15 menit perjalanan kami lalui, menuju tempat yang di janjikan oleh Mbak Karina. Mas Andri mengurangi laju kendaraannya, lalu membelokan mobilnya dan menepi di halaman sebuah bangunan. Aku melongok dari kaca jendela mobil mataku mengedar keluar, tempatnya sangat asing bagiku.
"Mbak, emang kita sudah sampai?" tanya ku pada Mbak Karina yang duduk di kursi depan samping Mas Andri.
Mbak Karina memutar tubuhnya menoleh padaku, "Iya Sil, kita sudah sampai, sekarang kita turun yuk!" ajak Mbak Karina sambil menganggukkan kepala.
"Iya Mbak." Akupun membuka pintu mobil dan turun ku seret koper berisi baju-baju pemberian Mbak Karina, aku mendongak menatap papan nama yang terpampang di atas kanopi, (Maya coffe shop). Aku langsung menyimpulkan bahwa pemilik tempat ini bernama Maya.
Kami bertiga berjalan menaiki undakan tangga menuju pintu. Aku berjalan paling belakang mengikuti Mbak Karina, Mas Andri mendorong pintu kaca yang masih ada tulisan tutup yang menempel di kaca.
Aku mengekori sepasang suami istri ini kedalam, semua karyawan cafe sedang berkutat dengan pekerjaan dan tugasnya masing-masing, kedatangan ku membuat semua orang tertoleh, mungkin karena rasa ingin tau, atau mungkin apalah, hanya mereka yang tau, ada pula yang menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan, ada juga yang melempar senyuman, dengan anggukan ada juga yang acuh, Aku membalas mereka dengan senyum ramah, serta anggukan.
Aku tak peduli dengan tatapan mata yang kurang enak di lihat, aku di sini mau mencari rezeki sama seperti mereka. Kami berjalan melewati jejeran meja tamu, dan sofa yang empuk menurut ku dari bentuk nya, cafe ini sangat nyaman dan adem.
"Hai Jeng!" sapa Wanita bertubuh proporsional dengan balutan blouse tunik lengan pendek dan celana bahan warna hitam, wajahnya oval bibir sedikit tebal, berambut ikal. Dia menghampiri kami.
"Hai juga," balas Mbak Karina dengan senyuman yang merekah, mereka berdua saling berjabat tangan lalu cipika-cipiki.
"Kok baru sampe?" tanya perempuan itu pada Mbak Karina tangan keduanya masih saling bertautan.
"Ma'af Jeng! Lagi repot, soalnya baru abis pulang kampung," jawab Mbak Karina santai, mereka saling melepaskan tangannya.
"Hai Mas Andri, makin gede aja," celetuk wanita itu dan saling berjabat tangan, Mas Andri hanya tersenyum sambil mengangguk kecil. Lalu pandangan wanita itu beralih ke arah ku.
"Jeng Karin, ini Anak yang kamu bilang kemaren kan? Untuk melamar kerja di sini?" tanya nya sambil menunjuk padaku.
"Iya, Jeng... ini kenalin! kerabat saya," jawab Mbak Karina, seraya menoleh pada ku. "Silvi, ini Bu Maya, owner di sini, nanti beliau ini, yang akan menjadi Majikan kamu!" jelas Mbak Karina. Aku hanya mengangguk kecil.
"Hai, nama kamu Siapa?" tanya Bu Maya, masih dengan senyum ramahnya. Aku mengulurkan tangan, dan dia pun membalas uluran tanganku.
"Silviana Bu," ucapku gugup.
"Oh, Silviana, nama yang bagus dan cantik, sama seperti orang nya,"
"Makasih Bu," sahut ku dengan senyum tipis.
"Oh iya, Silahkan duduk dulu!" tawarnya ramah, "Saya sampai lupa, saking keasyikan ngobrol, Ma'af ya!" lanjutnya sambil tertawa terkekeh.
"Gak apa-apa, biasa aja kali Jeng," balas Mbak Karina.
Kami pun duduk bersama di kursi tamu paling depan, dekat ruangan sang owner sepertinya dari tulisan yang berada di atas pintu masuk, Mbak Karina dan Bu Maya berbincang sejenak, sekitar beberapa menit, lalu Mbak Karina berpamitan.
