! Sakit tahu Om! Bilang dong kalau mau di Lepasin,” runtuk Ayuna sambil memukuli pantatnya yang kotor, membersihkan noda yang tersisa. Lelaki itu malah pergi meninggalkan Ayuna yang masih terduduk di rumput. Ayuna bangkit dan mengejar Sang Perwira polisi.Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan. Hanya Hanami yang pergi entah ke mana di
Lelaki memakai kemeja itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Walaupun pandangannya terhalang oleh para pelancong yang berlalu lalang. Tapi ia tak menyerah menemukan Sang Istri. Setelah sekitar 10 menit berkeliling Pasar malam. Tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung bajunya. Dia adalah Ayuna, gadis yang ia cari. “Om beliin itu!” pinta Ayuna mengiba. Pria yang ada di depannya itu menarik nafas lega, akhirnya yang di cari telah kembali. Mengikuti arah Ayuna. Tangan Ayuna memegang pergelangan tangan Eugene. Mereka sampai di penjual arum manis.“Pak! beli lima ribuan dua. di bentuk Ayam ya!”“Baik Neng!” Lelaki itu dengan sigap membuatkan pesanan Ayuna. Gadis itu senang menanti arum manis miliknya.“Kamu dari mana?”“Tadi Yuna liet anak kecil Om ke pisah sama ibunya, Terus Yuna nganterin ke deh.”“Lain kali bilang dulu Kalau kamu mau pergi. gimana kalau tiba-tiba kamu ilang. Mami sama Papa pasti marah sama saya.”“Oke siap Om" Memberi
Seorang Pria dengan rambut cepak. Seragam SMA yang acak-acakan duduk di kursi taman berwarna putih. Perasaannya tak menentu saat menunggu gadis pujaannya. Perasaan cinta itu tumbuh saat kelas sebelas akhir. Namun, sangat sulit mengungkapkan perasaannya. Pria berumur 18 tahun itu berpangku tangan, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut taman.Suara derup langkah mendekat, “ Lay! Ternyata kamu yang ngirim Yuna hadiah dari kemarin.” Gadis itu berdiri di samping kursi. Kedua jemarinya saling bertautan satu sama lain.Lay berdiri, detak jantungnya semakin terpompa. Kupu-kupu kecil bertebaran di perut. “A-aku s-se-neng kamu datang!” ujar Lay dengan gugup. Panggilan Ayuna berubah dari ‘Gue Elo’ ke ‘Aku kamu’. Berati sesuatu yang di takutkan Ayuna terjadi.“Kenapa Lay panggil Yuna?” Lelaki itu terdiam, sedangkan alas sepatunya menghentak-hentakkan permukaan bumi. Keringat dingin bercucu
Matahari tenggelam. Di gantikan oleh rembulan yang menggantung sempurna di langit. Kilauan bintang bertaburan di hamparan malam. Angin malam masuk dari cela-cela jendela kamar Eugene. Gadis itu gelisah sambil meletakkan pakaian Eugene di keranjang kotor terbuat dari jerami. Mata hazel itu menangkap ‘Ulli’ boneka jerapa kesayangannya. Boneka itu terlihat sangat usang.“Ulli...kamu tahu enggak? Barusan Yuna megang bajunya Om Eugene. Terus bajunya berdarah, gimana dong Ulli kalau Om Eugene terluka.” Gadis itu melirik pintu kamar mandi yang tetap tertutup rapat. Jarum panjang menunjukkan angka 11. Padahal tadi Eugene masuk ketika jarum panjang di angka 1. Hampir satu jam lelaki itu di dalam kamar mandi.“Ulli! OM kok enggak keluar, jangan-jangan Om Eugene mati lagi di dalam.” Kaki jenjang Ayuna melangkah menuju pintu kamar mandi. Mengetok dada pintu. Namun, sampai lima kali ketukan. Lelaki itu tak kunjung keluar. Pera
Eugene berdiri meletakkan cangkir kopi yang tadi di seduh. Mengamati setiap huruf di kertas buram. Membaca berita terkini dari sumber terpercaya. Pria parau baya duduk di depannya sambil membawa cangkir. Eugene mendongak, memeriksa siapa yang hadir di depannya. Dia adalah Ruth Smith kepala keluarga di Keluarga Smith.“Pulang kapan?”“Udah, tadi malam.” Lelaki tua itu sibuk dengan berkasnya. Tersenyum mengembang, saat melihat tanda tangan tergores di kertas putih. Ternyata sangat gampang menipu menantunya.Sebuah nada Bib berbunyi dari balik gawai. Setelah menerima pesan dari temannya. Eugene berdiri dan melempar koran di meja. “Pa Aku berangkat dulu!”“Enggak sarapan dulu?”“Enggak Pa, makan di kantor saja. Ada tugas.”“Oh baiklah, hati-hati di jalan.” Entah kenapa perasaan Eugene tak enak. Lelaki itu segera pergi ke kantor polisi. Tanpa kembali ke kamarnya. Lelaki
Rembulan berwarna keemasan menggantung sempurna di atas langit. Bintang-bintang berhamburan, menemani rajanya malam. Malam ini terasa berbeda dari sebelumnya. Seorang polisi harus menghabiskan malam panjang menemani Sang Istri. Lelaki itu sudah menebak apa yang terjadi pada gadis yatim piatu itu. Pasti Mami Ananta yang mengurungnya. Seburuk-buruk tindakan Sang Ibu. Perempuan Paru baya itu pasti punya alasan yang kuat mengurung Ayuna.“Aku di mana?” Pertanyaan itu keluar dari bibir kecil Ayuna. Lelaki yang tertidur di kursi itu langsung terbangun setelah mendengar suara Sang Istri.Gadis itu dia sesaat, “Kenapa Yuna bisa ada di rumah sakit Om? Yuna enggak hamil kan?” Ayuna mengakat pergelangan tangan yang di pasangan Infus. “Orang kata Toby, Tantenya pernah di bawa ke rumah sakit waktu pertama hamil.”Eugene mendorong dahi Sang Istri dengan jari telunjuk, “Enggak semua orang yang di bawa ke