Dia berkelana mencari sesuatu yang tidak kunjung ia temukan, sosok yang selalu terlihat menangis tidak kunjung ia temukan.ereka seperti dipisahkan dan entah kenapa pria itu selalu merasakan kesakitan di setiap bait tangis itu. Ia ingin mendatanginya lalu memeluk dengan erat dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Saira bangun saat alarm nya berbunyi. Ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat ke suatu tempat. Ia memandangi dirinya dari cermin sedang yang menggantung di sana. Ia terlihat lebih kurus dari terakhir kali. Setelah dirasa selesai, ia segera keluar dan memakai pakaiannya.
Alyne terlihat sedang berkutat di dapur, menyiapkan beberapa sarapan dan melihat Saira turun. Ia tersenyum karena melihat gadis itu lebih segar dari biasanya.
"Selamat pagi," sapa Alyne membuat kening Saira terangkat.
"Sedang apa kau?" tanya nya.
"Sedang menyapamu."
"Maksudku yang lainnya."
"Sedang menyiapkan beberap
Wira kembali menunjukkan kesombongannya dengan mengejek mereka berdua dan mengatainya dengan bodoh."Ampuni kami dan lepaskan, kami tidak akan menganggumu lagi." pinta Alyne dengan wajah takut. Hal itu semakin membuat Wira senang bukan main."Mana bisa aku melepaskan kalian," ucapnya. "Tangkap mereka dan beri pelajaran!" perintahnya pada anak buahnya.Tapi tidak ada yang melakukan satu pun. Bahkan mereka perlahan mengarahkan pistol menuju ke arahnya. Lalu mendengar tawa Saira membahana di ruangan tersebut."Kau ini seorang penjahat, tapi bodoh sekali tidak bisa membedakan mana anak buahmu sama yang bukan." Saira tertawa melihat kebodohan yang tersaji di hadapannya. Ia pikir pria itu sangat jeli ternyata tidak sama sekali."Kurang ajar, aku akan membalasmu!" marahnya."Kau! Mau membalasku? Kau bahkan tidak bisa membedakan mana anak buah sama yang bukan," ucap Saira sarkastik membuat pria itu sangat marah tapi pembalasannya baru saja aka
Saira terbangun dari tidurnya dengan napas ngos-ngosan. Ia telah megalmi mimpi buruk yang tidak pernah bisa ia bayangkan sebelumnya."Romeo ...," ucapnya pelan. Ia kembali menangis.Ia tidak akan pernah sanggup jika mimpinya terjadi di dunia nyata. Mungkin kematian akan segera menjemputnya jika hal itu sampai terjadi. Ia berharap kali ini Tuhan mau membantunya untuk tidak membuat hal tersebut menjadi nyata."Aku mencintai kamu Romeo, jangan membuatku kehilangan arah seperti ini."Gadis itu meraup wajahnya beberapa kali berharap semua bisa kembali seperti semula. Di mana ia bahagia bersama Romeo tanpa ada siapa pun yang memisahkan mereka berdua. Ia ingin kembali ke masa itu."Eve, apa kamu butuh sesuatu?" tanya seseorang dari balik pintu. Saira melihat jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi."Tidak Alyne.""Baiklah kalau begitu," ucapnya dan segera pergi dari sana.Saira menghela napas pelan dan segera bangki
Wira tertunduk lesu di atas kursi yang mengikat kedua tabgan serta kakinya. Napasnya tercekat saat melihat tatapan langsung dari keluarganya melalui ponsel. Kekecewaan dan kemarahan tampak mendominasi dan mereka bahkan tidak pernah menginginkan sosoknya hadir sampai menjadi seorang iblis. Kehadirannya bahkan tidak lagi diharapkan oleh siapa pun termasuk istri kesayangannya."Kenapa? Apa kau membuat mereka kecewa?" tanya Saira datang sembari membawa sebotol air mineral."Apa pedulimu!" sarkas Yudi dari sisi kanan.Saira ikut mendekat dan menatap Yudi dengan senyum mengejek. "Apa wajahku terlihat peduli?"Gadis itu menggeleng lalu tertawa sejenak sebelum tatapan tajamnya memusat pada pria itu. Kebenciannya terlihat sangat tidak terkira lagi. Ia menendang kursi Yudi sampai tersungkur ke lantai."Aku ingin sekali membunuh kalian berdua, tapi itu tidak akan membuatku bahagia! Bagaimana kalau salah satu dari bagian tubuh kalian dihilangkan?
Romeo perlahan sudah membuka matanya, sedikit menyilaukan saat lapu pijar menyambut korneanya. Penglihatan sedikit kabur tapi perlahan kembali jernih dan melihat beberapa orang berdiri di sampingnya. Menatap tersenyum dengan berbagai ekspresi.Romeo mengernyit saat tidak ada seorang pun yang ia kenali di sana. Bahkan dia tidak ingat siapa dirinya sendiri."Sayang, kamu akhirnya membuka mata."Marry tampak menangis terharu dan sangat bahagia. Hari yabg ia tunggu akhirnya tiba. Lalu Romeo melirik ke arah gadis yang berada di sebelah wanita yang menangis."Syukurlah kamu kembali Dom."Ia sengaja memakai nama kesayangannya agar Romeo hanya akan mengingatnya seorang. Ia tidak akan membiarkan ada kenangan mengenai wanita di masa lalu pria itu. Karena sekarang Marry memberinya restu penuh."Siapa kalian? Saya benar-benar tidak mengingat apa pun."Marry tersenyum meski air mata masih terisa di sana. Sedih memang, tapi ia lebih baik se
"Romeo, aku sangat merindukanmu."Keningnya terlihat mengkerut saat Saira menyebutnya sebagai Romeo. Bahkan ia tidak tahu siapa Romeo. Gadis itu langsung memeluknya dan menangis. Apa ia sudah membuat sebuah kesalahan sebelum lupa ingatan."Maaf Nona, tapi Saya Dominic bukan Romeo."Saira melepaskan pelukannya. Ia menatap dalam manik yang terlihat kosong. Ia sekarang tahu jika Romeo pasti kehilangan ingatannya sampai tidak mengingat kenangan mereka."Kamu tidak mengenaliku?" tanya Saira dsngan sedih.Pria itu menggeleng dan mencoba mengingatnya. Namun, kepalanya kembali sakit membuat Saira panik. Ia kembali memeluk Romeo dan menumpukan kepala pria itu ke bahunya."Tidak perlu diingat jika sangat membuatmu kesakitan." bisiknya lembut."Maafkan aku," bisik Romeo sangat kecil sampai tidak bisa didengar oleh Saira.Romeo sejak tadi memperhatikan perut buncit Saira dengan saksama. Matanya sangat betah memandanginya seolah ia memi