"Jeng Maya, saya pulang dulu ya," ucap Mbak Karina sambil memegang tangan Bu Maya.
"Kok buru-buru amat sih?" sergahnya.
"Saya kan harus ke cafe, dari kemaren saya belum melihat keadaan di sana, sudah beberapa hari ini,"
"Oh... gitu." Bu Maya membulatkan bibirnya sambil manggut-manggut.
"Jeng, saya titip Silvi ya! Beri arahan sama dia! Tapi jangan keras-keras! Harap maklum, Silvi kan baru pertama kali ini bekerja, tentunya dia belum berpengalaman," terang Mbak Karina.
"Iya Jeng, pasti, saya akan bimbing Silvi!" jawab Bu Maya sambil mengulum senyumnya.
Lalu Mbak Karina dan Mas Andri, bangkit dari duduknya. Aku pun ikut bangkit juga Bu Maya. Mbak Karina memegang kedua bahu ku.
"Silvi, Mbak pulang ya!" ucap Mbak Karina menatap wajahku, "Silvi, kamu harus rajin, dan patuhi peraturan di sini! Jangan bantah apapun perintah atasan kamu! Silvi, jaga dirimu baik-baik!"
"Iya Mbak, makasih ya udah mencarikan ku pekerjaan." Mbak Karina menarik tubuh ku lalu memeluk nya erat.
"Iya, Sama-sama." Kami saling mengurai pelukan.
Mbak Karina merogoh tas selempang nya lalu ia menyelipkan sesuatu di telapak tangan ku. Aku mengangkat tangan, dan menundukkan kepala seraya menatap benda yang berada dalam genggaman ku.
"Apa ini Mbak?" tanya ku, dan beralih pandang menatap wajah perempuan bertubuh bongsor itu.
"Itu sedikit uang, untuk kamu jajan, dan untuk tambah-tambah sewa kos-an, jangan di tolak! Anggap aja sebagai permintaan maaf Mbak." Mbak Karina begitu baik pada ku, aku takkan bisa membalas kebaikan nya.
"Gak usah Mba! Aku juga ada pegangan sedikit,"
"Terima! Silvi, jika ada waktu, Mbak akan tengok kamu sesekali kesini," ucap Mbak Karina sambil berlalu.
"Iya, Makasih Mbak."
Bu Maya menatapku sambil tersenyum, dia sepertinya orangnya ramah dan baik, beruntung aku bertemu dengan orang yang baik di kota ini.
"Ayo ikut, ke ruangan saya!" ajak Bu Maya, akupun ikut ke ruangan kerjanya. Dia duduk di kursi empuk berwarna hitam. Sambil menautkan kedua tangannya di atas meja.
"Silahkan duduk Silvi!" titah Bu Maya.
"Iya Bu." Aku pun duduk di kursi berhadapan dengannya.
"Kamu mulai hari ini kerja dengan saya ya!" ujarnya.
Aku mengangguk, Bu maya menatapku lalu dia membuka berkas lamaran ku, dan membacanya dengan seksama. Kegugupan ku membuat tangan ini basah dengan keringat dingin, maklum baru pertama kali aku ke kota dan langsung dapat pekerjaan.
Apalagi aku berhadapan dengan pemilik usaha seperti Bu Maya yang sangat berwibawa, dia membuka map merah dan mengambil selembar kertas lalu meletakkan nya di hadapan ku.
"Silvi, ini baca dulu! Ini adalah peraturan kerja di sini, pelajari prosedur yang telah di tentukan!" ucapnya menatap wajahku seraya menyodorkan keras putih itu.
"Iya Bu, saya akan pelajari." Akupun menerima, dan membacanya.
"Nah, Silvi kamu tandatangani surat kontrak kerja ini! selama 3 bulan masa percobaan, kamu harus rajin dan disiplin! Patuhi peraturan yang berlaku! Jika kerja kamu baik dan tak pernah mangkir dari tanggungjawab, kontrak kerja kamu akan saya perpanjang sampai dengan 6 bulan ke depan,"
"Iya Bu, saya mengerti." Aku mengangguk seraya mengulas senyuman. Lalu ku ambil pena yang tersedia di meja, aku pun menandatangani surat perjanjian kerja di Maya coffe shop.
