Share

4. The Craziest Thing Ever

Ares mengambil smartphone di atas meja di depannya, mengklik salah satu ikon game disana. Ia menyenderkan punggung, menekuk satu kakinya lalu meletakkannya di atas kaki yang lain.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam lebih lima menit. Tidak ada tanda-tanda datangannya tamu seperti yang orangtuanya bicarakan. Tapi mereka sudah menyuruhnya bersiap-siap di bawah. Daripada bosan, akhirnya Ares memilih memainkan game di smartphonenya.

"Gimana sekolahmu? Baik-baik aja kan?" Tiba-tiba mamanya menyeletuk, mengambil minuman di dekatnya.

Ares mengangkat kepala, menjeda game di hpnya. "Hmm... Baik." Ia memaksakan senyum.

Ares tahu nada bicaranya memang kaku. Tujuh tahun jauh dari orangtuanya membuat mereka terasa asing jika berada di dekatnya. Lebih menyebalkannya lagi, sekembalinya mereka dari luar negeri sebulan yang lalu kemudian tinggal bersamanya, hanya untuk mengadakan acara perjodohannya yang akan dilakukan sebentar lagi. Jika saja Ares tidak tahu siapa orang yang akan dijodohkan dengannya, ia pasti sudah memberontak dan menolak perjodohan itu sejak awal.

"Kamu nggak kepo siapa yang bakal dijodohin sama kamu?" tanya mamanya lagi.

Ares tertegun sebentar. "Lumayan," bohongnya. Padahal ia sudah tahu siapa orangnya. Bukan Ares namanya jika tidak langsung mencari informasi tentang hal itu setelah neneknya keceplosan berbicara setahun yang lalu. Terimakasih, Oma. Ia jadi tahu segala rencana yang mama dan papanya rahasiakan selama ini darinya dan juga tahu orang yang sejak dulu sudah direncanakan akan dijodohkan dengannya.

Lisa Alisia.

Ares selalu tersenyum mengingat nama gadis itu. Wajahnya ketika sebal, wajahnya ketika marah. Ada rasa senang tersendiri saat melihat Lisa berseru marah padanya. Ares masokis? Tidak juga. Mungkin karena tingkat kemanisan gadis itu akan melonjak naik saat sedang marah.

"Kayaknya mereka udah datang," ucap papanya. Mamanya yang mendengar langsung bangkit berdiri, bergerak menyambut tamu yang ditunggu di depan pintu.

Ares sendiri hanya menyendarkan tubuh ke punggung sofa, merilekskan tubuh, tidak jadi bermain game. Di otaknya sekarang sedang memutar bayangan betapa terkejutnya Lisa mengetahui sosok yang selalu menggangunya tinggal di rumah calon tunangannya. Bahkan Ares sudah membayangkan ekspresi sebal dan tidak suka gadis itu setelahnya.

Hmm... manis sekali.

"Ya ampun... Kamu udah besar ya, Sa. Makin cantik. Dulu tante liat kamu masih kecil." Suara mamanya terdengar dari depan pintu.

Ares menoleh ke belakang, mengintip dari balik sofa. Lisa nampak tersenyum, anggun dengan pakaian yang ia kenakan. Di sebelah kanan kirinya ada kedua orangtuanya yang sedang berdiri. Jarang-jarang Ares melihat gadis itu tersenyum. Bukan langka, tapi Lisa memang jarang tersenyum padanya. Ia itu gadis ceria jika tidak ada dirinya di sisinya. Dan hal itu yang membuat Ares bangga. Lisa tidak pernah sebal dan marah-marah selain dengan dirinya. Dia begitu spesial kan?

Di depan pintu, mamanya terlihat berpelukan sebentar dengan wanita di samping kanan Lisa, lalu mempersilahkan mereka masuk. Setelah itu suara banyak langkah mendekat ke ruang tamu terdengar. Sebelum mamanya memanggil namanya, Ares segera bangkit berdiri. Ia berbalik menghadap tamu yang masuk, tersenyum sebaik mungkin.

Seperti dugaannya, empat meter dari tempatnya berpijak, Lisa tiba-tiba berhenti melangkah. Gadis itu melebarkan mata, menatap ke arahnya tidak percaya. Wajah terkejutnya sama persis seperti yang ia bayangkan tadi. Tangan gadis itu gemetar menunjuk ke arahnya.

