Share

Awal Mula Gosip

"Hei ? Kenapa wajahmu cemberut begitu dua harian ini?" tanya salah satu penghuni bawel di kafe Sandra.

Gadis itu mengabaikannya, dan hanya tetap berdiri sambil menumpukan kedua siku di atas meja konter, siku yang sedang menanggung berat beban dari kepalanya. Matanya sendiri tengah melamun kosong ke arah taman mungil depan kafe.

"Kak, katanya bentar lagi mau nikah ya?" tanya salah satu penghuni lainnya.

Kata menikah memancing atensi Sandra. Ia langsung menoleh pada pria muda berkulit tan yang tengah memeluk nampan kayu berpelitur di depan meja konterku. Ia mengerutkan kening ketika memandangi pria manis tersebut.

"Dapat berita darimana?" tanya Sandra keheranan.

Saking herannya sekarang sudah tidak bertopang dagu lagi. Ia refleks berdiri dengan meluruskan punggung, ingin mendapatkan kembali pose kemuliaannya.

"Hehehe." Dia terkekeh sambil menggaruk kepalanya, "kemarin aku sedikit mendengar obrolan kak Sandra dengan dua orang itu," jelasnya.

Wajahnya antara terlihat tak enak, tapi juga penasaran.

"Serius kamu mau menikah? Ada angin apa? Bukannya cita-citamu katanya mau menikahi pangeran dan menjadi putri angsa?" tanya pria yang masih berdiri di belakang.

Sandra malas-malasan menoleh padanya, hanya sebentar. "Ck, emang kenapa kalau aku menikah? Apa kamu yang dirugikan?" kesal Sandra pada Awan yang terdengar tak percaya dengan isu pernikahannya.

Sandra semakin tak bisa membayangkan reaksi yang akan didapatkan seandainya mereka tahu kalau ia menikah untuk menjadi istri kedua si Setan brengsek itu.

Sandra mendengar suara dengusan Awan, "Astaga ... sensi bener, aku kan cuma memastikan, sewotnya udah ngelebihin mak lampir yang dijodohin aja."

Secepat kilat Sandra memutar kepala dan memberikan Awan tatapan setajam laser, "Memangnya kamu pernah merasakan pengalaman dijodohkan?!" sengitnya. "Jangan sok tau, hiss! Dasar lelaki."

Kekesalan Sandra semakin menjadi saja, dan penyebabnya tentu saja gara-gara si Setan kurang ajar itu.

Tapi sekilas ia merasa ada yang aneh dari ekspresi wajah Awan ketika mencibirnya masalah pengalaman perjodohan. Wajahnya terlihat salah tingkah dan gugup. Jangan-jangan ...

"Mana mungkin aku dijodohkan? Aku adalah pria yang memiliki hak kehidupan pribadi yang bebas. Aku hanya akan menikah dengan wanita yang aku cintai, bukan karena paksaan," jelasnya membela diri dengan panjang lebar.

Penjelasan yang tidak dibutuhkan oleh Sandra, "Sayangnya cuma panci, oven dan komporlah yang menjadi belahan jiwamu kan ya," sindir Sandra dengan memberikan lirikan sinis padanya.

Atensinya kembali pada pria muda yang masih setia berdiri di depan meja konter, kelihatannya dia menyimak kegiatan berdebat Sandra bersama Awan.

"Lucas ..." kata gadis itu penuh penekanan, "Kelihatannya pekerjaanmu kurang banyak, iya kan? Sampai-sampai masih sempetnya kamu nguping pembicaraan orang lain dan bukannya bekerja dengan benar."

Wajah Lucas langsung memerah malu dan gelagapan. Dia terlihat lucu sekali.

"Iya kak, Lucas memang kurang pekerjaannya. Jadi kalau bisa sekalian saja suruh dia cabutin rumput di taman depan sana," kompor pria muda satunya yang kini sudah berdiri di samping Lucas sambil memegang nampan juga.

"Mark, kamu cerewet sekali." Sandra malas harus mengomeli mereka siang hari yang sedang paans bedengkang, "sebaiknya kalian bersiap-siap untuk kunjungan makan siang. Sebentar lagi pasti banyak yang datang."

Sandra mengibaskan tangan pada mereka berdua, sebagai kode agar segera bubar.

"Yah kakak, harusnya Lucas dihukum saja. Aku ikhlas kok," gerutu Mark yang kini langsung berjalan meninggalkan konter bersama Lucas yang tersenyum membuntuti temannya itu.

Ketika Sandra menoleh ke samping, alisnya mengernyit hampir menyatu. Disilangkannya kedua tangan di dada.

"Kamu kenapa masih di sini?" tanyanya bingung.

Pasalnya, Awan itu adalah sosok chef yang tidak akan pernah meninggalkan dapur dan pirantinya di jam rawan seperti ini. Apalagi sekarang sudah masuk jam sebelas siang. Yang mana bagian dapur pasti membutuhkan persiapan yang ekstra.

