Share

MALAIKAT TAK BERSAYAP

Secara mengejutkan Richie membawa Milly ke rumahnya. Milly semakin tidak mengerti, dia juga takjub dengan rumah Richie yang cukup besar untuk seorang lajang sepertinya.

Mereka sudah masuk ke dalam rumah, Milly semakin takjub saja, interior dan segala isinya sungguh membuat nyaman walau hatinya masih sedikit skeptis, Milly mungkin masih takut kalau Richie kembali memintanya untuk melayaninya.

"Tunggu, duduklah!" kata Richie saat sampai di sebuah ruang, Milly duduk di sofa yang ada disana. Dia masih mengagumi rumah seorang Richie.

Richie pergi ke ruangannya di lantai atas.

Milly menunggu, dia tatap dua box pizza yang ada di meja, perutnya keroncongan sekali. Sebenarnya dari kemarin dia malas untuk makan dan sekarang dia mulai merasa sangat kelaparan. Pizza itu memang sengaja Richie beli tadi saat di perjalanan.

'Huh, ternyata baik juga orang ini, semoga dia gak berubah pikiran lagi!' pikir Milly yang sudah merasa lebih aman saat ini.

Beberapa menit kemudian Richie turun dari kamarnya lalu kembali mendekat dan duduk di ruangan itu.

"Pakai ini," Richie menyodorkan t-shirt-nya, mungkin dia ingin Milly merasa lebih nyaman.

Milly meraihnya dan segera mengenakannya, t-shirt itu cukup kedodoran untuk Milly tapi dia senang karena setidaknya saat ini dia bisa lebih menutup tubuhnya.

Richie tertawa kecil melihatnya, Milly tersipu malu, Milly kelihatan manis sekali saat mengenakan t-shirt extra large milik Richie.

"Terimakasih ...." ucap Milly malu-malu.

"Sekarang kita makan, huh ... terlalu banyak memikirkan masalah sampai lupa buat makan!" kata Richie dan dia sedikit mendengus lalu dia buka box pizza itu, perut Milly makin keroncongan. Lelehan mozzarela di atas smoked beef yang tertata rapi di atas roti pizza itu sungguh membuatnya lapar.

"Makanlah!" kata Richie lalu menyodorkan box pizza itu mendekat kepada Milly.

Walau agak malu dia segera ambil satu potong pizza dan melahapnya. Yumm, enak sekali! pikirnya.

"Jadi setelah ini kamu mau pulang ke Batam?" tanya Richie kembali memulai obrolan.

"Iya ...."

"Kamu bisa adukan ini sebagai kasus human trafficking."

"Gak ah, udah bisa pergi dari sana aja saya sudah sangat bersyukur."

Keduanya masih menikmati cemilan malam mereka. Rasanya Milly merasa percaya tak percaya bisa sampai di rumah Richie malam ini, skenario Tuhan yang tak pernah terbayang olehnya sebelumnya.

"Aaah iya ...." sepertinya Milly ingat sesuatu, tiba-tiba dia tampak ketakutan lagi.

"Kenapa?" tanya Richie.

"Barang-barang saya kan masih tertinggal disana, bahkan kartu identitas dan beberapa dokumen penting juga masih disana! duuh, gimana yaa?" Milly kelihatan sangat menyesal dan kebingungan pastinya. Bagaimana bisa ia pulang ke Batam sementara semua barang-barangnya masih tertahan di mess club itu. Milly juga yakin, kalau dia kembali untuk mengambil barang-barang itu, Tora dan Rado tak akan mungkin melepaskan kepergiannya.

"Besok saya ambilkan!" cetus Richie, lagi-lagi mengejutkan Milly. Semua kebaikannya sungguh membuat Milly berdecak berkali-kali.

Entah bagaimana Milly bisa berterima kasih pada Richie. Richie benar-benar seperti malaikat tak bersayap untuknya saat ini, Milly sampai terharu dibuatnya.

"Malam ini, istirahat dulu disini besok saya akan antar kamu ke kantor Dinas Sosal, itu kamar tamunya, istirahatlah!" Richie menunjuk sebuah pintu kamar di salah satu sudut rumahnya yang luas itu.

 Dan setelah beberapa saat, Richie pergi menuju kamarnya. Milly masih merasa ini seperti mimpi. Dia pikir masa depannya akan hancur di club itu, tapi malam ini dia mulai bisa bernafas lega lagi, setidaknya dia masih bisa mempertahankan kehormatannya sampai detik ini.

***

Pagi-pagi sekali Milly bangun, dia berinisiatif untuk membereskan seisi rumah Richie. Dia juga membuatkan toastbread dengan telur mata sapi di atasnya, dia ingin membalas kebaikan Richie semalam. Walau agak ragu, tapi dia mencoba memberanikan diri untuk memakai dapur nyaman milik Richie.

Saat Richie turun, dia sangat terkejut dengan hal kecil yang Milly lakukan. Dia sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Dia hampiri Milly yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.

"Heum ... maaf saya lancang, anggap saja ini bentuk rasa terima kasih saya atas semua kebaikanmu semalam," kata Milly malu-malu, Richie menyambutnya dengan senyum simpul. Dia tidak menyangka kalau Milly membereskan rumahnya bahkan menyiapkan sarapan sederhana untuknya.

"Kamu gak perlu lakukan ini semua," kata Richie.

"Tadi saya lihat rumah kamu ini sangat berantakan dan saya terbangun sejak pagi, karena bingung harus ngapain ... ya saya bereskan saja sembari menunggu waktu," kata Milly, saat ini ketegangannya mulai hilang, dia mulai merasa nyaman.

"Terima kasih," ucap Richie yang cukup terkesan.

