Suasana canggung tercipta di dalam rumah sederhana itu, Bella tidak mengerti apa yang terjadi di sini sebenarnya. Ketika mereka tiba di rumahnya, pria yang menolongnya itu tidak pergi dan terus berdiam di depan pintu. Bella terlihat bingung saat itu harus melakukan apa, akhirnya setelah meminta pendapat Ed. Ia menawarkan kedua pria itu masuk, dan tanpa di sangka dengan mudahnya pria yang pergi ke toko bunga pagi tadi itu, begitu saja menyetujui.
Dave diam-diam memperhatikan kondisi di dalam rumah kecil itu, tidak banyak perabotan maupun ruang. Ruangan tempatnya berada saat ini hanya diisi oleh karpet dengan sebuah dapur kecil di depannya, matanya memandang dinding bercat putih dengan hiasan foto-foto Bella dan pria itu. Sebuah ruangan dengan pintu tertutup, menarik perhatiannya. Satu tebakan yang membuat dia benci memikirkannya, ruangan tersebut adalah kamar. Tidak masalah jika ada dua ruangan seperti itu di sini, tetapi itu hanya satu yang artinya mereka berbagi kamar.
Udara pagi ini, sama saja dengan hari-hari sebelumnya. Satu hal yang membedakan adalah ketika Theo terbangun dan melihat Dave telah bersiap dengan pakaian yang rapi, pria itu bahkan sesekali memperbaiki penampilan di depan cermin. Hal itu tentu saja mengundang rasa penasarannya, Theo duduk di sofa. “Kau memperhatikan penampilan ternyata,” katanya. Dave melirik tajam ke arahnya, “Apa aku terlihat aneh?” Theo mengernyit, “Kau meminta pendapatku?! Tentu saja penampilanmu tetap keren seperti biasa, dan aku benci mengakuinya.” Dave menoleh sekilas, lalu berjalan menuju lemari tanpa menghiraukan ucapan teman kecilnya. “Kau akan pergi? Ke mana?” tanya Theo. Dave mendengus, “Jangan mengikutiku.” Theo mendengus, “Siapa juga yang mau mengikutimu. Aku hanya ingin mengatakan pulanglah sebelum jam makan siang, ayahmu kemarin menelepon dan meminta kita kembali ke Seoul.” Dave terdiam, dia melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Dave keluar dari apartemen.
Sekitar lima belas menit kemudian, Ed keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi pinggang hingga lutut, sebuah handuk putih kecil berada di kepalanya. Bella berbalik saat aroma sabun cair miliknya menguar, seketika itu juga ia menahan napas. Tetesan air jatuh ke dada bidang Ed, lalu menuruni perutnya yang terbentuk sempurna. Mata Bella naik ke kepala Ed, ia mendengus lalu mendekat ke arah pria itu. Bella menarik handuk kecil di atas kepala Ed, lalu meletakkannya kembali di sana dan mulai mengusap-usap rambut itu. “Ed, menunduklah sedikit,” keluh Bella yang merasa kesulitan dengan kegiatannya membantu mengeringkan rambut Ed. Perbedaan tinggi yang lumayan jauh, harus membuat ia berjinjit agar tangannya sampai di kepala Ed. Ed menahan tawanya saat melihat Bella yang terlihat kesulitan, bukannya mengikuti apa yang Bella katakan, dia malah dengan sengaja berjinjit hingga perbedaan tinggi badan keduanya terlihat begitu kentara. Bella menghembuskan napas kasar, “Berh
Akhir pekan merupakan hari yang dinanti oleh para pekerja, setidaknya mereka dapat menikmati satu hari dengan menyegarkan otak dan tubuh. Meskipun tidak semua orang dapat menikmati hari itu, begitu juga dengan Bella dan Ed. Pagi ini, Bella berencana pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan restoran. Ia sedang dalam keadaan hati yang bagus, beberapa hari lagi ulang tahunnya akan tiba. Meskipun dirinya tidak yakin tanggal 29 Desember adalah hari lahirnya. Tak masalah, selama ia masih dapat merasakannya seperti orang lain. Bella mempercepat langkahnya ketika memasuki area pasar, meskipun matahari mulai sedikit tampak, tetapi pasar masih sepi. Tujuan pertamanya adalah pergi ke pedagang ikan dan daging, tidak terlalu sulit memilih keduanya yang masih segar. Ikan yang segar biasanya memiliki insang yang berwarna merah cerah, sedangkan daging sapi segar biasanya memiliki warna kemerahan dan tidak pucat. Begitu kedua bahan itu selesai dibungkus, Bella pergi ke pedagang sayuran yan
~ Pintu terbuka, ruangan gelap dan kosong menyambut Bella ketika memasukinya. Ia melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul satu siang, cuaca yang mendung membuat langit tampak seperti sore hari. Tujuan pertamanya sekarang adalah kamar, entah mengapa ia merasa hatinya tengah diliputi oleh emosi negatif. Bella meraih sesuatu dari bawah ranjang kecil, sebuah kotak kayu kecil didapatkannya. Ia membuka kotak tersebut, sebuah foto usang kini berada di tangannya. Seorang wanita tengah tersenyum menatap kamera dengan begitu manisnya. Bella membalikkan foto tersebut, beberapa tulisan tangan yang ia tulis semasa kecil. Bella ingat ia menulisnya ketika merindukan wanita dalam foto tersebut, ibu panti menyebutkan bahwa wanita tersebut adalah ibu kandungnya. Dan beliau selalu memberitahu Bella yang sewaktu kecil selalu menangis ingin bertemu dengan sang ibu, beliau mengatakan bahwa ibu kandungnya juga sangat merindukannya dan berjanji akan menjemputnya. Setelah itu, ia yan