Bu Maya bangkit menuju lemari yang tak jauh dari tempat duduknya, dia membuka pintu lemari itu dan mengambil sesuatu. Lalu memberikan nya pada ku.
"Silvi, ini seragam kamu, baju yang kamu pakai, harus di ganti! dengan baju ini!" titahnya sambil menepuk-nepuk polibag bening berisi seragam karyawan cafe ini.
"Terimakasih Bu,"
"Selamat bekerja ya! Di mohon kerjasamanya dengan baik!" Kami saling berjabat tangan, sebagai kesepakatan bersama.
"Iya, baik Bu, saya permisi dulu! Kalau gitu." Aku pun bangkit sambil memegang benda yang di berikan Bu Maya, lalu berbalik badan menuju pintu keluar.
"Silvi,"
"Iya Bu." Aku membalikkan badan dengan seketika.
"Koper kamu, yang ada di depan, simpan di mushola ya! Jangan di tinggal, nanti mengganggu para pengunjung!"
"Baik Bu, kalau gitu, saya permisi." Aku mengangguk patuh dan berlalu dari hadapan Bu Maya. Aku kembali ketempat yang tadi saat aku baru tiba.
Aku mengambil koper ku lirik jam dinding di tembok, masih pukul 09.10 pagi, keadaan cafe masih sepi, karena belum buka, sementara para karyawan sedang sibuk seperti tadi dengan aktivitasnya masing-masing, ada yang mengelap meja juga furniture yang ada di dalam ruangan itu, hingga bersih.
Guna menjaga kebersihan dan kenyamanan calon para pengunjung yang datang ke sini, ketika sedang menikmati secangkir kopi atau makanan yang di hidangkan.
Aku menghampiri perempuan berambut sepundak, berseragam merah kombinasi hitam di sisi kanan tubuhnya, sama seperti baju yang di berikan oleh Bu Maya padaku.
"Iya, ada apa?" sahutnya tanpa menjeda pekerjaan nya yang sedang mengepel lantai.
"Toilet di mana?" tanya ku. Dia menegakkan tubuhnya.
"Lurus aja, terus ada tulisan di atas pintu masuk ke lorong nya. Toilet dan musholla," jelasnya sambil menunjuk jarinya ke arah yang ia sebutkan.
"Makasih Mbak!" Aku pun berlalu dari kursi tempat ku duduk tadi lurus dan belok ke arah
kiri, lorong menuju toilet berdampingan dengan pintu dapur cafe.Aku pun membuka koper dan mengambil celana jeans hitam pemberian Mbak Karina, mudah-mudahan pas di badanku, lalu aku mendorng koper ke musholla. Sebelum masuk ke dalam toilet perempuan sebelah kiri musholla, dan toilet laki-laki di seberang kanan.
Aku masuk ke dalam kamar mandi dan melepaskan pakaian ku, lalu aku mengenakan seragam kerja dan celana jeans hitam, pinggang nya agak sedikit longgar sehingga aku harus memakai tali pinggang, beruntung aku membawa ikat pinggang ke dalam toilet, karena aku berfikir takut di butuhkan di waktu yang tak ku duga.