"Oh iya, saya juga buatkan ini ... semoga cukup untuk mengganjal perut." Milly sodorkan roti telur itu, Richie duduk di meja makannya dan dia mulai nikmati  hasil masakan Milly, dia tersenyum.

"Oh iya, pagi ini saya ada meeting penting, mendadak, mungkin saya baru bisa antar kamu nanti sore, saya juga harus bawa barang-barang  kamu terlebih dahulu ke club itu, jadi gimana? gak apa-apa kan kamu menunggu sampai sore?"

Milly agak ragu tapi mau bagaimana lagi, dia tidak mungkin mengganggu kesibukan Richie.

"Heum .. iya, kalau kamu gak keberatan, saya akan menunggu disini."

"Istirahat saja dulu, kalau lapar kamu bisa memasak sesuatu."

Milly lega karena Richie masih bersikap baik padanya. Dan tanpa terasa, roti telurnya habis Richie lahap.

"Saya berangkat dulu!" Richie bersiap untuk pergi. Dan Milly hanya menganggukn kepalanya dengan sangat takzim. Sungguh, Richie sudah seperti pahlawan super untuknya.

Entah kenapa Richie percaya begitu saja pada Milly, dia tidak ragu sedikit pun meninggalkan orang yang baru saja dia kenal tinggal sendiri di rumahnya.

***

Richie memang sibuk hari ini di kantor, setelah melakukan meeting dengan para staf-nya dia juga harus segera menyelesaikan laporan penting pada Ayahnya sendiri. Dia sampai kelelahan.

Tok tok tok, ada yang mengetuk pintu.

"Masuk!" seru Richie.

Budi sang officeboy masuk dengan secangkir kopi yang sejak tadi Richie pesan. Dia agak kesal karena Budi terlambat membawakan pesanannya.

"Maaf pak lama," kata Budi.

"Kenapa lama?" tanya Richie kesal.

"Hari ini saya sendiri, bu Arin gak masuk, si dea juga resign pak, makanya saya kewalahan hari ini," kata Budi berdalih, dia tampak sangat kecapean.

Budi kembali meninggalkan Richie sendiri lagi tapi tak lama kemudian setelah itu Julian masuk.

Julian adalah saudara sepupu Richie, dia juga punya jabatan cukup penting di perusahaan.

"Malam ini kakek mau kita makan malam bersama di rumah," kata Julian, Richie ingat hari ini dia masih harus membantu Milly.

"Gue gak bisa," jawabnya dan masih fokus dengan layar laptopnya.

"Kenapa?"

"Ada urusan."

"Sama Daniar?" tanya Julian, saat mendengar nama itu seketika Richie menghentikan fokusnya, hatinya sesak lagi saat mendengar nama Daniar.

"Ayolah, katanya kakek kangen kita berkumpul bersama," kata Julian membujuk.

"Kalau sempat gue akan datang nanti malam!" kata Richie, dia jadi malas melanjutkan laporannya.

"Ajak Daniar sekalian, gue juga mau ajak Alana nanti, jangan lupa ya!" Julian pergi meninggalkan Richie dan rasa sesaknya.

Dia jadi ingat Daniar lagi, ingin marah tapi percuma. Richie jadi benar-benar malas untuk melanjutkan pekerjaannya.

Dan setelah jam kerjanya selesai ....

Seperti janjinya, Richie mengunjungi club sepulang kerja. Club masih tutup tapi dia bisa langsung menemui Tora di ruangannya.

Tora kaget karena Richie datang sendiri saja, dia terheran-heran karena Milly tidak pulang bersama Richie.

"Lhoo bos, si Milly mana?" tanya Tora.

"Gue punya satu permintaan, mungkin ini cukup sulit untuk lo penuhi. Tapi, kita akan buat kesepakatan!" kata Richie yang duduk santai di depan Tora.

"Maksudnya bos?" Tora belum mengerti apa maksud Richie terlebih dia tak mengerti karena dia tak bisa melihat Milly sama sekali.

"Tolong bebaskan gadis itu!" pinta Richie to the point. Tora terkaget bukan main, dia benar-benar belum mengerti dengan jelas maksud Richie.

"Kelihatannya dia gak senang bekerja disini!" tambah Max lalu dia mencoba menyentil Tora.

"Dia bicara yang macam-macam sama bos?" tanya Tora dengan nada agak mengecam.

"Gak! Dia gak bicara apa-apa, tapi gue tahu dia terpaksa bekerja disini, gimana? Bolehkan gue bebaskan dia?"

Tora tak tahu harus apa, dia tak mungkin menolak permintaan Richie karena Richie adalah salah satu investor penting di clubnya ini tapi dia juga sangat membutuhkan Milly. Milly bisa menjadi aset berharga untuk club, pikirnya.

"Sepertinya dia dijebak, dan bisa saja lo dituntut karena sudah memperjual belikan orang seperti ini!" tekan Richie ,Tora makin dilema.

"Tapi Bos, gue udah bayar dia mahal-mahal!" kata Tora berdalih.

"Oh, begitu ya? Kalo gitu gue akan pergi dari sini, dan kita akhiri kerjasama kita selama ini!" ancam Richie semakin menekan Tora.

"Jangan! Jangan bos!" tahan Tora.

Richie menatap Tora penuh tekanan dengan tatapan tajam yang juga telah membius para wanita yang selalu mendambanya di luaran sana. Dan pada akhirnya Tora pun menyerah.

"Oke, gue lepaskan dia!"

"Tolong bawakan barang-barangnya! Jangan sampai ada yang tertinggal!" pinta Richie.

"Iya Bos!"

Tora pasrah, akhirnya dia mau memenuhi permintaan Richie walaupun sebenarnya dia kesal karena harus kehilangan salah satu aset berhargannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status