Ed membuka pintu di depannya, Bella tidak berada di kamar seperti dugaannya. Dia baru saja hendak menutup pintu kembali, tetapi sebuah benda mengalihkan perhatiannya. Ed memasuki kamar, dia berjongkok untuk mengambil benda tersebut. Selembar foto berisi seorang wanita cantik tengah tersenyum menatap kamera, kini berada dalam genggaman tangannya. Foto itu terlihat usang, tetapi terlihat sekali foto itu dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Ed membalikkan foto tersebut, beberapa tulisan menghiasi bagian putih belakang foto itu. Tulisan-tulisan itu kurang lebih berisi pengungkapan rasa rindu yang ditulis oleh seorang anak kecil, Ed tersenyum. Tulisan tangan yang sangat dikenalnya, tulisan itu adalah milik Bella sewaktu kecil. “Sepertinya kau sangat merindukan ibumu, Bella.” Ed berdiri, matanya memandang sekeliling kamar. Kamar sederhana yang terlihat sangat rapi dan bersih, aroma lavender memasuki hidungnya. Ini adalah wangi sabun yang dipakai Bella, dia keluar dari kamar. Ed me
Bella duduk termenung di karpet usang ruang tamu, ia terus melirik jam dinding dan pintu secara bergantian. Berharap sosok Ed muncul dengan senyum hangat, lalu memeluknya dan menangkan hatinya yang gundah. Tengah malam telah berlalu lima menit yang lalu, tetapi rasa kantuk seolah terkalahkan oleh perasaan khawatir yang berlebih. Bella kembali melirik jam dinding, waktu terasa sangat cepat. Ia berdiri, Bella pikir ia sudah tidak bisa menunggu lagi. Akan dirinya cari keberadaan Ed, lalu meminta maaf dan setelahnya hubungan mereka akan membaik, 'kan? Setelah mengenakan mantel, Bella berjalan menuju pintu. Tangannya baru saja menyentuh kenop pintu, tetapi benda tersebut sudah terlebih dahulu terbuka. Ed muncul dengan wajah tampak lelah, Bella segera menghamburkan diri ke arah Ed. Mengalungkan tangannya di leher pria itu dan memberinya pelukan, mengabaikan rasa hampa ketika Ed tak membalas pelukannya. Bella mengurai pelukannya tanpa melepaskan, ia tatap wajah lelah
Bella membuka matanya dengan cepat, ketika suara alarm dari jam kecil di atas nakas terus berdering. Setelah mematikan suara mengganggu di pagi hari itu, ia meregangkan tubuhnya yang terasa pegal. Bella menggaruk tengkuknya sembari menguap kecil, ia menginjakkan kakinya di karpet usang kamarnya. Kemudian Bella berdiri dan keluar dari sana, matanya memandang sekeliling ruangan yang terlihat sama seperti malam tadi. Piring-piring kotor yang masih menyisakan makanan, bau menyengat yang tercampur dari masakan membuat ia mengerutkan hidungnya.Suasana yang sepi dengan keadaan ruangan yang masih sama seolah memperjelas bahwa Ed belum kembali ke rumah, Bella menghela napas panjang. Ia mengingat rambutnya dengan asal, lalu menghampiri meja kecil di sana dan mulai membereskan kekacauan yang dibuatnya sendiri. Begitu piring terakhir selesai dicuci, Bella melirik jam dinding. Waktu masih menunjukkan pukul sebelas, sudah terlalu siang untuk memulai sarapan. Bella memutuskan untuk mandi,
Detak jam dinding di dalam ruangan itu terdengar nyaring, suara keyboard yang biasanya terdengar, kini teronggok di meja dengan layar laptop yang menyala. Dokumen-dokumen itu bahkan terabaikan oleh si pemilik, Dave terus menatap pemandangan gedung-gedung pencakar langit di kota Seoul dari balik kaca ruang kerjanya. Sudah sebulan berlalu, tetapi perempuan itu tak kunjung pergi dalam pikirannya. Dave mengacak surainya kasar, “Aku tidak bisa seperti ini terus.” Ya, tentu saja Dave tidak akan bangkrut hanya dengan mengabaikan satu atau dua dokumen. Namun, dirinya adalah seorang profesional. Merenung dan memikirkan seorang wanita bukanlah gayanya, hanya saja Bella bisa menjadi pengecualian. Entah apa yang dilakukan perempuan bermanik coklat itu, Dave seperti orang bodoh ketika terus mengingat Bella. Dave mendengus, meskipun dia sering berjumpa dengan wanita yang beberapa kali lipat lebih cantik dari Bella. Tetapi Dave mengakui kalau tidak ada yang seperti Bella, sebenarnya apa ya