"Aku akan menemanimu," jawabnya santai.

Dia bahkan membuka laci mesin kasir dan mulai memeriksa jumlah pemasukan yang tertera di layar monitor mesin kasir dengan cash yang ada di laci. Terlihat sangat sibuk, membuat sang bos semakin keheranan.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sandra yang malahan menjadi khawatir.

Awan tidak menoleh ke arahnya, mata dan tangannya tetap sibuk dengan kegiatannya.

"Aku baik-baik saja," balasnya.

Sandra menghela nafas dan menguraikan lipatan tangan yang ada di dada. Kemudian mendekatinya, sangat menempel antara lengannya dengan lengan gadis itu.

"Tapi kamu aneh, Wan."

Dia menghentikan kegiatannya, matanya kini menatap Sandra tajam.

"Kamu yang aneh, San."

'Astaga! Kenapa jadi aku yang aneh? Hei!'

"Apa maksudnya? Di mana letak keanehanku?!" tanya gadis itu tak terima.

Kali ini Awan yang menghelakan nafasnya begitu dalam, dia mengembalikan lipatan uang yang sudah disusun rapi dan per jenisnya. Sandra memperhatikannya ketika menutup laci mesin.

Tubuh si Awan kinton itu kini sudah menghadap ke arah Sandra sepenuhnya.

"Kenapa kamu bisa tiba-tiba menikah begitu?"

Rautnya terlihat begitu mengintimidasi, membuat Sandra sedikit gugup. Padahal biasanya hanya keluarganya saja yang bisa membuatku gugup. Alasannya tentu saja karena mereka ... ah, lupakan saja.

"Apa salahnya kalau aku menikah sih? Umurku juga udah menginjak dua puluh lima tahun kalau kamu tahu. Apa kamu lebih suka melihatku jadi perawan tua?" sungut Sandra menutupi kegugupannya.

"Bukan masalah umurmudi San, kita sudah saling mengenal selama hampir lima tahun. Dan aku tahu kamu sedang tidak dalam memiliki hubungan dengan pria manapun. Dari dulu pertama kita kenal, maupun sekarang. Tapi tiba-tiba ..."

Ucapannya menggantung tak diselesaikannya. Membuat perasaan semakin tak nyaman seketika.

"Pria kemarin itu adalah pria yang sudah beristri kan, San? Jadi tolong jelaskan kenapa kamu harus menikahi pria seperti itu?"

Sandra diam tak berkutik mendapatkan serangan pertanyaan darinya bertubi-tubi. Ia bingung harus menjawab bagaimana? Masa iya harus berkata yang sejujurnya kalau menikah karena sebuah iming-iming simbiosis mutualisme. Yang benar saja!

Sandra sedikit menggerakkan kepala karena mulai tidak nyaman dengan pembicaraan ini.

"Ah ... Awan, jadi begini." Ia ingin menjelaskan, tapi bingung harus memberikan penjelasan yang bagaimana.

"Begini bagaimana?" desaknya.

Gadis itu hanya menggaruk tengkuk dan tersenyum gugup.

"Dia memang sudah memiliki istri, dan aku menjadi istri keduanya," jawabnya dengan cepat.

Hanya mengatakan itu saja jantung Sandra rasanya seperti mau copot dari sarangnya.

"Kenapa kamu mau? Apa karena dia kaya? Atau kafemu terancam bangkrut makanya kamu memilih untuk mengambil langkah ekstrim seperti itu! Apa kamu sudah lupa dengan prinsipmu yang tidak ingin berbagi suami itu?!"

'Sialan! Yang kenapa aku malahan dipojokkan seperti ini?' Sandra melotot mendengar semua tuduhan pria bodoh di depannya.

"Apa kamu gila?!"

Dia menggeleng dengan memasang wajah datarnya, "Kamu yang gila."

"Hei! Nggak mungkin aku tergiur dengan hartanya!" tukas Sandra kesal. Iamembuang muka ke samping, rasanya malas untuk memandang wajah tampan si Awan Kinton.

"Kalau begitu apa karena ketampanannya?" tebaknya.

Sandra merotasikan mata tak sabar, "Astaga. Dilihat darimananya Athan itu tampan? Apa matamu sudah rabun?" sinisnya.

"Jelaskan biar aku mengerti," pintanya.

Sandra kembali melihat ke arahnya, menatapnya dengan ragu. Apa harus bercerita saja tentang penyebab sebenarnya kenapa aku harus dan terpaksa menikahi Athan?

"Jadi itu ... begini. Alasanku menikah dengannya adalah karena ..."

Rasanya Sandra belum siap mental untuk bercerita pada Awan, karena kalau bercerita pasti urusannya akan merembet panjang. Bahkan pasti dia akan menanyai hal apa yang sedang disembunyikan. Rahasia yang malahan diketahui hanya oleh Athan.

"Karena apa?" tanya suara pria lain dari depan meja konter.

Dua orang yang sedang terlibat perdebatan alot tadi langsung menatap sang penyela dengan terkejut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status