Ku kenakan baju seragam kemeja lengan pendek hitam kombinasi warna merah di sisi kanan nya, dan celana jeans hitam, rambut panjang ku, ku ikat kuncir kuda, lalu ku buka pintu toilet, aku keluar berdiri di depan lorong toilet dan musholla. Ku pejamkan mata sejenak menetralkan rasa gugup, karena hari ini adalah hari pertama ku bekerja, dan akan berhadapan dengan orang banyak.Meski gaji yang di janjikan hanya 3,5 juta perbulan namun aku tetap bersyukur, tekad ku mencari kerja tak lain hanya untuk membahagiakan keluarga dan membatu ibu melunasi hutangnya ke rentenir, walaupun gajiku sebulan takkan cukup untuk membayar hutang, tapi aku akan fikirkan nanti, aku percaya semua masalah pasti ada jalan keluarnya, yang penting kita berusaha.Ku berdoa semoga di hari pertama ku ini bekerja, aku di berikan kelancaran oleh Tuhan, agar aku bisa menjalankan tugas dan melayani para pengunjung dengan baik, semoga saja aku bisa di percaya oleh Bu Maya yaitu Bos baru ku.Pukul 10 pag
"Bu," ucapku pada perempuan yang bertugas sebagai kepala bagian dapur, "Ini Bu, ada yang pesan lasagna!""Oh, iya," sahutnya menoleh ke arahku, dan mengambil kertas catatan dari tangan ku, dia pun menginformasikan kepada asisten chef, lalu ia kembali fokus mengecek makanan sebelum di antar oleh para waiters, ke meja pelanggan."Sil, antarkan dulu makanan ini ke meja Nomor 13! Sambil menunggu lasagna siap di sajikan!" titah kepala bagian."Baik Bu."Akupun mengangguk patuh, dan mengambil nampan dengan piring berisi kentang goreng saus keju, dengan toping keju parut di atasnya, juga segelas minuman dingin, dari tampilannya nampak begitu segar, rasanya ingin sekali aku meneguknya.Jangankan pernah meminumnya, melihatnya saja baru kali ini dalam seumur hidupku, rasanya seperti apa aku tak tau? membuat kerongkonganku semakin dahagaku. Aku hanya bisa menelan ludah.Aku keluar dari dapur sambil berjalan menuju meja Nomor 13, sesuai yang di perintahkan ol
Pukul 12.30 siang, tubuhku sangat lelah, dari pertama datang ke sini belum sempat istirahat walau sejenak, Sementara karyawan yang lain sudah istirahat bergantian, namun aku belum mendapatkan giliran, karena Bu Ema belum juga menyuruh ku.Aku tak berani meminta izin padanya karena aku anak baru, ya aku sedisuruh nya saja, meski letih namun aku harus menjalani pekerjaan ku dengan tuntas.Setelah mengantarkan pesanan aku kembali ke dapur, duduk menekuk lutut seraya menyenderkan punggung di tembok untuk menghilangkan rasa lelah, sambil melihat Bapak koki yang masih sibuk memasak."Silvi." Bu Ema datang menghampiri dan berdiri di samping ku."I, iya Bu." Aku terperanjat, berdiri dengan gerakan cepat, merapatkan tangan dan kakiku sambil merundukan kepala, "Apa, ada tugas lagi untuk saya Bu?""Gak ada, Sil, istirahat dulu sana! Kamu pasti sudah lapar kan?""Iya Bu,""Sil, Waktu istirahat kamu setengah jam ya, Pergunakan dengan baik! Hanya un
*Satu Minggu aku berkenalan dengan Mas Alex, dia orangnya sangat baik dan perhatian tak ayal jika aku pulang dari bekerja, shift 2 dia sering mampir membawakan makanan untuk ku.Aku selalu menolak, namun aku tetap tak bisa menolaknya, jika aku tak mau menerima dia selalu mengatakan, tak menghargai pemberian orang lain, dengan terpaksa aku menerima nya meskipun aku tak mau."Silvi," panggil Mas Alex dari luar seraya mengetuk pintu kontrakan ku."Iya Mas," gegas aku membuka pintu dan keluar dari kamar kontrakan, "Ada apa Mas?" tanyaku berdiri di ambang pintu."Sil, kita jalan yuk!" ajaknya."Kemana?""Ini kan malam Minggu, Aku ingin mengajakmu jalan! Ada sesuatu yang harus aku katakan sama kamu!" ucap Pria berkemeja putih dan celana jeans hitam penampilan sangat rapi dan wangi."Ya, ngomong aja! Disini juga gak apa-apa." Aku tergagap apa yang mau dia katakan, sampai mengajak aku pergi bersamanya."Sil, aku mau mengajakmu ke suatu tem