"Ares?!"

Supaya terlihat seperti orang yang tidak tahu apa-apa, akhirnya Ares ikut melebarkan mata, sok-sokan terkejut. Padahal sebenarnya ia ingin tertawa keras sekarang. Ekspresi gadis di depannya benar-benar sesuai dengan ekspektasinya.

Ares tahu, mungkin setelah ini tingkat kekesalan Lisa padanya bertambah. Siap-siap saja untuk melihat wajah tertekuknya setiap kali bertemu.

***

Lisa menghela napas panjang, berusaha mati-matian menahan rasa sebal di dalam hati. Jika Lisa tidak punya sopan santun, pasti ia sudah berteriak tidak terima dan mengacak-acak meja di depannya sekarang. Tapi berhubung ia orang yang sangat menjaga sikap, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah duduk dan mendengarkan orang-orang di sekitarnya berbicara. Bayangkan saja, sudah dijodohkan, Lisa juga harus menanggung derita dengan melihat pemuda Reigara itulah yang berdiri di hadapannya.

Lisa sendiri tidak habis pikir mengapa hal ini bisa terjadi. Ia akan bertunangan dengan Ares? Yang benar saja! Cobaan apalagi ini... Apa sudah kaidah dunia sesuatu yang tidak disukai lebih sering mengelilingi? Sial. Dari puluhan anak rekan bisnis ayahnya, mengapa harus Ares yang dijodohkan dengannya?

"Kalian kenal satu sama lain sejak kapan?" Ayah Lisa yang baru saja mengobrol tentang bisnis dengan Tuan Reigara bertanya di sebelahnya.

"Lisa nggak pernah cerita kalau punya temen namanya Ares," timpal bundanya.

Lisa tidak mood menjawab. Ia hanya diam mendengarkan sedari tadi. Bahkan ia tidak nafsu sama sekali ketika melihat beberapa piring makanan mulai dihidangkan oleh para pelayan, meski itu merupakan makanan favoritnya. Moodnya sudah anjlok sampai dasar.

"Kita kenal dari awal masuk SMA, temen sekelas," Ares yang menjawab. Lisa tidak habis pikir. Pemuda Reigara itu tidak terlihat terusik sama sekali dengan kenyataan bahwa mereka berdua akan bertunangan. Ia malah tersenyum, santai mengobrol dengan dua pasang orangtua di sekitarnya. Astaga... Lidah Lisa saja masih kelu sampai sekarang.

Sebenarnya firasat Lisa sudah tidak enak ketika memasuki pekarangan rumah rekan kerja ayahnya yang luasnya luar biasa untuk pertama kali. Di sisi kiri rumah, terdapat garasi yang terbuka dan memperlihatkan sebuah sepeda hitam terparkir di dalamnya. Lisa tidak asing dengan sepeda itu. Rasanya ia pernah melihat sepeda seperti sepeda itu sebelumnya. Tapi dimana? Dan milik siapa?

Tepat saat tuan rumah-istri rekan bisnis ayah-keluar untuk menyambut di depan pintu, sebuah kesadaran merasuki  Lisa. Ia berhenti melangkah, terhenyak beberapa saat. Bundanya yang menyadari ia berhenti melangkah sampai harus menggandeng tangannya, menariknya agar berjalan di sisinya kembali. Setelahnya Lisa senantiasa berdoa dalam hati agar pemikiran yang baru saja bersarang di otaknya itu salah. Tapi beberapa detik kemudian, setelah ia memasuki rumah rekan kerja ayahnya.... deg! 

Pemandangan yang Lisa khawatirkan terjadi malah nampak jelas di penglihatannya. Ares berdiri di hadapan Lisa dengan ekspresi sama terkejutnya seperti dirinya. Saat itu juga Lisa menyadari, mungkin hidupnya tidak lagi tenang setelah ini.

"Gimana Ares di kelas? Dia nggak males kan?" Nyonya Reigara bertanya pada Lisa.

Lisa yang sedari tadi diam langsung menegakkan badan, menatap bingung. Tadi Nyonya Reigara bertanya apa?

"Nggak kok, Ma. Aku anak rajin. Kenaikan kelas kemarin aja dapet peringkat lima." Akhirnya pemuda itu lagi yang menjawab. Lisa mencibir dalam hati. Iya benar peringkat lima, tapi dari belakang. Ares itu anak malas. Padahal sebenarnya Lisa yakin ia sangat pintar. Saat UKK kemarin saja pemuda itu malah bermain di game center berjam-jam. Lisa tahu hal itu karena sempat datang ke mall tempat Ares bermain. Bundanya meminta Lira menemaninya berbelanja. Tapi ia hanya melihat dari jauh, tidak beniat menyapa. Yang ada Ares malah membuatnya mendidih jika Lisa menghampirinya. Dan ia sedang malas berteriak marah pada Ares waktu itu.

"Lisa itu pendiam, ya?" Nyonya Reigara kembali bertanya. Lisa yang disebut namanya hanya tersenyum kikuk. Dia pendiam? Sejak kapan?

"Sebenernya Lisa nggak sediem ini di rumah. Mungkin dia masih shock setelah tahu calonnya itu temen sekelasnya sendiri." Ayahnya yang menjawab. Bundanya di sebelah kiri tersenyum menatapnya, mengusap bahu Lisa menenangkan.

Rasanya Lisa ingin menghilang dari tempatnya duduk sekarang. Ia merasa menjadi satu-satunya orang yang canggung dan duduk tidak nyaman di ruangan ini. Tidak seperti Ares yang bisa duduk setenang itu. Kalau bisa, Lisa ingin jadi anak pembangkang saja sekarang. Ia ingin mengamuk dan membatalkan acara perjodohannya dengan pemuda Reigara itu. Tapi sayangnya, itu hanya sebuah keinginan tak terealisasikan. Lisa tidak mampu. Ia tidak bisa melawan kedua orangtuanya.  

"Kalian memang saling suka, ya?" Kini Tuan Reigara atau papa Ares yang bertanya. Dahi Lisa langsung terlipat mendengar pertanyaan itu. Ares yang duduk di seberangnya terkekeh pelan.

"Lisa itu galak. Sering marah-marah ke aku. Nggak mungkin kita saling suka," ujar Ares, menyerut minuman di depannya. Lisa mendengus sebal. Jika keadaannya tidak seperti ini, ia pasti sudah melotot marah ke arah pemuda itu sekarang.

"Ohh... Jadi kalian sering tengkar ternyata?" Nyonya Reigara bertanya. Lisa tersenyum samar di tempat.

Tuan Reigara tersenyum, berkata, "Nggak papa. Pasti lebih sering baikannya setelah kalian menikah nanti."

UHUK!

Lisa dan Ares tersedak bersamaan. Ares tersedak air minumnya, sedangkan Lisa tersedak udara.

"Nikah?" tanya Ares, melototkan mata.

Lisa rasa kupingnya sedang bermasalah. Ia pasti salah dengar tadi. Tidak mungkin Tuan Reigara mengatakan sesuatu tentang pernikahan. Tapi setelah mendengar kalimat Ares barusan, harapan Lisa tentang kupingnya yang bermasalah hancur sudah. Siapapun, katakan pada Lisa jika pertemuan ini hanya sebuah joke belaka.

Tuan Reigara mengangguk, menjawab pertanyaan anaknya. "Sesuai yang papa sepakati sama Om Ferald, kalian berdua nggak akan tunangan, tapi langsung menikah."

Lisa melebarkan mata, membuka mulut tak percaya. Rasanya ia ingin mengumpat, menolak rencana tidak masuk akal para orangtua di sekelilingnya. Lisa pikir ia hanya akan bertunangan dengan Ares---setidaknya untuk sekarang. Tapi ternyata... apa-apaan ini?

Sesungguhnya hal tergila yang pernah Lisa hadapi seumur hidupnya adalah hal ini. Dia harus menikah? Di umur tujuh belas tahun? Dan dengan Ares?

Ya Tuhan, maafkan Lisa yang tidak bersyukur ini. Tapi ia berharap jadi orang miskin saja sekarang.

Bersambung.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Habibi Zulkarnain Amir
suck, sudah ku duga, ni novel mudah k tebak, kek drama2 FTV yang d SCTV
goodnovel comment avatar
Kikiw
poor u lisa 🤣🤣🤣🤣
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status