"Ini karyawan Ibu, tak mampu bekerja dengan baik," tukas Pria berjambang itu."Iya kami, merasa tak nyaman dengan pelayanan cafe ini, karena waitress anda kurang profesional, sebaiknya anda memilih karyawan yang bisa di andalkan!" timpal Pria berjas hitam tak memiliki jambang, namun tubuhnya sama-sama besar.Aku menarik nafas kesal, "Bu, kan biasanya kami para waiters, bekerja seperti yang sudah di perintahkan, dan sudah sesuai prosedur yang di tentukan,""Silvi, kamu jangan membantah dan jangan bersikap seperti itu pada Pak Devan dan Pak Reno! Kamu harus mengedepankan dan mengutamakan kenyamanan Pak Devan!" omel Bu Maya."Tapi Bu,""Kamu ikut, ke ruangan saya sekarang!" Bu Maya sepertinya marah besar padaku, dari sikapnya yang ketus, padahal aku tak membuat kesalahan, tapi kenapa dua Pria itu malah mengintimidasi ku, aku benar-benar tak mengerti.Ku melirik pada wajah dua Pria aneh itu, mereka saling menoleh dan tatapannya bertemu, sambil menunju
Kurapikan meja dan kursi bekas tempat duduk Devan dan Reno, makanan yang ia pesan tadi sama sekali belum ia sentuh dan di tinggal begitu saja."Dasar, orang kaya," gerutuku sambil meletakan dua piring berisi steak ke atas nampan, juga gelas berisi Orange jus yang masih penuh ku taruh di sudut meja."Mentang-mentang banyak uang, tak pernah menghargai makanan, dan kerja keras orang lain, kalau dia tak mau memakannya, ya udah, gak usah di pesan, untuk apa coba, dia memesannya padaku, kalau ujung-ujungnya gak di makan, hanya ingin mengerjai ku saja, gara-gara dia, kan aku di marahi sama Bu Maya," omel ku sambil bergumam.Aku tak peduli meski banyak pasang mata para pelanggan memerhatikan ku, karena aku terus saja bersungut-sungut, rasa kesal yang masih berkecamuk di dalam dada ini, membuatku tak puas-puasnya mengomel, gara-gara ulah Pria tampan tapi aneh tadi.Beberapa pengunjung ada yang menggeleng pelan, ada juga yang menatapku dengan tatapan bermacam art
"Mbak, jadi gak nganterin aku ke rumah Devan?""Ma'af ya Sil! Aku lupa, kalau aku gak bisa antar kamu, hari ini aku mau ke rumah Kakak ku, Ma'af ya sekali lagi!" ucap Mbak Ridha sambil menggenggam tanganku."Eum, ya sudah," jawabku sambil memberengut.Aku sedikit agak kecewa karena Mbak Ridha tidak jadi menemani ku ke rumah Devan, kemarin sore dia berjanji akan mengantarkan ku, namun karena dia ada urusan lain, akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendiri.Sebenarnya aku sangat lelah dan mengantuk, ingin sekali aku merebahkan tubuh ini dan beristirahat sejenak, karena hampir semalaman aku terjaga mataku tak kunjung terpejam, di otakku terus berputar memikirkan perkataan Mbak Ridha, yang mengusulkan ku untuk menerima tawaran kerja dari Devan, agar aku bisa melunasi hutang ibu.Atas dorongan dari Mbak Ridha, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran Devan, meski aku tak tau pekerjaan apa yang akan aku jalani nanti, memang ada sedikit keraguan di hati
"Sudah Tuan, saya sudah fikirkan semuanya, dan saya akan berhenti dari pekerjaan, saya, besok saya akan kirim surat pengunduran diri,""Eum, baik kalau begitu, jadi, Anda bersedia bekerja dengan saya? Menjadi asisten pribadi saya!" tanyanya lagi meyakinkan."Iya, Tuan, saya bersedia,""Apa Anda bersedia, dengan pekerjaan apapun yang akan saya perintahkan, dan akan Anda turuti! Menjalankannya dengan baik!""Iya,""Nona Silvi, apa Anda sungguh-sungguh?" tanya Devan lagi, itu pertanyaan sudah kesekian kalinya yang keluar dari mulutnya."Siap Tuan," jawabku tegas. Devan menoleh pada Pak Reno seraya menganggukkan kepala di barengi dengan kedipan mata.Aku tak tau maksudnya apa? Dan aku juga tak tau itu kode apa, yang di berikan oleh Devan pada Pak Reno. Devan bangkit dia menggerakkan kepalanya, Pak Reno pun mengambil alih posisinya. Dia duduk di kursi yang barusan di duduki oleh Devan, Pria yang di panggil Bos itu pun berdiri menyaksikan kami.